DA’WAH BIL HIKMAH ALA BROTHER LIM JOOI SOON DARI NEGERI TETANGGA
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Merupakan kehormatan yang sangat berharga, dapat mengantarkan diskusi hangat saudara kita dari negeri jiran Malaysia ini. Brother Lim, demikian panggilan akrab Tuan Lim Jooi Soon biasa disapa oleh kerabat dan para penyimak paparan bahasannya di chanel-chanel TV di kotanya dan media sosial yang telah menyebar.
Turut membersamai lawatan ini, Ustadz Fadhli Burhan yang memang sudah menjadi rutinitasnya keliling Benua dalam rangka pembinaan para Muallaf. Turut hadir Ustadz Ahmad Kainama yang menjadi wasielah pertemuan ini, dibersamai oleh para aktivis dakwah lainnya. Hadir Ustadzah Nevy Amaliah Nanlohy [mantan pegiat Lembaga Pengkajian Bible], An-Nisa Theresia [mantan pegiat Gereja], dan Ariesto dari Jim Media Chanel. Juga Tim IT Laznas Dewan Da’wah, serta IQI TV.
Sebagai Ketua Bidang Kerukunan Ummat Beragama Dewan Da’wah, Drs. H. Abu Deedat Syihab, MH. dan Al-Faqir sendiri [Ketua Bidang Kajian dan Ghazwul Fikri Dewan Da’wah], membersamai Drs. H. Avid Shalihin, MM. [Sekretaris Umum Dewan Da’wah] yang memberikan materi pengantar “Selayang Pandang Dewan Da’wah” mewakili Dr. H. Adian Husaini [Ketua Umum Dewan Da’wah] yang tengah melakukan kunjungan ke Kuala Lumpur.
Ada banyak mutiara yang didapat dan hikmah yang bisa dipetik dari lawatan penuh barakah ini, di antaranya:
Pertama, pemaknaan terhadap fithrah bertauhid; Menurutnya, setiap yang lahir ke muka bumi itu telah berada pada fithrahnya; selain fithrah itu bermakna tauhied, juga memiliki konsekuensi terhadap segala sesuatu bikinan manusia itu bukanlah Tuhan. Karenanya, “Ketika dirinya sakit, dan ibunya berusaha membelikan “Tuhan baru” untuk kesembuhannya berupa berhala, tetap saja tidak dapat berkesan apa pun terhadap dirinya ketika diminta tolong karena memang berhala itu dicipta oleh manusia”. Kenangnya.
Kedua, pemaknaan terhadap hakikat iman; Dalam pandangannya, iman merupakan inti keyakinan seseorang yang memiliki makna “tidak ada keraguan” sedikit pun terhadap apa yang difirmankan Allah ‘azza wa jalla. Tegasnya meyakinkan, di mana Al-Qur’an merupakan Kitab Suci yang memiliki karakteristik sempurna; original, bahasanya sangat hidup, isinya sesuai sepanjang masa, dan menjadi bimbingan yang menyeluruh bagi kehidupan manusia dan seluruh makhluqNya.
Ketiga, pemaknaan terhadap pentingnya metode dakwah dan da’wah bil hikmah; Menurutnya, dalam memahamkan ajaran agama dan mendakwahkan Islam, dituntut kesungguhan dan kesabaran dalam menuntunkan keteladanan. “Bagaimana “sabarnya” missionaris dalam menyebarkan keyakinannya, bagaimana “sabarnya” para rohaniawan menghadapi anak-anak dengan cerita-cerita rohaninya dan bagaimana para bapak pendeta yang begitu bijak mengayomi para remaja yang bermain bola di halaman rumah ibadah hingga berkali-kali memecahkan jendela kaca?”, kenangnya sambil tersenyum.
Keempat, pentingnya menetapkan “kayu ukur” [tolok ukur] dalam menentukan “siapa Tuhan?” dan “siapa bukan Tuhan?” atau “mana yang ciptaan?” dan “siapa Pencipta?”; Hal ini sangat penting sebelum jauh membahas perkara lainnya, dan ini termasuk teknik dakwah dirinya yang selalu memunculkannya lebih awwal dalam dialog-dialognya.
Pointer-pointer penting yang dimaksud, adalah berupa pertanyaan berikut ini; kekal atau tidak kekalkah Tuhan?, permulaan atau akhirankah Tuhan?, apakah Tuhan menempati ruang dan waktu atau tidak?, apakah Tuhan bergantung kepada makhluqNya atau tidak?, dan apakah Tuhan itu rehat dan tidur atau tidak?
Kelima, pemaknaan terhadap muallafatu quluubuhum dan “Islam itu agama yang memudahkan”; Dalam pandangannya, bagi para Muhtadiin yang telah sekian lama menjadi Muslim, hendaknya menyudahi istilah “Muallaf” dengan bersungguh-sungguh belajar Islam; ‘Aqiedah, Tafsir, Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Fiqih para ulama, dan lain-lain. “Jangan berlama-lama jadi Muallaf, karena kini kita sudah menjadi manusia Mukallaf”, pungkasnya penuh semangat. Selebihnya, dirinya menghimbau dan mengajak agar para aktivis dakwah untuk mengenalkan Islam ini dengan penuh kemudahan, tidak diawali terlebih dahulu dengan masalah-masalah yang rumit. Karena Islam itu sendiri, agama yang memudahkan.
Sebagai pengagum gaya dialog Syaikh Ahmad Deedat [seorang ulama debater asal India yang menjadi da’i terkemuka di Afrika Selatan], Brother Lim memiliki kesan yang teramat dalam. Setelah “melahap” beragam karyanya, dirinya semakin yakin betapa Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi akal sehat dan membuka ruang dialog yang sangat luas, di samping disiplin terhadap teks wahyu yang qath’i. Semoga saripati kuliah yang disampaikannya ini benar-benar membuahkan keberkahan bagi kemashlahatan dakwah. Wallaahu yahdiinaa ilaa shiraathil mustaqiem
Penulis adalah: Anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam (Komisi ‘Aqidah), Anggota Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan [KP3] & Lembaga Dakwah Khusus [LDK] MUI Pusat, Anggota Fatwa MIUMI Pusat [Perwakilan Jawa Barat], Mudier ‘Aam PPI 81 Cibatu-Garut, Ketua Prodi KPI STAIPI Jakarta, dan Ketua Bidang Pemikiran & Ghazwul Fikri Dewan Da’wah