BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) LAKUKAN PENELITIAN INDEKS RAWAN PEMURTADAN (IRP)
Oleh:
H.T. Romly Qomaruddien, MA.
Akhir-akhir ini media sosial diramaikan dengan aksi pemurtadan di mana-mana, terutama tempat-tempat yang dinyatakan mendesak untuk dijadikan lahan pekabaran bagi mereka. Di antara yang paling populer, rancangan perpindahan agama yang dilakukan Doulos World Mission dengan proyek spektakuler yang disesuaikan dengan kondisi agama dan kebudayaan masyarakatnya. Yerikho 2000 di Jawa Barat, Karapan 2000 di Madura dan Jawa Timur, Andalas 2000 di Sumatera, Mandau 2000 di Kalimantan, Bajau Bungku 2000 di Sulawesi Tenggara, Cenderawasih 2000 di Irian Jaya, Sriwijaya 2000 di Riau dan lain-lain.
Yang paling viral di media saat ini adalah beberapa tempat di Jawa Barat, sekali pun fakta dan data yang ditemukan, masih bias dan belum bisa dipertanggung jawabkan secara akurat. Menurut Abu Deedat Syihab (Makalah Semiloka KDK MUI Pusat, 2017: hlm. 04) menyebutkan, Jawa Barat sudah lama menjadi bidikan penginjilan sebagaimana dituturkan Hendrick Kraemer (seorang evangelis peneliti Sunda dari Belanda) yang dikutipnya: “Jawa Barat sangat tertutup bagi Injil karena tiga hal; agama lama sebagai mahkota adat, praktik perdukunan dan keterikatan dengan kuasa-kuasa gelap”. Karenanya wajar, dengan Yerikho 2000-nya mereka begitu berusaha untuk melakukan pekabaran Injil di Tatar Pasundan.
Untuk mendapatkan kejelasan, dan sekaligus menjadi bahan pemetaan benar dan tidaknya “adanya penurunan jumlah Muslim”, apa yang dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melalui Pusat Kajian Strategisnya wajib diapresiasi dan didukung sebagai bagian dari ikhtiar “Da’wah ilallaah”. Hal ini mengingatkan kita pada kegigihan para da’i yang melaporkan telah terjadinya kristenisasi di daerah-daerah terpencil di pelosok tanah air. Ketika laporan-laporan itu disusun oleh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia dan dibukukan menjadi Fakta dan Data Kristenisasi di Indonesia, cukup membuka mata hati kaum Muslimin, khususnya para pemangku da’wah dan para penentu kebijakkan saat itu.
Adapun ringkasan yang dapat kita petik dari Seminar Indeks Rawan Pemurtadan (IRP), dapat kami suguhkan sebagai berikut:
A. Penyelenggaraan
Bertempat di The Margo Hotel Jl. Margonda Raya Depok Jawa Barat dengan penyelenggara Puskas Baznas. Diselenggarakan pada hari Kamis, 09 Agustus 2018 dan dimulai jam 08.00 s/d zhuhur.
B. Tema Umum
Acara ini bertemakan: “Seminar Nasional Indeks Rawan Pemurtadan; Konsep dan Implementasi Pengukuran”. Adapun yang diharapkan, lebih sempurnanya buku penelitian tentang indeks rawan pemurtadan di pelosok tanah air.
C. Catatan dari Para pemateri dan masukkan peserta
1. Dr. Irfan Syauqi Beik (Direktur Puskas Baznas), menjelaskan “bahwa isu terkait pemurtadan menjadi penting untuk dibahas karena akan mempengaruhi kinerja zakat khususnya dan kondisi Islam pada umumnya”
2. Dr. Sholeh Nurzaman (Wakil Direktur Puskas Baznas), memaparkan “bahwa Indeks Rawan Pemurtadan (IRP) pada masing-masing kabupaten/ kota di 34 provinsi terdiri dari 4 tingkatan; yaitu 0,00-0,25 untuk IRP rendah, 0,26-0,50 IRP cukup tinggi, 0,51-0,75 IRP tinggi dan 0,76-1,00 IRP sangat tinggi”.
3. Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail (Ketua IKADI) menuturkan “bahwa seminar IRP merupakan inovasi yang dapat membantu dalam pemetaan daerah rawan pemurtadan”. Menurutnya, “zakat dan program dakwah merupakan sesuatu yang signifikan, karenanya mu’allaf termasuk ashnaf yang perlu mendapatkan perhatian bila dikaitkan dengan masalah pemurtadan”.
4. Shalahuddin el-Ayubi, Lc., MA. (Direktur Mu’allaf Center Baznas) memaparkan bahwa “dengan adanya IRP, maka Mu’allaf Center (juga lembaga-lain tentunya, pen.) akan terbantu dalam mengetahui daerah daerah prioritas rawan pemurtadan”.
5) Berikutnya rembuk pandangan dan masukkan untuk lebih sempurnanya penyusunan IRP dan tukar pikiran serta pengalaman terkait pemurtadan, maka atas nama Komite Dakwah Khusus MUI Pusat (KDK) dan Pusat Kajian Dewan Da’wah, penulis mengajukan beberapa hal terkait pemurtadan dari sisi yang lain (amrun khaarij) yang dikaitkan dengan berbagai isue kebebasan berfikir, teologi inklusive dan seruan kebinekaan yang tanpa batas, dan kini sudah menjelma pemikiran-pemikiran yang mengarah pada liberalisme, pluralisme dan sekularisme, munculnya diabolisme intelektual, agnotisme, bahkan menuju atheisme. Yang semuanya ini, dapat membuka peluang lebar bagi terbukanya kran-kran pemurtadan. Berawal dari keraguan, berujung dengan penolakkan agama. Sementara di sisi lain, stigmatisasi radikalisme dan yang sejenis masih kerap kali diarahkan kepada pihak-pihak yang dinilai melakukan Islamisasi.
Sebagaimana disampaikan dalam Keynote speak, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga nasional non struktural pemerintah dengan Keppres no. 8/ 2001 dan fungsinya sebagaimana diatur dalam UU no. 23/ 2011. Prof. Dr. Bambang Sudibyo (selaku Ketua Baznas) menuturkan: “Penurunan ummat Muslim adalah isu yang patut diperhatikan. Paling tidak, ada tiga faktor yang mempengaruhi; kelahiran, migrasi dan perpindahan agama (murtad). Jika penurunan penduduk Muslim dipengaruhi oleh perpindahan agama, maka memang sudah menjadi kewajiban Baznas sebagai lembaga zakat, yang juga memiliki peran dalam hal dakwah, untuk melakukan kajian terkait isu tersebut”. Demikian, ujarnya.
Semoga Rabbul ‘Aalamien senatiasa memberikan kemudahan dan kemampuan untuk melahirkan pekerjaan mulia ini. Aamiin yaa Mujiebas Saailien
_______
Penulis adalah: Ketua Bidang Ghazwul Fikri dan Harakah Haddaamah Pusat Kajian Dewan Da’wah, Wakil Sekretaris KDK-MUI Pusat dan Anggota Dewan Hisbah Persatuan Islam (Komisi ‘Aqidah).-
Kebanyakan para misionaris ini menggunakan kekuatan ekonomi mereka dengan cara bagikan mie instan agar mereka para duafa ini masuk kristen. Bagaimana kita dapat antisipasi hal ini dengan cara menyokong kegiatan ekonomi para dhuafa sambil diisi siraman rohani