JANTUNG NEGERI SYAM DAN KLAIM “BUMI YANG DIJANJIKAN TUHAN”
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien

Tidak ada yang menyangsikan, bahwa negeri Syam adalah negeri keberkahan yang ada di muka bumi. Kebaikan negeri ini menjadi simbol kebaikan penduduk bumi, keburukan negeri ini menjadi simbol keburukan penduduk bumi pula.
Negeri yang meliputi Palestina, Syria, Libanon dan Yordania dikenal sebagai bumi para nabi [diyaarun nabiyyiin], tempat berkumpulnya orang-orang mulia dan ahli ilmu [markazul fudhalaa was shaalihiin], tempat berkumpulnya manusia di akhir zaman [maudhi’ul hasyr], negeri pertahanan [bilaadur ribaath], dan kiblat pertama kaum Muslimin [maudhi’ul qiblat].
Demikian Syaikh Shalih al-Munajjid memaparkan dalam kutaibatnya Thuubaa Lis Syaam.
Menurut para ahli Tafsir, inilah makna “Alladzii baaraknaa haulahu; negeri-negeri seputar Baitul Maqdis yang diberkati.” [QS. Al-Isra’/ 17: 1] yang di dalamnya ada Al-Aqsha tempat batas isra’ dan titik tolaknya mi’raj Nabi ke sidratul muntahaa, baik secara ruuh dan jasad dengan berkendaraan buraq. Beberapa riwayat tentang hal ini bisa dilihat dalam kitab Al-Isra’ wal Mi’raaj karya Imam Jalaluddin As-Suyuthy dan Ibnu Rajab al-Hanbaly.
“Thuubaa lis syaam”, berbahagialah negeri Syam … Itulah ungkapan Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada para shahabatnya. Ketika ditanyakan mengapa demikian doanya? Rasul pun menjawab “Al-malaaikatu baasithuu ajnihatahaa ‘alas syaam; para malaikat senantiasa membentangkan sayapnya di atas negeri Syam.” [HR. Ahmad, Thabrani, Al-Baihaqi dan Ibnu Hibban dari shahabat Zaid bin Tsabit radhiyallaahu ‘anh].
Sejarah membuktikan, Baitul Maqdis sebagai kota yang diberkati; melalui Khalifah ‘Umar bin Khaththab radhiyallaahu ‘anh dengan panglimanya Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallaahu ‘anh berhasil dibebaskan dari cengkeraman Romawi. Zaman Sulthan ‘Imaduddin Zanki dan puteranya Sulthan Nuruddin Mahmud Zanki berhasil lepas dari penjajahan Eropa, dan puncaknya pada masa Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mengalahkan pasukan Salib setelah rancangan setengah abad lamanya semenjak zaman Abu Hamid al-Ghazali menuliskan kitab Ihyaa ‘Uluumiddiin-nya.

Ketika Zionist Yahudi dengan tokohnya Theodore Herzel [1897] menyelenggarakan Kongres Zionist Internasional Pertama dan mengajukan keinginannya kepada Sulthan Abdul Hamid II [Khilafah Turki Utsmani] untuk “membeli” sebidang tanah Palestina, namun ditolaknya. Dengan dukungan negara-negara Eropa dan seluruh Yahudi dunia mereka pun mulai menancapkan kuku kotornya di bumi suci Palestina dari zaman ke zaman.
Gerakan perlawanan pun nampak menggeliat; mulai dari PLO, gerakan rakyat intifaadhah, HAMAS, dan gerakan perlawanan lainnya. Tampillah putera-putera terbaik bangsa ini; mulai dari Yasir ‘Arafat, perlawanan ‘Izzuddin al-Qassam, Syaikh Ahmad Yasin, Yahya Ayyasy, Khalid Misy’al, Abdul ‘Aziz ar-Rantisi, sampai Ismail Haniye dan lain-lainnya.
Semua itu menunjukkan bukti kecintaan kaum Muslimin sebagai ikhtiar perjuangannya guna mempertahankan pusaka dan wakaf ummat yang wajib dijaga, yakni bumi Palestina yang di dalamnya ada Baitul Maqdis sebagai jantungnya negeri Syam yang diklaim secara ideologis oleh Yahudi sebagai “Tanah Kan’an yang dijanjikan Tuhan” atau demi mengambil haknya atas kepemilikan “Solomon Temple; Kuil Sulaiman”. Bagaikan tidak mau ketinggalan, kaum Liberal hari ini menggoreng, dan menjajakannya dengan jargon “Satu kota tiga agama” atas nama perdamaian dunia, sehingga tidak jarang di kalangan mereka membenarkan tindakan penjajah Zionist.
Ma’rakah Filisthiin atau perang Palestina, kini telah mengukir sejarah dengan tinta emas para ulamanya, kucuran darah para syuhadanya dan air mata, serta do’a penduduknya. Semuanya menunjukkan betapa negeri Syam benar-benar menjadi pertaruhan negeri akhir zaman di mana Dzat yang Maha gagah dan perkasa akan memperlihatkan tanda-tanda kekuasaanNya setelah mengujinya dengan bentangan perjalanan sejarah dengan waktu yang sangat panjang.
Kalaulah kita tidak mampu berjuang di medan laga, rasa simpatik dan dukungan terhadap segala usaha perjuangan pembebasannya, yang diiringi untaian do’a-do’a terbaik, sudah tentu bisa menjadi amunisi yang tidak kecil nilainya.
Benar, apa yang dituturkan Allaahu yarhamh Dr. Mohammad Natsir, bahwa “Urusan Palestina bukanlah tanggung jawab Ikhwanul Muslimin, HAMAS, Brigade Al-Qassam dan bangsa Palestina semata, melainkan kewajiban seluruh Muslimin di dunia.”

Wahai jantung negeri Syam, engkau adalah kita. Wahai Al-Aqsha, engkau senantiasa ada dalam dada ini … Wahai Palestina, do’a-do’a kami senantiasa menyertaimu kapan pun juga … Allaahumma a’izzal Islaama wal muslimiina fii filisthiin wa bilaadis syaam wa fii buldaanil muslimiina … Aamiin yaa Mujiib … Yaa Qahhaar … Yaa Jabbaar
Penulis adalah: Ketua Bidang Kajian & Ghazwul Fikri Dewan Da’wah dan Anggota Komisi Pengkajian, Penelitian & Pengembangan (PPP) MUI Pusat.