MEMBERSAMAI MU’TAKIFIEN DENGAN KUTAIBAAT DAN DISKUSI HANGAT
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Di antara sekian momentum berharga dalam memaksimalkan babak pekan terakhir Ramadhan adalah “mengkarantina jiwa” dengan amalan ahlul i’tikaaf. Hal ini menjadi sangat penting dilakukan sebagai “relaksasi kejiwaan” dan upaya mengendorkan saraf-saraf kedegilan diri dan kerasnya hati.
Sebenarnya, amalan i’tikaf yang paling pokok tidak lepas dari mengoptimalkan ibadah [baik yang wajib maupun sunnat atau naafilah], menghidupkan dzikrullaah dengan cara-cara yang disunnahkan, mengoptimalkan tilaawatul Qur’aan, dan juga renungan diri di saat yang tepat, di mana mu’takifien biasanya lebih menerima dan rela untuk “menyerahkan jiwa” di hadapan Allah ‘azza wa jalla. Namun demikian, di dalamnya pula dapat dijadikan madrasah dalam rangka menambah ilmu dan wawasan agama khususnya.
Sekalipun ada yang beranggapan, bahwa terlampau sibuk dengan aktivitas di luar amalan pokok dapat menyebabkan kemurnian pelaksanaan i’tikaf tercuri kekhusyuannya. Sebenarnya tidak demikian, kalau saja mampu mengorganisir waktu dengan baik dan terarah.
Karena itu, hadirnya seorang “mentor mu’takifien”, menjadi sangat penting adanya untuk mengisi waktu-waktu berharga yang dapat dijadikan ajang tafaqquh fid dien. Yaitu waktu bakda ‘isya jelang shalat tarawih, waktu bakda shalat shubuh, dan waktu bakda ‘ashar jelang berbuka shaum.
Dengan mengucapkan rasa syukur yang teramat dalam, diri ini sering diingatkan oleh para Guru. “Akhi … Coba biasakan setiap Ramadhan, atau minimalnya setiap “al-‘asyrul awaakhir”, antum temani mereka orang-orang yang tengah i’tikaf untuk mendapatkan tambahan ilmu. Nah, dengan cara antum mengkaji kitab-kitab praktis [kutaibaat], maka suasana keilmuan dan tazkiyatun nafs akan sama-sama hidup”. Demikian tutur sang Guru, sambil menyodorkan contoh-contoh kutaibaat sebagai hadiah sepesial.
Apa yang mereka sarankan dan wejangkan, dicoba ditunaikan dalam beberapa Ramadhan tahun ke tahun hingga saat ini di Masjid kediaman. Sungguh berasa kemanfaatannya bagi diri dan para jamaah. Apalagi ketika para jamaah mendapatkan catatan ringkasnya, dan menjadi diskusi-diskusi kecil pengantar tidur, atau di sela-sela obrolan santai. Jelas, semakin berasa suasana hidupnya keilmuan.
Yang bisa diingat dan pernah dipraktekkan sebagai bahan kajian adalah sebagai berikut:
Kuliah bakda shalat ‘isya; Diisi dengan materi yang bersifat bimbingan fiqihul Islam dan ‘aqiedah, dengan merujuk pada kutaibaat berikut: Majaalisu Syahri Ramadhaan [Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin], Al-Ilmaam bi-adaabin wa Ahkaamis Shiyaam [Syaikh Samier bin Amir az-Zuhairi], Ad-Dienu Kulluhu Lillaah; At-Talaazum Bainal ‘Aqiedah was Syarii’ah [Syaikh Prof. Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim], Taqsiemus Syarii’ah ilaa Ushuul wa Furuu’ [Syaikh Sa’ad bin Nashir as-Syatsri], Ad-Diinus Samaawi Huwal Islaam [Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Aziez bin ‘Abdullaah al-Humaidi], Tsalaatsatun wa Tsalaatsuuna Sababan Lil Khusyuu’i fis Shalaat [Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid], dan Tsalaatsuuna ‘Alaamatan Lil Munaafiqiin [Syaikh ‘Aidh bin ‘Abdillah al-Qarni].
Kuliah bakda shalat shubuh; Diisi dengan materi yang bersifat bimbingan akhlaq dan tazkiyatun nafs yang merujuk pada kutaibaat berikut: Ad-Duruus ar-Ramdhaaniyyah [Markazul Bahtsil ‘Ilmi], Bi-dumuu’il Iemaan Nastaqbilu Syahra Ramadhaan [Syaikh Sulaiman bin ‘Abdil Kariem al-Mufrij], Ma’aalimus Syakhshiyyatil Islaamiyyah [Syaikh Dr. ‘Umar Sulaiman al-Asyqar], Wasaailuts Tsabaat ‘alaa Diinillaah [Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid], Ad-Dhawaabithul Munjiyyat fiel Ayyaamil Muhlikat [Syaikh Muhammad Shalih al-Harbi], Al-Qur’aan yaa Ummatal Qur’aan [Syaikh Dr. Muhammad ar-Rukban], dan Al-Balaa’ wal Ibtilaa’ [Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah].
Kuliah bakda shalat ‘ashar; Diisi dengan materi yang bersifat fiqhul manhaj dan tsaqaafah yang merujuk pada kutaibaat berikut: Haajatus Shahwah ilal Fiqhi fied Diin [Syaikh Prof. Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim], Taujiehul Muslimin ilaa Thariiqin Nashri wat Tamkiin [Syaikh Muhammad bin Jamil Zeeno], Al-Hawaa wa Atsaruhu fiel Khilaaf [Syaikh ‘Abdullah bin Muhammad al-Ghaniman], Afahukmal Jaahiliyyati Yabghuun? [Samaahatus Syaikh ‘Abdul ‘Aziez bin ‘Abdullah bin Baz, Haqieqatul Manhaj [Syaikh Hasan bin Falah al-Qahthani], Da’waal Ishlaah [Syaikh ‘Abdul Karim bin Shalih al-Hamid], dan Al-Wasathiyyah fiel Islaam; Ta’rief wa Tathbieq [Syaikh Dr. Zaid bin ‘Abdul Karim az-Zaid].
Demikianlah lintasan ingatan sebagai kilas balik akan perjalanan kajian “karantina jiwa” dan “pencerahan fikir” yang pernah ditunaikan bersama para jamaah i’tikaf yang berjumlah 75 hingga 100 orang. Dengan penuh rasa syukur, semoga goresan ini bisa memantik diri dan para jama’ah untuk lebih baik lagi dalam menggapai puncak kemuliaan Dzat penguasa alam. Allaahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annaa.
✍️ Disampaikan kembali sebagai pembuka kajian i’tikaf jelang berbuka pada hari ke-21 Ramadhan 1443 H. di Mesjid Wadhhah ‘Abdurrahman al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah Setiamekar Tambun Selatan Bekasi Jawa Barat