Sabtu, Mei 18MAU INSTITUTE
Shadow

MANHAJ DAN PRINSIP DAKWAH AYAH AMIN DJAMALUDDIN (Catatan Seorang Anak)

MANHAJ DAN PRINSIP DAKWAH AYAH AMIN DJAMALUDDIN (Catatan Seorang Anak)

A. Pendahuluan

Ketika masih kuliah di Madinah, saya pernah diundang ke pernikahan puteranya Syaikh Ibrahim an-Nughaymsyi di daerah Qasim, Buraydah, Kerajaan Saudi Arabia. Qaddarallaah putera beliau ini adalah teman sekelas saya, sejak SD-SMA di Sekolah Al-Haramain Saudi Academi. Setelah selesai dari acara pernikahan tersebut, malam harinya saya mengikuti acara ramah tamah di sebuah Villa milik keluarga Syaikh Ibrahim. Ternyata acara ramah tamah ini dihadiri oleh para pejabat yang dahulu pernah menduduki jabatan di Kedutaan Saudi Arabia, seperti mantan Dubes Saudi Arabia untuk Indonesia, Dr. Abdurrahman Al-Khayyat dan tokoh-tokoh lainnya.
Ketika mereka mengetahui saya merupakan putera dari seorang M. Amin Djamaludin, harapan mereka hanya satu, agar saya segera pulang dan meneruskan perjuangan ayah. Harapan ini berbeda dengan harapan para asatidz di Indonesia yang menyarankan saya agar jangan pulang sebelum mendapatkan jenjang S3.

Ketika Semester 6 di Universitas Islam Madinah, saat para mahasiswa yang telah masuk kriteria pendaftar S2 bekerja keras untuk bisa lolos S2, saya justru fokus pada pemetaan dakwah ayah. Saya rasa beasiswa yang diberikan selama 16 tahun (SD-S1) sudah cukup untuk saya memulai memikirkan estafeta pengabdian dakwah ini.

Menurut hemat saya, ayah telah membangun dua bidang dakwah yang merepresentasikan dua program Allaahu yarham Mohammad Natsir, yaitu Binaa-an dan Difaa’an. Binaa-an dengan berdirinya Yayasan Islam Al-Qalam Amanah Ummat (YIQ-AU) dan Difaa’an dengan berdirinya LPPI.

B. Dakwah Binaa-an

Pada dakwah binaa-an, ayah dan kawan-kawan mendirikan YIQ-AU, di mana di dalamnya terdapat tiga aset dakwah, yaitu:

Pertama; MTs dan MA Pesantren Al-Qalam Jakarta.
Kedua; MTs Pesantren Al-Qalam di Bima, NTB.
Ketiga; SDIT dan SMPIT Al-Qalam di Depok.

1. Aspek Lokasi

Aspek lokasi Pesantren Al-Qalam Jakarta, terletak di pusat Jakarta, hampir di zona ini setiap tahunnya terjadi penggrebekan narkoba, dalam rapat para Kepala Sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama, salah satu Kepala Sekolah mengatakan Al-Qalam sulit berkembang karena berada di tengah zona hitam. Suara seperti “Amin modal nekad membangun pesantren di zona ini” adalah suara yang sering saya dengar sejak lama.

Sementara MTs Bima berada di zona yang kering dari dakwah, terletak di atas hutan. Ketika saya mengadakan daurah di tempat tersebut dibantu oleh Pemuda PERSIS Bima, masyarakat terlihat antusias membantu menyiapkan makanan dan menyiapkan peserta daurah dari setiap Desa, mereka mengatakan acara dakwah seperti ini hanya ketika saya ke berkunjung ke Bima, mereka mengharapkan setiap tahunnya terus diadakan daurah seperti itu.

Dan yang terakhir, adalah SIT Depok. Sekolah ini berada di zona mayoritas Kristen dan dikelilingi oleh 16-an Gereja. Sekolah ini berhasil berjalan harmonis dengan penduduk setempat tanpa menganggu prinsip agama masing-masing.

Di saat yang lain pesimis terkait lokasi dakwah YIQ-AU, justeru saya merasa optimis. Jika dirunut sanad pemikiran dakwah ayah, akan sampai pada pemikiran dakwah Allah yarham pak Natsir; di mana memprioritaskan dakwah justeru harus pada zona-zona tidak terjamah, atau kering dari dakwah. Pak Natsir tidak mengirim da’i sekelas Ustadz Syuhada dan kader terbaik Dewan Da’wah lainnya ke Masjid-masjid Raya setiap kota, Pak Natsir justeru mengirim para kader terbaiknya ke wilayah yang penuh tantangannya.

2. Aspek Pengkaderan

Pesantren Al-Qalam Jakarta yang dianugerahi keberkahan oleh Allah Ta’ala dengan kesederhanaannya memiliki potensi untuk mencetak kader yang siap berjuang, di manapun dan bagaimanapun kondisi lapangan dakwah. Saya ingat betul bagaimana para santri-santri senior diikutsertakan untuk ikut berkontribusi menghadapi harakah haddaamah, santri yang memiliki minat baca diarahkan untuk membantu meneliti aliran sesat, saya saksi ketika mereka begadang setiap malam di Masjid Al-Ihsan Pasar Rumput untuk meneliti kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah”. Mereka ditugaskan untuk mengumpulkan setiap ayat Al-Qur’an yang terdapat dalam kitab Tadzkirah, lalu memisahkan mana ayat Al-Qur’an dan mana yang bukan Al-Qur’an. Kemudian melampirkan setiap ayat Al-Qur’an yang telah dipisahkan dengan nama surat dan nomor ayatnya. Adapun santri yang memiliki fisik yang kuat sering diajak menghadapi kristenisasi, saya saksikan bagaimana para santri menghadapi pembangunan Gereja yang dibangun tanpa izin warga sekitar, yang mereka bangun dengan cara licik dan diam-diam. Selain itu, santri juga diajak untuk ikut dalam pencarian orang-orang hilang korban NII KW 9 ketika para keluarga korban mengadukan kehilangan anggota keluarganya ke LPPI. Investigasi dan Penggerebekan beberapa kali dilakukan para santri yang ketika itu terdiri dari orang-orang Flores dan Bima yang memiliki tubuh besar dan gagah, postur tubuh ini membuat para penahan korban ketakutan dan patuh pada arahan santri. Para santri ketika itu juga harus membuat makalah ilmiah terkait “aliran menyimpang” di Indonesia sebagai syarat kelulusan di Pesantren Al-Qalam.

Sekolah Islam Terpadu (SIT) Al-Qalam Depok mendapat anugerah dari Allah Ta’ala mendapatkan profesionalitas para SDM. Ini membuat para pendaftar yang notabene dari kalangan menegah ke atas terus mengirim anak-anaknya untuk dididik di sekolah ini. SIT Al-Qalam menjawab tantangan zaman untuk mencetak pribadi-pribadi yang memiliki intelektualitas dan profesionalitas di segala bidang yang ditekuninya tanpa melupakan worldview Islam dalam setiap tindakannya.

Pesantren Al Qalam Bima mendapat anugerah tempat yang luas dan strategis (di atas hutan) untuk mendidik calon-calon da’i siap berdakwah di medan apapun dan di pedalaman. Akan tetapi pesantren ini memiliki keterbatasan, yakni belum memiliki asrama untuk tempat tinggal santri. Insya allah ke depan menjadi prioritas untuk pembangunan asrama.

YIQ-AU juga sempat mendirikan Ma’had Aly yang terkenal dengan sebutan UNPAR (dibaca: Universitas Pasar Rumput), karena letaknya di Masjid Al-Ihsan Pasar Rumput. Dosen yang mengajar di Mahad ‘Aly ini adalah ustadz-ustadz besar seperti, Ustadz ‘Aunur Rofiq Tamhid, Lc., Allah yarham Ustadz Dahlan Bashri Thahiri, Lc, MA., Allah yarham Ustadz Nabhan Husein, Allah yarham Ustadz Syuhada Bahri, Allah yarham ustad Muzayyin Abdul Wahab, Lc., Ustadz Mohammad Hafizh, Ustadz Hayat Setiawan, Ustadz Aam Amiruddin (sekarang sudah Doctor, Percikan Iman), Ustadz Abu Ridho (PK), dan asatidz lainnya. Ma’had ‘Aly ini juga telah menghasilkan karya-karya seperti: “Siapa Abdullah bin Saba?”, “Apa Yang dinamakan Wilayatul Faqih?”, dan yang menghebohkan ketika itu adalah membuat buku yang menjelaskan tasayyu’-nya Quraish Shihab ketika beliau menjadi Menteri Agama, buku itu berjudul: “Syiah dan Quraish Shihab”.

C. Dakwah Difaa’an

Di saat perang secara fisik sudah tidak relevan, perang melalui pemikiran atau ghazwul fikri menjadi langkah yang strategis untuk melemahkan Islam. Menurut Hamka, ghazwul fikri ialah “suatu teknik propaganda hebat melalui segala jalan, baik kasar maupun halus, dari sisi kebudayaan maupun ilmiah, agar cara berpikir dunia Islam berubah dari dasarnya, tanpa menyadari bahwa satu-satunya jalan yang benar supaya Islam maju adalah dengan meninggalkan pemikiran-pemikiran Islam, tetapi tidak lagi meyakini ajaran Islam”.

Untuk bertempur di medan ghazwul fikri ini, ayah dengan arahan Allah yarham Pak Natsir mendirikan lembaga yang khusus memikirkan dakwah difaa’an ini. Maka didirikanlah pada tanggal 5 Februari 1985 M. dengan berbadan hukum atas nama Yayasan Pembela Kemurnian Al-Qur’an dan Sunnah, yang kemudian berganti nama menjadi Yayasan Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam.

Oleh karena pentingnya estafeta dakwah difaa’an, saya pun memulai untuk meneliti pergerakan LPPI ini. Agar tidak keluar dari kerangka ilmiah, saya sajikan dasar penelitian ini dalam bentuk tesis magister Ilmu Hukum di Universitas Islam Jakarta (UID) yang berjudul: “Kontribusi LPPI Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Penodaan Agama Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia”.

Dalam sidang tesis ini, salah satu penguji menanyakan, mengapa LPPI tidak berkontribusi dalam kasus Ahok, Ferdinand dan lain-lain yang viral di masyarakat? Secara spontan saya jawab, bahwa Pertama; LPPI menjadi benteng terakhir umat Islam dalam dakwah difa’an ini. Apabila umat Islam sudah ada yang mengurusinya maka LPPI mencukupkan hal itu. (jawaban ini teringat ketika ayah menghadapi Harun Nasution di Harian Pelita karena tidak ada satupun respon tokoh Islam terhadap tulisan Harun Nasution tentang “pembaruan Islam” waktu itu). Kedua; pernyataan Ahok dan lain-lainnya itu hanya mempunyai pengaruh politik dan tidak mempunyai pengaruh secara agama.
Ketiga; LPPI mempunyai metode dakwah “kitman/ tidak bising” (sesuai arahan Ustadz Abdul Wahid Alwy, MA.).

Alhamdulillaah, jawaban ini diterima oleh para penguji. Kemudian saya jelaskan, sebagian kecil kegiatan LPPI yang awalnya luput dari perhatian mayoritas umat Islam tapi memiliki dampak besar terhadap pelemahan pemikiran umat Islam, kini semakin dapat tersosialisasikan.

1. Menghadapi Ahmadiyah

Perjalanan LPPI dalam menghadapi Ahmadiyah dimulai sejak 1988, mulai dari menerima tantangan mubaahalah dari pimpinan Ahmadiyah Syafi’ R. Batuah pada tahun 1988. Setahun setelah diadakannya mubahalah Syafi’ R. Batuah wafat. LPPI mengadakan seminar nasional di masjid-masjid besar seperti Istiqlal. Hingga melakukan dialog di media seperti TV ONE ,
LPPI juga berjuang melalui jalur konstitusional yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pada tahun 2003 mengirim surat resmi kepada Menteri Kehakiman dan HAM RI, agar mencabut surat pendaftaran Ahmadiyah Indonesia tahun 1953, alasan permohonan ini karena surat pendaftaran inilah yang selalu dijadikan dasar hukum oleh pihak Ahmadiyah untuk mengembangkan ajarannya yang menyimpang di Indonesia. Pada 14 maret 2003, Departemen Kehakiman dan Ham RI merespon surat tersebut dengan adanya surat jawaban perihal: Memorandum untuk menteri kehakiman dan HAM RI dari Direktorat Administrasi dan Hukum Umum.

b. Pada tahun 2005, berkoordinasi dengan TIM Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM), yang terdiri dari berbagai unsur, yaitu Kejaksaan Agung, Badan Intelejen Negara (BIN), Mabes TNI, Mabes POLRI, Departemen Dalam Negeri, Departmen Luar Negeri, Departemen Agama, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta MUI.
Setelah mengadakan rapat kordinasi, dihasilkanlah Rekomendasi Pelarangan dan Pembubaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) serta Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) di Seluruh Wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Pada tahun 2008, LPPI melakukan audiensi dengan Komisi VIII DPR RI dengan menghadirkan argumen dan bukti sebagai dasar pembubaran Ahmadiyah. Audiensi ini menghasilkan catatan bahwa Ahmadiyah sesat dan menyesatkan, sehingga perlu segera dibubarkan. Dan merekomendasikanya untuk dikeluarkan Peraturan Presiden untuk pembubaran organisasi Ahmadiyah dan dinyatakan dilarang selama-lamanya. Serta melakukan pembinaan bagi eks penganut Ahmadiyah oleh MUI beserta Organisasi Kemasyarakatan lainnya.

Akhirnya, pada tanggal Juni 2008, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI dengan Nomor: 3 Tahun 2008, Nomor: KEP-033/A/JA/6/2008, dan Nomor: 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan warga masyarakat.

Setelah SKB terbit beberapa daerah di Indonesia, para Kepala Daerah mulai mengeluarkan Keputusan dan Peraturan tentang keberadaan Jemaat Ahmadiyah di wilayahnya masing-masing.

d. 7 Maret 2011, melihat polemik tentang Ahmadiyah mencuat di masyarakat membuat Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ahli/ Pakar tentang Ahmadiyah, yaitu: Prof. Dr Atho Mudzhar (Kementrian Agama RI) dan M. Amin Djamaludiin (Direktur LPPI) dengan Agenda Rapat: “Mendalami Tentang Keberadaan Ahmadiyah di Indonesia”. Pada RDPU ini Amin menguliti kesesatan Ahmadiyah disertai dengan referensi primer yang ia bawa.

2. Menghadapi Al-Qiyadah al-Islamiyah

Berawal dari informasi masyarakat yang datang ke kantor LPPI untuk mengadukan bahwa terjadi keanehan terhadap suaminya setelah mengikuti suatu pengajian. Setelah mengikuti pengajian selama 3 bulan sang suami mengatakan bahwa shalat, puasa dan haji tidak wajib. Dari penjelasan wanita tersebut kemudian Amin meminta kepada wanita tersebut untuk menghadirkan copian buku-buku yang berasal dari pengajian sang suami agar bisa diteliti dan dikaji oleh Tim LPPI.
Setelah mendapatkan copian buku-buku tersebut kemudian dilakukanlah penelitian dan pengkajian. Hasil penelitian dan pengkajian LPPI menyimpulkan bahwa ditemukan banyak kesesatan yang terdapat dari copian buku-buku tersebut. tapi karena bahan penelitian tidak dalam referensi yang berbentuk asli maka LPPI melakukan klarifikasi langsung ke pihak Al-Qiyadah al-Islamiyah tentang keaslian ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah yang LPPI temukan dari buku copian. Maka pada tanggal 17 September 2007 perwakilan Al-Qiyadah al-Islamiyah mendatangi LPPI untuk melakukan klarifikasi. Pada pertemuan tersebut pihak Al-Qiyadah mengkonfirmasi keaslian buku tersebut (bukti audio dan video) . Setelah mendapat konfirmasi langsung dari pihak Al-Qiyadah al-Islamiyah, hasil penelitian ini kemudian disebarluaskan oleh LPPI agar umat Islam tidak terpengaruh terhadap ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah ini. Hasil Penelitian ini juga menjadi bahan Komisi Pengkajian MUI dan diteruskan oleh Komisi Fatwa sehingga keluar fatwa MUI tentang kesesatan ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah No: 04 Tahun 2007 pada tanggal 03 Oktober 2007 .

Melihat hasil penelitian dan pengkajian LPPI di media dan Fatwa MUI, membuat petinggi Al-Qiyadah al-Islamiyah menghubungi Ketua LPPI Amin Djamaludin dan mengungkapkan keinginan Ahmad Mushaddeq untuk bertemu dengan Amin Djamaludin, “Pak Amin, rasul kami ingin bertemu pak Amin”, ucap sahabat Ahmad Mushaddeq kepada Amin melalui telpon seluler, mengetahui niat Ahmad Mushaddeq tersebut, Amin pun memanfaatkan kesempatan dengan mengajukan syarat, “Silahkan tapi dengan syarat, saya ingin memiliki buku-buku asli Al-Qiyadah al-Islamiyah”, itulah syarat yang diajukan oleh Amin. Setelah diberikan syarat tersebut, pria yang mengaku sebagai sahabat sang “rasul” pun meminta waktu untuk merundingkannya dengan sang rasul, “Baik Pak Amin, saya akan rundingkan dahulu dengan rasul kami”. Setelah sejam berlalu akhirnya Amin mendapatkan jawaban dari sang sahabat rasul. “Pak Amin, rasul kami bersedia memberikan buku-buku aslinya asalkan Pak Amin mau menerima kami di kantor LPPI”. Mendengar jawaban tersebut, Amin pun mempersilahkan Tim dari Al-Qiyadah al-Islamiyah untuk datang ke kantor LPPI pada hari sabtu tanggal 7 Oktober 2007.
Kedatangan Ahmad Mushaddeq dan rombongan ke LPPI disambut langsung oleh Ketua dan Para Pengurus LPPI. Setelah mendakwahi pengurus LPPI tentang kerasulan Ahmad mushaddeq, buku-buku asli yang dijadikan syarat oleh Amin Djamaluddin dipenuhi dan diberikan langsung oleh Ahmad Mushaddeq kepada Amin Djamaluddin.
Setelah mendapatkan data-data primer yang asli tentang ajaran aliran Al-Qiyadah al-Islamiyah, LPPI segera melaporkan kesesatan Al-Qiyadah al-Islamiyah dengan bukti data-data tersebut. Di persidangan Ahmad Mushaddeq mengatakan kepada Hakim bahwa Amin Djamaludin telah mencuri buku-buku tersebut. Mendengar perkataan itu Amin pun menunjukkan kepada Hakim foto-foto asli kedatangan Ahmad Mushaddeq ke kantor LPPI dan ditegaskan dengan suatu foto yang menggambarkan Ahmad Mushaddeq sedang bersalaman seraya memberikan buku-buku asli tersebut secara lansgsung kepada Amin Djamaludin.
Dari laporan LPPI tersebut keluarlah Keputusan Kejaksaan Agung Republik Indonesia NOMOR: Kep-116/A/J.A/11/2007 Tentang Larangan Kegiatan Aliran dan Ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah di Seluruh Indonesia.

3. Menghadapi Gafatar

Gafatar adalah nama baru dari Al-Qiyadah al-Islamiyah dan Millah Abraham. Setelah Ahmad Mushaddeq menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada oktober 2007 dan dijatuhkan vonis 4 tahun penjara pada April 2008. Para pengikut Al-Qiyadah al-Islamiyah merubah nama kelompok mereka menjadi Millah Abraham tanpa merubah atau merevisi ajarannya. Dengan demikian, mereka tetap bisa bergerak dan mengembangkan fahamnya di seluruh Indonesia.
Setelah Gafatar berkembang, LPPI melakukan kerjasama dengan MUI, TIM PAKEM Kejaksaan dan ormas lainnya agar mewaspadai perkembangan Gafatar yang merupakan metamorfosis dari ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah. Kemudian melakukan sosialisasi tentang ajaran Gafatar melalui media.
Dari hasil sosialisasi melalui media ini membuat petinggi Gafatar Jawa Barat yang diwakili Ir. Laode Arsam sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gafatar Jawa Barat mendatangi kantor LPPI pada hari Senen 11 juni 2012. Maksud kedatangan petinggi Gafatar ini untuk memprotes dan marah atas terbitnya berita yang telah dimuat oleh Harian Pagi Radar Depok yang meberitakan tentang ajaran Gafatar yang sumber beritanya hasil wawancara dengan LPPI.
Kemarahan yang diluapkan kepada Amin tidak dibantah sedikitpun oleh Amin. Setelah kemarahan La Ode mereda, maka Amin mengambil buku-buku asli tulisan Ahmad Mushaddeq dan Mahful Muis Hawari yang menjabat sebagai Ketua Umum Gafatar.
Setelah memperlihatkan buku-buku asli mereka, Amin meminta klarifikasi kesesatan ajaran mereka yang bersumber dari buku-buku asli yang ditulis oleh “rasul” dan Ketua Umum mereka. Amin juga memperlihatkan rencana mereka disertai dengan data seluruh struktur pengurus Gafatar dan nomor urut bai’at mereka kepada Ahmad Mushaddeq.
Setelah Amin jelaskan kesesatan mereka dengan menggunakan data primer dan valid, para petinggi Gafatar akhirnya melunak dan mengatakan “Pak Amin ini orangtua kita, tempat kita bertanya berbagai masalah agama” sambil memegang bahu Amin, kemudian setelah itu mereka pun pulang.
Dari data primer yang dimiliki Amin, Amin yang juga anggota Tim Pakem Kejaksaan dari unsur MUI mengusulkan agar Tim Pakem Kejaksaan mengeluarkan surat rekomendasi pelarangan Gafatar. Maka pada tanggal 21 Januari 2016 keluarlah lima rekomendasi Tim Pakem untuk MUI Pusat, yang berisi permohonan kepada MUI pusat untuk segera menerbitkan fatwa terkait Gafatar.
Setelah berkordinasi dengan Tim Pakem, Amin yang juga terdaftar sebagai anggota pengkajian MUI Pusat atas kesepakatan Ketua dan seluruh anggota Komisi Pengkajian MUI merekomendasikan kepada Komisi Fatwa MUI untuk membuat Fatwa sesat terhadap ajaran Gafatar. Dan pada Tanggal 03 februari 2016 keluarlah fatwa MUI tentang kesesatan Gafatar. Atas dasar fatwa MUI ini, terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri tentang pelarangan Gafatar di seluruh Indonesia pada tanggal 03 maret 2016 .

4. Menghadapi Kelompok Syurga Eden Cirebon

Peran LPPI dalam menghadapi aliran sesat ini berawal dari kedatangan ketua ormas GARIS (Gerakan Reformis Islam) Jawa Barat Suryana Nur Fatwa dan beberapa anggotanya ke kantor LPPI pada tanggal 4 Januari 2010. Ketua GARIS dan rombongannya meminta petunjuk kepada LPPI tentang cara untuk menghadapi aliran Syurga Eden ini, karena ada pengikut aliran Syurga Eden yang melaporkan kepada GARIS bahwa setelah mengikuti aliran Syurga Eden dia dilarang berhubungan intim selama 6 bulan dengan istri yang baru saja dinikahinya, dan ternyata “tuhan” Tantowi-lah yang selalu menyetubuhi istri sahnya tersebut. Setelah sadar atas penyimpangan aliran ini para pengikut ini akhirnya melaporkan pelecehan seksual yang dilakukan Ahmad Tantowi terhadap istrinya kepada ormas GARIS.
Setelah mendengar laporan dan permintaan Ketua GARIS, LPPI menjajikan akan melakukan investigasi ke lapangan pada hari Ahad, 10 Januari 2010 dan bertemu di Islamic Center Cirebon.
Dalam pertemuan tersebut, khawatir penindakan dilakukan diluar jalur konstitusional terjadi setelah dilakukan investigasi, Amin selaku Direktur LPPI mengarahkan kepada seluruh anggota GARIS Jawa Barat dan masyarakat agar tidak bertindak anarkis, dan mengarahkan agar investigasi dan penindakan melalui jalur konstitusional yaitu dengan melaporkannya ke POLDA Jawa Barat. Maka pada hari selasa, 12 Januari 2010 ketua GARIS melaporkan kesesatan aliran Syurga Eden ini kepada POLDA Jawa Barat. Setelah mendapatkan laporan, POLDA Jawa Barat mengadakan investigasi ke sebuah rumah yang dijadikan sebagai markas Syurga Eden tersebut.
Setelah melakukan pengintaian, akhirnya aparat Kepolisian dari POLDA Jawa Barat bersama puluhan anggota ormas Islam setempat menggerebek markas Syurga Eden, di Desa pamengkang, Cirebon, Jawa Barat. Akhirnya pada hari Kamis, 14 Januari 2010 pukul 05:00 dinihari, “tuhan” palsu, malaikat palsu dan seluruh bidadari berhasil ditangkap.
Setelah mendapatkan bukti-bukti hasil sitaan, pihak POLDA meminta kerjasama LPPI untuk meneliti bukti-bukti yang telah disita dan memohon agar Amin bersedia menjadi Saksi Ahli, setelah mendapatkan hasil penelitian LPPI, pihak kepolisian dari POLDA Jawa Barat mengatakan, bahwa ketiga tersangka berdasar hasil penyidikan bisa dijerat dengan pasal 156 KUHP tentang penodaan Agama dan pasal 285 KUHP tentang melakukan persetubuhan secara paksa.

5. Menjadi Saksi Ahli MUI Ketika Undang-Undang No 1/PNPS/1965 Digugat

Setelah invasi pemikiran terus dicounter oleh umat Islam, kali ini invasi serangan ditujukan kepada dasar hukum yang sering digunakan Umat Islam sebagai peluru menghadapi aliran sesat melalui jalur konstitusional.
Pada tahun 2010, Gus Dur ikut bersikap soal pasal penodaan agama. Ia pernah mengajukan uji materi terhadap UU Nomor 1 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama, bersama Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq. Gus Dur menilai UU itu tidak sesuai dengan Pancasila dan cenderung disalahfungsikan sebagai senjata politik. Selain dianggap tidak perlu karena mengganggu kebebasan berpendapat, UU ini juga sudah banyak memakan korban.
Kemudian, pada tahun 2017 jemaah Ahmadiyah juga mengajukan gugatan, mempermasalahkan ketidakjelasan Pasal 1, 2 dan 3 dalam UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama juncto UU Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang.
Pihak Ahmadiyah mengatakan, Ketidakjelasan soal pasal penodaan agama tersebut mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum yang adil serta munculnya ragam penafsiran. Sembilan Jemaah Ahmadiyah yang mengajukan gugatan itu juga menilai hak konstitusionalnya terlanggar. Sebab, tiga pasal itu menjadi dasar penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri.
Pada dua sidang gugatan ini Amin Djamaludin menjadi Saksi Ahli mewakili MUI Pusat pada sidang 2010 dan mewakili Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia pada sidang 2017. Di hadapan Hakim, Amin mengatakan bahwa dengan undang-undang a-quo ini, aparat bisa mengamankan pelaku penodaan agama dari amukan masa, karena jika undang-undang a-quo dicabut akan menimbulkan potensi Vigilante Justice (pengadilan main hakim sendiri). argumen ini lahir dari bukti empiris yang dirasakan Amin selama berjuang menghadapi aliran sesat, dan pasal a-quo ini terbukti ampuh mengalihkan amuk masa kepada jalur konstitusional .
Pada akhirnya, permohonan Gusdur pada tahun 2010 ditolak oleh Mahkamah Konstitusi yang saat itu dipimpin Mahfud MD. Begitu juga permohonan Ahmadiyah pada tahun 2017 ditolak oleh Mahkamah Konstitusi yang saat itu dipimpin oleh Arief Hidayat.

Para penguji tesis saya pun berterimaksih karena saya telah memperkenalkan LPPI, sebuah lembaga yang tidak terlihat tapi memiliki dampak yang baik bagi umat Islam. Dari tesis ini akan jadi bahan dasar saya menulis yang lebih luas lagi dalam bentuk buku tentang argumen dan pergerakan LPPI ke depan.

Saya juga berterimaksih kepada Ustadz Teten Romly Qomaruddien (Anggota Komisi ‘Aqidah Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam, Ketua Bidang Kajian dan Ghazwul Fikri Dewan Da’wah, serta Anggota KP3 MUI Pusat), ketika beliau mengisi pengajian di PW. PERSIS Jakarta. Saya memiliki kehormatan karena diminta beliau untuk mengantarkan beliau ke Kramat Raya 45 (Markaz Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia), setalah saya antarkan, sebelum saya pamit untuk pulang saya diajak makan oleh beliau di depan Dewan Da’wah, dalam hati saya untuk mengambil sanad perjuangan ayah hubungan biologis hanya berguna 10%, selebihnya 90% lagi perlu untuk mengambil ijaazah dari kader ideologis ayah, saya rasa Ustadz Teten inilah orang yang tepat, di antara obrolan dengan beliau, yang selalu saya ingat adalah arahan beliau untuk mengambil jurusan hukum di Universitas yang berada di sekitaran Jakarta, alasan mengambil jurusan hukum adalah karena LPPI perlu banyak menggunakan langkah hukum dalam pergerakan dakwahnya, di samping riset ilmiah. Saya pun mendaftar di Magister Ilmu Hukum di Universitas Islam Jakarta (UIJ).

Selain itu LPPI juga dipersiapkan sebagai lembaga think tank yang bertugas memikirkan perkembangan aset dakwah dan penempatan kader ke depan. Di sinilah rapat strategis membahas penempatan para kader yang disesuaikan dengan potensi yang dikuasainya. Beberapa masjid YIQ-AU siap untuk dijadikan sebagai markas perjuangan para kader. Salah satu program ke depan dan sedang berjalan sebagai langkah awal adalah menghidupkan 100 Rumah Qur’an di wilayah Jabodetabek dan sebagian wilayah di Bima, di titik yang kering dari kegiatan dakwah.
Dari analisa saya ini, saya pastikan bahwa manhaj dakwah ayah sesuai dengan ruh dakwah Allaahu yarham Mohammad Natsir yang menjadikan tiga pilar sebagai basis dakwah dan pergerakan beliau, yaitu : masjid, kampus dan pesantren. Dari basis pergerakan ini akan lahir gerakan binaa-an dan difaa’an sebagai aktualisasi dari “berpolitik melalui jalur dakwah” dan menyerahkan urusan “berdakwah melalui jalur politik” pada partai yang dipercaya oleh ummat.

Dalam merintis pergerakan ini, ayah sudah menjadi teladan bagaimana seorang pejuang dakwah ketika berdakwah. Walapun bagi kami, ayah telah mengorbankan dunia, bahkan keluarga. Tapi dari pendidikan ayah inilah melahirkan anak-anak yang kuat dan mandiri. Bagi ayah setiap detik, hidup itu untuk dakwah. Hanya dua hal yang bisa mengistirahatkan ayah; pertama sakit yang bahkan halusinasi ketika sakitpun, yang ayah katakan hanya seputar dakwah. Sedangkan yang kedua adalah, kematian yang menjemputnya.

Terakhir kali ayah sehat, ketika terjadi pertengkaran ayah dan ibu karena ayah “keukeuh” ingin menerbitkan buku tentang Ahmadiyah yang berjudul provokatif. Ibu memohon kepada ayah untuk tidak membuat hal yang berkaitan dengan hukum. Ibu trauma dengan situasi dan kondisi sekarang yang banyak membidik para asatidzah. Ibu hanya ingin tenang di hari tua. Tapi berbeda dengan ayah. Bagi ayah, tidak ada istilah hari tua dalam berdakwah. Jika Ahmadiyah yang sudah seenaknya menghina Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sudah dikeluarkan SKB 3 Menteri/2008 yang berisi larangan kegiatan bagi jemaat Ahmadiyah bisa bebas melakukan kegiatan mereka. Maka ayah sebagai warga negara yang merdeka, bebas untuk menangkalnya sesuai fakta tentang Ahmadiyah.
Tak lama setelah itu, keluarga meminta ayah untuk istirahat dalam berdakwah dan hanya menunggu laporan dari saya, seperti yang sudah saya lakukan selama tiga tahun ini. Allah pun memberikan sakit untuk ayah, agar ayah beristirahat. Tapi jiwa dakwah ayah belum tenang. Halusinasinya setiap malam adalah seputar dakwah.
Ayah telah memberikan contoh nyata bagaimana seorang kader berjuang di lapangan. Maka mempersiapkan kader yang bermental M. Amin Djamaludin adalah sebuah keniscayaan. Sekarang bagaimana tim dapat menyiapkan sistem yang mengakar kuat, sehingga akan siap tinggi menjulang sampai hari kemenangan tiba, yaitu mati ketika sedang berjuang.

Al-Faqir ilallaah Ibnu Amin Djamaluddin

Print Friendly, PDF & Email

2 Comments

  • Murtiyoso

    Sangat baik dan perlu dibaca untuk pada Dai sebagai pengetahuan yang sangat berguna tentang keberadaan dan kiprah LPPI sebagai benteng dan tonggak perjuangan dakwah Islam di Indonesia. Semoga LPPI menjadi think-thank terdepan yang dipunyai umat Islam.

  • kamalia

    semoga al ustadz Amin ada dalam kasih sayang Allah.. dan perjuangan beliau menjadi jariah.. dan ada Amin Amin lain yg akan meneruskan perjuangan beliau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!