Kamis, April 25MAU INSTITUTE
Shadow

BELAJAR MENDIDIK DARI SEORANG GURU PENUH HIKMAH

BELAJAR MENDIDIK DARI SEORANG GURU PENUH HIKMAH
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien

A. Kisah Qur’aniy itu Penting

Betapa Al-Qur’an itu kaya dengan berbagai tuntunan, tak terkecuali pelajaran penting dari setiap kisah inspiratif yang terkandung di dalamnya. Yakni berbagai kisah yang diharapkan, dapat diambil pelajaran oleh siapa pun yang mau dan mampu menggunakan akal pikirannya. (Lihat: QS. Yusuf/ 12: 111)

Sebagaimana fungsinya, kisah sejarah dalam Al-Qur’an mengandung banyak kegunaan; baik sebagai penjelas [bayaan], sebagai petunjuk [hudan], dan sebagai nasihat [mauw’izhah]. (Lihat: QS. Alu Imran/ 3: 138).

Selain itu, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mewartakan bahwa Al-Qur’an itu bukan sekadar berita masa lampau, melainkan berbicara pula peristiwa hari ini, dan masa yang akan datang, juga menjadi pedoman di antara urusan ummat manusia kapan pun waktunya. (Perhatikan: HR. Ahmad, dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anh)

B. Wajah dan Wijhah Luqmanul Hakim

Sosok Luqmanul Hakim, begitu sangat popular dalam Al-Qur’an. Bukan sekadar dikenal manusia bijak sepanjang sejarah, namanya pun harum semerbak menghiasi butiran-butiran ayat suci, dan namanya disejajarkan dengan para Nabi, juga menjadi nama surat di antara nama-nama surat Al-Qur’an lainnya.

Apabila Nabiyullaah Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim, dan Nuh ‘alaihimus salaam, dan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, juga Al-Anbiyaa secara umum dijadikan nama surat Al-Qur’an sangatlah wajar, karena memang mereka adalah para Nabi. Sementara Luqman, seperti halnya Aalu ‘Imran dan Maryam. Mereka bukanlah Nabi, dan bukan pula seorang Rasul.

Seperti dijelaskan para ahli Tafsir, secara fisik Luqman bukanlah manusia yang memiliki perawakan prima menurut manusia; tinggi, berbadan ideal, hidung mancung, berkulit putih, berambut biasa, dan memiliki bibir tipis. Namun, justeru kebalikan dari itu semua. Artinya, dari sisi rupa [wajah], perawakan Luqman tidak seperti dalam bayangan pada umumnya.

Mengapa diberi gelar Al-Hakim? Di situlah keistimewaannya, dengan sosok dan karakternya [wijhah] yang kuat, Luqman benar-benar tampil menjadi hamba Allah ‘azza wa jalla yang membawa sikap bijak [hikmah] dan membawa pesona yang tak ada tandingnya. Disebut Luqmanul Hakim, mengandung makna Luqman sang pria pemilik jiwa bijak. Dirinya bukan saja memiliki banyak ilmu, melainkan “ilmu di atas ilmu”. Yakni ilmu yang telah terverifikasi yang mampu memancarkan kebajikan dan kebijakan sekaligus.

C. Wasiat-wasiat yang Mencerahkan

Wasiat-wasiat Luqman, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an [QS Luqman/ 31: 12-19], merupakan sembilan wasiat pokok yang mencerahkan [al-washaayaa al-mustanierah]. Di dalamnya mengandung kelengkapan ajaran yang menyeluruh; baik bersifat ‘aqiedah, syari’ah, mu’amalah, akhlaq mulia, dan pentingnya dakwah.

Adapun butiran wasiat yang dimaksud, adalah sebagai berikut:

a. Larangan berbuat sekutu bagi Allah yang Maha esa [amalan syirik]
b. Menjalankan kewajiban berbuat baik kepada orang tua [birrul waalidain]
c. Tidak ada kepatuhan dalam maksiat kepada Allah ‘azza wa jalla
d. Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah yang Maha kuasa [muraaqabatullaah]
e. Senantiasa mendirikan shalat
f. Menunaikan misi suci al-amru bil ma’ruuf wan nahyu ‘anil munkar
g. Memelihara sifat shabar
h. Merawat sifat rendah hati [tawaadhu’]
i. Menjaga sikap laku dan tutur kata

D. Mendulang ‘Ibrah Kisah Mu’tabar

Sungguh, rekam jejak seorang Luqmanul Hakim, benar-benar telah mengantarkan peribadinya menjadi pria sejati; seseorang yang berpegang pada nilai-nilai ketuhanan yang kokoh [rajulun rabbaniyyun], seseorang yang sangat mendasarkan hidupnya pada Tauhiedullah [rajulun muwahhidun]. Sebagai pengayom, Luqman berhasil sukses mewujudkan dirinya menjadi orang tua yang hebat; baik secara biologis [waalidain], atau pun ideologis [abawain]. Semuanya itu, tak dapat dilepaskan dari karakteristik peribadinya yang kuat, sehingga layak disebut sang pemilik nasihat yang membekas [shaahibul mauw’izhah al-muatstsirah]

E. Bercermin Kepada Karakteristik Luqmanul Hakim

Karena semua kita hakikatnya adalah Guru, maka seyogianya bercermin kepada sosok Luqmanul Hakim merupakan perkara yang niscaya. Selain itu, untuk menjadi seorang Guru yang terpateri diri dengan Tauhied, dan tershibghah jiwa dengan jihaad fie sabiilillaah, maka akan tertanam selalu dalam ingatannya bahwa: “Kalaulah ada jihad yang lebih utama selain memanggul senjata di medan laga, mengusir musuh di medan tempur, maka itulah belajar dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat”.

Demikian mulianya orang yang bersiap diri menjadi pendidik dan pengajar, maka nasihat kaum salaf yang shalih yang menempatkan “pengajar” pada peringkat pilihan yang pertama, hendaknya menjadi pertimbangan.

أغد عالما أو متعلما أو مستمعا أو محبا ولا تكن الخامسة فتهلك

“Jadilah engkau yang mampu mengajarkan ilmu, atau yang menuntut ilmu, atau menjadi yang mau mendengarkan ilmu, atau hanya sekadar simpati kepada pengajar dan penuntut ilmu. Janganlah menginginkan yang kelimanya, maka engkau binasa. (Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan At-Thabarani, dari ‘Abdurrahman bin Abi Bakrah radhiyallaahu ‘anh. Menurut catatan multaqa ahlil hadits maktaba.org, riwayat ini ada pertentangan]


✍️ Disampaikan dalam Kajian Dhuha bersama para Guru, managemen, Karyawan, dan Orang Tua Murid di Lingkungan Sekolah Teratai Putih Global Kota Bekasi Jawa Barat.

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!