KAJIAN ZHUHUR MASJID WADHHAH ABDURRAHMAN AL-BAHR PUSDIKLAT DEWAN DA’WAH
KUTAIBAT: Ad-Dînus Samâwy Huwal Islâm Karya Dr. Abdul Azîz bin Abdillâh al-Humaidy (Bagian ke-3)
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Ittihâd ad-Dîn wa at-Ta’addud as-Syarâ’i
Dengan memetik kalam Allah ‘azza wa jalla dalam firmanNya:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepadaNya).” (QS. As-Syûra/ 42: 13)
Allah ‘azza wa jalla telah menentukan agama (ad-dîn) untuk ummat ini sebagaimana Allah menentukannya kepada ummat-ummat terdahulu dengan beberapa karakteristik sebagai berikut:
Pertama; Islam merupakan agama para Nabi, di mana mereka diperintahkan untuk menegakkannya dan dilarang untuk menghidupkan perpecahan dan perselisihan di dalamnya.
Kedua; Tata cara peribadatan (far’iyah, fiqih) setiap para Nabi berbeda, namun pokok ajaran agama adalah sama; mengesakan Allah (tauhîd, al-ikhlâsh) sesuai yang diajarkan para Nabi tersebut.
Beberapa argumen yang mengokohkan dua point tersebut adalah:
1) Kalam Allah ‘azza wa jalla yang menyebutkan:
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap ummat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu ummat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS. Al-Mâidah/ 5: 48).
Imam Qatâdah rahimahullâh menuturkan: “Al-Qur’an merupakan sumber ajaran (syir’ah) dan sunnah merupakan jalan (minhâj).”
2) Hadits Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam yang menuturkan bahwa Nabi bersabda:
“Para Nabi satu sama lainnya merupakan bersaudara dari ibu yang berbeda-beda, namun agama mereka sama.” (HR. Bukhâry dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anh)
Ketiga; Pokok agama itu tidak berubah seiring berubahnya ummat baik tempat atau pun waktu, karena Islam agama seluruh para Nabi.
Untuk menunjukkan betapa para Nabi terdahulu hingga Nabi akhir zaman merupakan sinergi yang saling terkait, lalu Allah ‘azza wa jalla menutupnya dengan Nabi Muhammad shalallâhu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para Nabi dan Rasul (khâtamul anbiyâ wal mursalîn) sebagaimana dikabarkan QS. Al-Ahzâb/ 33: 40). Setelah itu, tidak ada lagi Nabi yang diutus, juga tidak ada lagi kitab suci yang diturunkan.
Hadits Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam menegaskan:
إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلاَ وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ
“Sesungguhnya perumpamaanku dengan perumpamaan para nabi sebelumku adalah seumpama seseorang yang membangun sebuah rumah; di mana ia menjadikan rumah itu indah dan sempurna. Namun terdapat satu sisi dari rumah tersebut yang belum disempurnakan (batu batanya). Sehingga hal ini menjadikan manusia menjadi heran dan bertanya-tanya, mengapa sisi ini tidak disempurnakan? Dan akulah batu bata terakhir itu (yang menyempurnakan bangunannya), dan aku adalah penutup para nabi.” (HR. Bukhari dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anh). Wallâhu a’lam bis shawwâb
_____________
✍ *) In syâ Allâh masih bersambung bagian berikutnya, sebagai kuliah ‘Aqîdah dan Manhaj Madrasah Ghazwul Fikri Pusat Kajian Dewan Da’wah ***