MENYOAL KEMBALI DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Membicarakan pendidikan tidak lepas dari membicarakan dasar dan tujuan pendidikan, karena keduanya merupakan pintu pokok untuk dapat memahami kemana arah suatu pendidikan akan diarahkan. Dalam konteks Indonesia, sudah tentu yang harus dijadikan dasar pendidikan itu adalah falsafah negara, Undang-Undang Dasar 1945 serta ketentuan-ketentuan lainnya sebagai aturan tata pelaksanaannya.
Menentukan dasar pendidikan, menjadi sesuatu yang sangat penting, di mana tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh pandangan hidup (way of life) orang yang mendesainnya. Pandangan hidup itu sangat ditentukan pula oleh kecenderungan-kecenderungan warisan nilai yang ada padanya, baik kecenderungan agama, filsafat maupun pandangan nenek moyang.
Karena itu, setiap negara akan memiliki rancangan yang berbeda, tergantung falsafat negaranya. Demikian pula dengan Islam, sangat ditentukan oleh dasar yang menjadi sumber agamanya yaitu Al-Qur`an dan hadits Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam.
Dasar Pendidikan Islam
Karena yang dibahas di sini adalah dasar pendidikan Islam, maka yang dimaksud adalah dasar yang menjadi pandangan hidup Islam. Berdasarkan Al-Qur`an surat Ali ‘Imrân/ 3: 31, Allah ‘azza wa jalla menegaskan kepada Rasul-Nya: “Katakanlah olehmu (Muhammad), jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku. Pasti Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu dan Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Demikian pula dengan hadits Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Imam Mâlik (Al-Muwaththa’: 899) dari shahabat Katsîr bin ‘Abdillah dari bapaknya dan kakeknya yang menuturkan: “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, di mana selama kalian berpegang kepada kedua perkara itu, kalian tidak akan tersesat; yaitu kitabullah dan sunnah rasulNya.”
Dua sumber teologis ini, cukup menjadi pijakan sebagai dasar pendidikan Islam, di mana dari keduanyalah dapat ditemukan definisi-definisi pendidikan; baik bersifat penumbuhan dan pengembangan potensi peserta didik (tarbiyah), pengajaran (ta’lîm) meliputi pengkajian ulang (tadrîs) dan pensucian jiwa (tazkiyah), penanaman etika dan moral (ta’dîb) serta membersihkan noda atau kotoran jiwa (tahdzîb). (Lihat: Dedeng Rosidin, Akar-akar Pendidikan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, 2003)
Apabila dikaitkan dengan pendidikan di Indonesia, sebagaimana disebutkan Jusuf Amir Feisal (Guru Besar Pendidikan UPI Bandung), bahwa dasar pendidikan Islam di Indonesia terdiri dari Al-Qur`an dan al-Sunnah (sebagai hukum tertulis), hukum yang tidak tertulis, serta hasil pemikiran manusia tentang hukum-hukum tersebut, antara lain Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta ketentuan pelaksanaannya. (Lihat: Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, 1995: hlm. 118)
Menarik untuk dicermati, apa yang menjadi kegundahan Prof. Ahmad Tafsir. Menurutnya, Pancasila sebagai dasar pendidikan Indonesia, terbukti belum mampu diturunkan secara 100% ke dalam undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20 tahun 2003). Menurut temuannya, di dalamnya ada cacat yang cukup serius, di mana core Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” belum dapat diturunkan secara sempurna, sehingga “keimanan dan ketaqwaan” belum menjadi core sistem Pendidikan Nasional. (Lihat: Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, 2008: hlm. 45-46)
Dalam konteks Indonesia, Pancasila sebagai falsafah negara cukup memberi jawaban bagi masyarakatnya apabila dijabarkan dengan baik dan dijalankan secara konsisten. Namun tentu saja tidak serta-merta dianggap sakti, di samping merupakan hasil pikiran manusia biasa dan bukan wahyu Tuhan.
Tujuan Pendidikan Islam
Banyak pandangan dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam; misalnya Syed Naquib al-Attas menghendaki tujuan pendidikan Islam itu menjadi “manusia yang baik.” (Lihat: Kemas Badruddin, Filsafat Pendidikan Islam; Analisis Pemikiran Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas, 2007: 40).
Sementara Ahmad D. Marimba berpendapat “orang yang berkepribadian muslim.” Sedangkan Al-Abrasyi menghendaki “manusia berakhlaq mulia.” Adapun Munir Mursyi berpendapat “manusia sempurna.” Dan Abdul Fattah Jalal “terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.” Ahmad Watik Pratiknya menyebutkan “menjadikan anak didik menjadi manusia lengkap.” (Lihat: Identifikasi Masalah Pendidikan Agama Islam di Indonesia, 1991: hlm. 99)
Sementara itu, Ahmad Tafsir menyimpulkannya bahwa tujuan pendidikan Islam itu adalah melahirkan “manusia terbaik.” (Lihat: Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, 2007: hlm. 46)
Yang jelas, menurut Jusuf Amir Feisal (1995: 118-119) bahwa pendidikan Islam yang sudah berjalan (pesantren, sekolah Islam dan lain-lain) perlu terus dilakukan kaji ulang, perlu dimunculkan tujuan strategi pendidikan Islam, yaitu tujuan menciptakan manusia beriman yang meyakini suatu kebenaran dan berusaha membuktikan kebenaran tersebut melalui akal, rasa, feeling dan kemampuan untuk melaksanakannya melalui amal yang tepat dan benar. Pendidikan tidak hanya mengajarkan atau transformasi ilmu, keterampilan, budaya dan agama, juga harus berorientasi masa yang akan datang (futuristik).
Maka menurutnya, usaha pendidikan Islam diproyeksikan pada hal-hal berikut ini:
a. Pembinaan ketaqwaan dan akhlaqul karimah yang dijabarkan dalam pembinaan kompetensi enam aspek keimanan, lima aspek keislaman dan multi aspek keihsanan.
b. Mempertinggi kecerdasan dan kemampuan anak didik.
c. Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta manfaat dan aplikasinya.
d. Meningkatkan kualitas hidup.
e. Memelihara, mengembangkan, meningkatkan kebudayaan dan lingkungan.
f. Memperluas pandangan hidup sebagai manusia yang komunikatif terhadap keluarganya, masyarakatnya, bangsanya, sesama manusia, dan makhluq lainnya. Nûn wal qalami wa mâ yasthurûna
_____
Penulis adalah: Anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam (Komisi ‘Aqiedah), Anggota Fatwa MIUMI Pusat (Perwakilan Jawa Barat), Wakil Sekretaris KDK MUI Pusat, Ketua Bidang Ghazwul Fikri & Harakah Haddâmah Pusat Kajian Dewan Da’wah dan Ketua Prodi KPI STAI Persatuan Islam Jakarta.