KAMI SAMBUT HADIRMU WAHAI TAMU AGUNG RAMADHAN
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Kita awali perbincangan ini dengan sapaan syair seseorang yang tengah dihiasi rindu berat akan kehadirannya. Bukan karena ini sebuah ajaran atau sebuah anjuran Rasul teladan, melainkan kesan dan bisikan batin yang tertanam dalam sanubari tersembunyi yang membuncah menjadi telaga kegembiraan:
“Kembang melati sungguhlah indah, di tengah taman jadi hiasan … Harum ramadhan tercium sudah, salah dan khilaf mohon dimaafkan …”
“Bunga terangkai terikat tali, lama dipandang indah sekali … Biar pun ramadhan sebentar lagi, mohon maaf setulus hati …”
Sebagai tamu agung engkau datang, tamu yang senantiasa membawa banyak kebaikan (mashâlih) dan kemanfaatan (manâfi’) di dalamnya. Engkau laksana telaga atau kolam (birkah), karena dalam jiwamu berkumpul segala kemuliaan bagaikan parit-parit air yang membentuk muara. Sangatlah tepat dan tidak salah gelar apabila engkau dijuluki syahrul mubârak, yakni bulan penuh keberkahan, sebagaimana sabda Nabi jungjunan:
قد جاءكم شهر رمضان شهر مبارك كتب الله عليكم صيامه فيه تفتح أبواب الجنان وتغلق فيه أبواب الجحيم وتغل فيه الشياطين فيه ليلة خير من ألف شهر من حرم خيرها فقد حرم
“Sungguh telah datang kepadamu bulan ramadhan bulan penuh keberkahan, Allah wajibkan hari-harimu untuk shaum; di dalamnya dibukakan pintu-pintu surga, dikuncinya pintu-pintu neraka, juga dibelenggunya syaitan-syaitan. Di dalamnya pula, ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang terhalang kebaikannya (di malam itu), sungguh benar-benar terhalang.” (HR. Ahmad dan An-Nasai dari shahabat Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anh)
Seperti ditunjukkan para ulama, bahwa tidak adanya do’a khusus menyambut ramadhan, melainkan do’a Rasulullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam untuk segala bulan pada bulan-bulan qamariyah:
اللهم اهله علينا باليمن والإيمان والسلامة والإسلام هلال خير و رشد ربي و ربك الله
“Ya Allah … Jadikan rembulan yang baru muncul (hilal) pada kami ini rembulan yang membawakan kedamaian dan semangat iman, rembulan yang membawakan keselamatan dan semangat Islam, rembulan yang membawakan kebaikan dan petunjuk. Tuhanku dan Tuhanmu (wahai rembulan) sama-sama Allah.” (HR. At-Tirmidzi dari shahabat Thalhah bin ‘Ubaidillah radhiyallâhu ‘anh)
Namun, luapan kegembiraan tidak berhenti sampai di sana. Berbagai kalimat tahni’ah muncul pula dari lisan-lisan bersih orang-orang shalih terdahulu seperti halnya ungkapan indah seorang tâbi’in Yahya bin Abi Katsîr rahimahullâh (w. 129 H.) yang sangat populer:
اللهم سلمنا لرمضان و سلم رمضان لنا و تسلمه منا متقبلا
“Ya Allah … Selamatkan kami untuk bulan ramadhan dan selamatkanlah bulan ramadhan untuk kami … Semoga Engkau menerima amal ibadah kami.” (Riwayat Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ).
Sangatlah indah terasa, suasana dan nuansa ramadhan; Ia bagaikan tempat berlatih mentadrib diri menggapai tazkiyah, markaz yang memberikan ‘izzah dan ghîrah, serta madrasah yang mampu menyemai benih-benih da’wah dan tarbiyah. Benar-benar sejatinya kawah candradimuka yang disiapkan Allah ‘azza wa jalla.
Sebagai ikhtitâm kalam kita, senandung orang yang merindu, sangatlah layak dicamkan:
“Tiada ungkapan yang lebih mulia, yang dapat kita lafalkan saat ramadhan tiba, selain rasa syukur ke hadhirat Allah jalla wa ‘alâ.”
“Ramadhan hadhir bagai hadiah dari Allah untuk orang-orang yang beriman, hadiyyah rabbâniyyah agar bisa membenahi diri menjadi peribadi yang lebih baik.”
Âmîn … yâ Mujîbas sâilîn
______________
✍ Goresan pena ini diadaptasi dari buku saku penulis berjudul: Targhieb Ramadhan 1433 H. yang mengantarkan tulisan kenangan Guru tercinta Ustâdzunal Fâdhil Allâhu yarham KH. Muzayyin Abdul Wahhab bertemakan: Bentangan Ayat-ayat Shiyam***