Jumat, Desember 6MAU INSTITUTE
Shadow

TAUJÎH TARBAWI KAMPUS PERJUANGAN DAKWAH (Segenggam Harap Dari Webinar ke-1 STAI PERSIS Jakarta)

TAUJÎH TARBAWI KAMPUS PERJUANGAN DAKWAH (Segenggam Harap Dari Webinar ke-1 STAI PERSIS Jakarta)
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien

Sebagai lembaga Pendidikan Tinggi, hadirnya STAI PERSIS Jakarta di tengah-tengah Ibu Kota menjadi harapan baru dalam melengkapi kehidupan intelektual di ranah metropolitan. Bukan sekedar menunjukkan adanya kesadaran terhadap ilmu secara umum pada setiap anak bangsa, melainkan adanya keinginan keras dari para aktivis pendidikan dan dakwah dalam mewujudkan masyarakat pembelajar yang menginginkan kepahaman terhadap agamanya.

Sebagaimana termaktub dalam program jihad jam’iyah (QA Bab II Pasal 6 ayat 1, 2 dan 3) bahwa program tersebut mencakup: “Pertama; Mengembangkan dan memberdayakan potensi jam’iyah demi terwujudnya jam’iyah Persis sebagai shûratun mushaghgharatun ‘anil Islâm wa hikmatuhul asmâ. Kedua; Meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam bagi anggota Persis khususnya dan ummat Islam pada umumnya sehingga terwujud barisan ulama, zu’ama, ashhâbun dan hawariyyûn Islam yang senantiasa iltizâm terhadap Allah subhânahu wa ta’âla. Ketiga; Meningkatkan kesadaran dan pemberdayaan anggota Persis khususnya dan ummat Islam pada umumnya dalam bermu’amalah secara jama’i dalam setiap aspek kehidupan.”

Adapun visi dan misi pendidikan jam’iyah ini adalah sebagaimana dalam Pedoman Sistem Pendidikan Persis Bab II Pasal 2 dan Pasal 3 sebagai berikut: “Visi pendidikan Persis adalah terwujudnya manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.” Sedangkan misi pendidikannya adalah: “Misi pendidikan Persis adalah pemanusiaan insân ulul albâb selaku Muslim kâffah dan tafaqquh fiddîn.”

Untuk mendukung cita-cita mulia tersebut, Civitas Akademika memulai aktivitasnya dengan menggelar halaqah-halaqah ‘ilmiyah sebagai penyangga programnya. Di antara langkah awwal yang bisa dilakukan adalah mengambil faidah (istifâdah) terlebih dahulu dari para pegiat dakwah yang berkompeten di bidangnya untuk diambil ilmunya.

Halaqah pertama diselenggarakan dalam bentuk Webinar ke-1 dengan menghadirkan seorang praktisi turâts Al-Ustâdz Farid Ahmad Okbah hafizhahullâh (Direktur Al-Islam dan Inisiator Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia/ MIUMI), Dr. KH. Jeje Zaenuddin, M.Ag. (Waketum PP. PERSIS dan Ketua STAI PERSIS Jakarta) dan H. Teten Romly Qomaruddien, MA. (Ketua Bidang Ghazwul Fikri Pusat Kajian Dewan Da’wah dan Wakil Sekretaris KDK-MUI Pusat).

Beberapa hal penting yang dapat direnungkan untuk dilanjutkan sebagai pijakan gerakan pembelajaran adalah:

1. Sebuah lembaga akademik bisa menjadi besar ditentukan oleh sejauhmana para praktisi di dalamnya memaksimalkan potensi fikir yang mampu membaca masa depan, karena ciri kekuatan akal paling tinggi (al-‘aqlur râqi) adalah akal yang dimiliki oleh orang-orang yang senantiasa memahami persoalan masa depan.

2. Ada dua kekuatan yang saling sinergi, satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Apabila keduanya dapat bersatu padu, maka akan kuatlah bangunannya; Yakni dukungan kekuatan ilmu (quwwatul ‘ilmi) dan dukungan kekuatan amal (quwwatul ‘amal).

3. Lembaga pendidikan bermutu tinggi, adalah lembaga pendidikan yang bukan hanya mengedepankan kepentingan duniawi (hâjat dunyâwiyyât), melainkan membangun sosok manusia beradab yang mengedepankan prinsip-prinsip ketuhanan (rabbâniyah) sebagaimana tercermin dalam akar pendidikan itu sendiri, yakni tarbiyah dengan berbagai varian maknanya (di antara maknanya: menjadikan manusia mengenal Rabb-nya, memelihara dan mengembangkan).

4. Untuk mewujudkan kader-kader rabbani itu, tidak dapat dilepaskan dari proses pendidikan yang mengarah pada kemunculan generasi harapan yang memiliki karakteristik orang-orang berilmu (‘ulamâ), orang-orang bijak (hukamâ) dan orang-orang yang memelihara kesantunan (hulamâ).

5. Lembaga pendidikan yang selamat, adalah lembaga pendidikan yang menjunjung tinggi tauhîdullâh. Oleh karena itu, tujuan pendidikan yang telah menjadi rumusan para cerdik pandai, tokoh panutan ummat wajib menjadi bahan perhatian.

Adapun rumusan-rumusan tujuan pendidikan yang dimaksud, adalah sebagai berikut: Mengajarkan manusia untuk senantiasa melepaskan penyembahan sesama makhluq menuju penyembahan Allah ‘azza wa jalla semata, mengajarkan manusia untuk keluar dari gelapnya kebodohan menuju cahaya hidayahNya, mengajarkan manusia untuk beralih dari sesatnya ajaran-ajaran (zhulmil adyân) menuju ajaran agama yang sebenarnya (ad-dînul Islâmiy) dan mengajarkan manusia untuk beralih dari sempitnya memandang dunia menuju keluasannya.

Benar apa yang dipaparkan tokoh PENDIS Allâhu yarham Dr. Mohammad Natsir: “Pendidikan sangat ditentukan oleh tujuannya”. Dengan berpijak pada QS. Ad-Dzâriyat/ 51 ayat 56: “Wa mâ khalaqtul jinna wal insa illâ liya’budûni; Tidaklah Aku ciptakan bangsa jin dan manusia melainkan untuk beribadah padaKu”. Dari sinilah muncul istilah pendidikan yang sangat bernas, yang kita kenal dengan “Pendidikan berteraskan Tauhid”.

Dengan kembalinya rumusan pendidikan ummat ke pangkuan agamanya, tentu sangat diharapkan dapat merubah paradigma para penuntut ilmu dalam menjalankan misi pembelajarannya. Maka, apa yang dikhawatirkan banyak kalangan, kegundahan akan hasil sebuah proses pendidikan bisa terjawab dengan baik.

Meminjam nashihat tokoh nasional Allâhu yarham KH. Hasyim Muzadi di hadapan para tokoh ulama: “Hari ini tidak kurang orang pinter, yang kurang adalah orang bener. Membuat pinter anak yang sudah bener itu, lebih mudah dari pada membuat anak yang sudah kadung pinter tapi belum bener. Hari ini banyak ilmu yang manfaat, tapi banyak ilmu yang mubadzir; ilmunya tinggi tapi tidak terasa gunanya di mana? … Ada orang punya ilmu, tapi dia berbuat jahat; banyak Hakim diadili, ada Jaksa koq dituntut, ada Polisi koq disidik, lho ada Hansip itu ditangkap, ada Satpam diamankan. Pasti bukan karena ilmu, tapi karena mas’uliyatul ‘ilmi.”

Semoga goresan pena ini menjadi segenggam harap dan kerinduan mendalam akan lahirnya pelajar-pelajar Muslim yang bukan hanya sekedar menunaikan aktivitas belajar sebagai penggugur kewajiban, melainkan memiliki tanggung jawab ilmu yang besar (mas’ûliyatul ‘ilmi) untuk diujikan dalam kancah kehidupan. Allâhumma aghninâ bil ‘ilmi wa zayyinnâ bil hilmi wa akrimnâ bit taqwâ wa jammilnâ bil ‘âfiyat
____

Penulis adalah: Ketua Prodi KPI-STAI PERSIS Jakarta, Anggota DH PP Persatuan Islam (Komisi ‘Aqîdah), Anggota Fatwa MIUMI (Perwakilan Jawa Barat), Wakil Sekretaris KDK-MUI Pusat dan Ketua Bidang Ghazwul Fikri Pusat Kajian Dewan Da’wah

Print Friendly, PDF & Email

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!