MENJADI KADER HAWAARIYYUN DAN ASHHAABUN (Goresan Pena Simpatik Aksi 242 Jam’iyyah Persatuan Islam)
Oleh:
H.T. Romly Qomaruddien, MA.
Ketika agama mulai tercabik, ajarannya ternodai, penyerunya disakiti, bahkan dilenyapkan. Maka lahirnya “generasi pembela”, adalah sesuatu yang dinantikan. Hawaariyyuun dan Ashhaabun, demikianlah Al-Qur’an dan Hadits Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam mengistilahkan.
Dalam Al-Mu’jamul Wasith dijelaskan, hawaariy mengandung makna asal mubayyidhus tsiyaab (berpakaian putih bersih) atau akhlasha wa ikhtayara (bersih dan terpilih). Dalam arti lain, bersih dari cacat, di samping penolong (naashir) dan teman (shaahib). (Ibrahim Musthafa dkk,1392: hlm. 205).
Para ahli tafsir klasik, ketika memberikan komentar terhadap QS. As-Shaf/ 61: 14 yang berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong agama Allah, sebagaimana ‘Isa bin Maryam berkata kepada kaum hawariyyin, siapa yang akan menolongku menegakkan agama Allah? Kaum hawariyyun menjawab: kamilah penolong-penolong agama Allah …”. Imam Ibnu Katsier menyebutkan: ” Hawariyyun itu adalah para pengikut setia nabiyullah ‘Isa ‘alaihis salaam dalam dakwahnya menuju agama Allah ‘azza wa jalla”. Demikian pula Imam As-Syaukani memberikan penjelasan serupa. (Tafsier Al-Qur’aanil ‘Azhiem, 1421: 4, hlm. 2842 dan Fathul Qadier, 1417: 5, hlm. 273).
Dijelaskan pula; “Ayat tersebut terkait erat dengan 72 orang anshar yang melakukan baei’atul ‘aqabah yang bersumpah akan beribadah hanya kepada Allah, tidak berbuat syirik dan akan membela Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam. Karena itulah, mereka disebut al-anshaar, yaitu para pembela dan penolong Rasulullaah dan para shahabatnya yang melakukan hijrah ke Madinah” (Ibnu Shumadih at-Tujibi, Mukhtashar At-Thabary, 1423: hlm. 552).
Hubungan ahlul ‘aqabah sebagai cikal bakal kaum anshar dengan hawariyyun bagi Al-Masih, tercermin dalam nasihat Rasulullah ketika menentukan 12 pemimpin (naqieb) sebagai perwakilan masing-masing kaumnya. Rasulullaah menyerukan: “Sesungguhnya kalian merupakan penanggung jawab atas kaum kalian, sebagaimana tanggungan kaum hawariyyun bagi ‘Isa bin Maryam, dan aku (Muhammad) penanggung jawab terhadap kaumku. Mereka serentak menjawab: benar …”
(Muhammad Sulaiman ‘Abdullah al-Asyqar, Zubdatut Tafsier min Fathil Qadier, 1414: hlm. 740).
Dengan demikian, istilah hawariyyun tidak terbatas maknanya pada pengikut Nabiyullah ‘Isa semata, melainkan nabi-nabi yang lain, tidak terkecuali nabi pamungkas dan para pengikut setianya (ashhaabun) dalam membela sunnah-sunnahnya hingga akhir zaman.
Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah dari seorang Nabi yang diutus sebelumku, melainkan pada ummatnya itu ada hawaariyyun dan ashhaabun (penolong, pendukung dan pembela); Mereka adalah orang-orang yang mengambil sunnah-sunnahnya dan menjalankan perintah-perintahnya. Berikutnya, akan datang generasi setelah itu, mereka yang senang mengatakan sesuatu yang mereka tidak melakukannya, dan melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. Siapa yang berjihad menghadapi mereka dengan tangannya (kekuatan, kekuasaan), maka dia seorang mukmin. Siapa yang menghadapi mereka dengan lisannya, dia pun seorang mukmin. Siapa yang menghadapi mereka dengan hatinya, dia masih termasuk mukmin. Dan tidak termasuk orang beriman sama sekali selain mereka itu, walaupun sebesar biji sawi” (HR. Muslim 1/ 46 dari shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anh).
Sungguh para pendahulu, telah menorehkan tinta emas sejarah. Setiap Nabi yang diutus, senantiasa ada para penolong, pengikut dan simpatisannya. Demikian pula generasi setelahnya, bumi Allah tidak akan pernah sepi dari kemunculan kader-kader pembela yang siap sami’naa wa atha’na atas segala titah dan perintahnya. Semoga kita termasuk di dalamnya … Siap bela Islam … siap bela Qur’an-sunnah … siap bela ulama … siap bangkitkan marwah dan ‘izzah jam’yyah Islam … dan siap menjaga kedaulan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai … Aamiin yaa Rabbal ‘Aalamiin
_________________
Penulis adalah: Anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam (Komisi ‘Aqidah), Anggota Fatwa MIUMI Pusat (Perwakilan Jawa Barat), Wakil Sekretaris KDK MUI Pusat, Ketua Bidang Ghazwul Fikri & Harakah Haddaamah Pusat Kajian Dewan Da’wah dan Ketua Prodi KPI STAIPI-UBA Jakarta