Terkadang harus ada hujan deras di tengah kehidupan kita … Bukan untuk menghidupkan kenangan yang minim guna …
Pada setiap aroma tanah basah yang berhasil meredam segala gundah, barangkali rintiknya mampu menahan langka ketika lelah tapi dipaksa situasi untuk terus menjelajah perjuangan da’wah …
Ahh hujan, deras tulusnya telah membuat banyak kaki menepi … Benar, sesekali kita butuh sepi, jelas bukan untuk membebaskan halusinasi …
Sunyi sering kali mempersilahkan diri untuk merenungi kembali, jauhnya langkah yang sudah dilalui. Untuk apa kita ada disini? Kemana pergi setelah ini? Masih kuatkah kita bergulat dengan kesulitan yang mungkin menanti?
Jangan lupa, lalainya diri dari perenungan panjang mungkin jadi salah satu alasan banyak orang yang hilang arah, tak tahu tujuan, dan tersesat di ujung jalan …
Kallaa tsumma kallaa … Tidak, sama sekali tidak!!! Da’wah harus tetap melaju apa pun kondisinya, “da’wah di tengah persimpangan jalan” jangan menghadang ‘izzah dan ghirah …
Biasakan menghisab diri, sebelum hari penghisaban sebenarnya tiba menghampiri. Allaahumma shayyiban naafi’an… βοΈππΈβͺοΈ *(@TenRomlyQ bersama Santri MAU Institute; Rabu, 01/02/23 “Ketika Menunggu Hujan Reda”)*
Sae Ustadz…
Ternyata, tiasa berpuisi Islami.
Penggugah hati.