Oleh : Teten Romly Qomaruddien
Dengan mengucapkan al-hamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin, akhirnya Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta kembali menyuguhkan hasil telaahnya. Adapun yang menjadi obyek kajian, adalah terkait fenomena baru yang akhir-akhir ini cukup viral di media sosial, yakni “Mimpi Muhammad Qasim” dari Pakistan. Melalui beragam sumber berupa artikel-artikel, tayangan youtube, bahkan tulisan PDF berbahasa Melayu, pengkajian ini pun dapat diselesaikan.
Sebagai pengurus dan penulis sekaligus, adinda Ustadz H. Rahmat Ramadhan, Lc., M.H. bersama Tim biidznillaah telah berhasil mengkritisinya dalam sebuah buku yang diberi judul: “Penyimpangan Mimpi-mimpi Muhammad Qasim” . Tujuannya tidak lain, selain menjadi penyeimbang pandangan dalam mengedukasi ummat Islam, juga menjadi bagian dari pengawalan ‘aqidah Islam sebagai perwujudan misi suci al-amru bil ma’ruuf wan nahyu ‘anil munkar.
Sebenarnya, persoalan “mimpi ilahiyah”-nya Muhammad Qasim, yang mengaku dirinya berjumpa dalam mimpinya dengan Allah ‘azza wa jalla dan Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bukanlah kali pertama. Sebelumnya Syaikh Maulana Ilyas dengan “ayat khuruj”-nya dari Jamaah Tabligh, atau Syaikh Sayyid Muhammad bin Abdillah as-Suhaimi dengan “Auwraad al-Muhammadiyyah”-nya dari Daarul Arqaam, dan masih banyak yang lainnya. Semua itu, bisa dikatakan sebagai “pemahaman serumpun” yang sama-sama mengembalikan pondasi teologisnya kepada mimpi.
Sebagaimana dipetik para ulama, berdasarkan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, bahwa mimpi pada dasarnya ada tiga jenis; Mimpi yang benar, mimpi yang mungkin benar, dan mimpi kosong [atau mimpi yang tidak bermakna]. Demikian Muhammad bin Sirrin rahimahullaah [ulama Taabi’in yang lahir di Bashrah tahun 33 H., dan wafat 110 H.] menjelaskan dalam muqaddimah kitabnya Tafsiir al-Ahlaam (Lihat: Tafsir Mimpi [terj.], 2004: hlm. xi-xii).
Dalam bahasa yang berbeda, Syaikh Khalid bin ‘Ali bin Muhammad al-‘Anbary rahimahullaah membagi dan menjelaskan dalam bukunya Kaifa Tu’abbiru Ru’yaaka Fii Dhauil Qur’an was Sunnah; Qaamus Tafsiir al-Ahlaam dengan sebutan; Mimpi yang baik dan benar, mimpi yang buruk dan tidak disenangi, juga mimpi yang merupakan rekaman kejadian dan terbawa dalam tidur. (Lihat: Al-‘Anbary, 1412 H.: hlm. 5)
Untuk bersikap bijak terhadap dalil-dalil ayat dan hadits “ta’bir mimpi” sebagaimana dirincikan para ulama, Tuan Ahmad Hassan rahimahullaah memiliki kesimpulan yang menarik dan melegakan hati. Setelah menjelaskan hadits:
أصدقهم رؤيا أصدقهم حديثا
“Orang yang paling benar mimpinya, ialah orang yang paling benar omongannya.” (H.S.R. Muslim)
Keterangan lainnnya adalah; “Mimpi yang baik itu [ar-ru’yas shaalihatu] dari Allah, dan mimpi yang kacau itu [al-hilmu] dari syaithan …” (H.S.R. Bukhari). Juga hujjah yang menyebutkan: “Mimpi yang baik itu, satu dari pada empat puluh enam bagian kenabian [min sittatin wa arba’iina juz’an].” (H.S.R. Bukhari). Dan masih banyak yang lainnya tentang hubungan kerasulan [risaalah], kenabian [nubuwwah], dan mimpi yang benar [mubassyiraat]
Dalam kitabnya Soal-Jawab; Tentang Berbagai Masalah Agama, Tuan Ahmad Hassan menegaskan: “Ta’bir sebenarnya di dalam tiap-tiap mimpi, tidak bisa terdapat melainkan oleh Nabi-nabi. Adapun orang biasa, maka ta’birnya tidak tentu, kecuali di perkara-perkara yang sudah masyhur. Di dalam riwayat-riwayat dan hadits-hadits tentang mimpi dan ta’bir itu tidak tersebut perintah Nabi atau idzinnya kepada seseorang mengerjakan sesuatu karena mimpi itu. Terutama di zaman kita ini sudah tentu tidak boleh kita kerjakan sesuatu atau kita tinggalkan sesuatu karena mimpi. Wahyu yang jadi satu dari pada urusan kenabian dan juga kerasulan itu sudah tidak ada lagi sesudah Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali mimpi yang baik. Tetapi kita bisa maklum sendiri mimpinya Nabi-nabi yang Allah ajar ta’bir dengan sempurna itu tidak dapat disamakan dengan mimpi kita yang hanya bisa sangka-sangka saja ta’birnya.” (Lihat: A. Hassan, 1988: hlm. 785)
Kembali ke judul buku yang ada di tangan para pembaca yang budiman ini, harapan kita adalah semoga kita dijauhkan dari sikap “terburu nafsu” dengan “bermudah-mudah” dalam menafsirkan segala urusan agama, terutama urusan ‘aqidah yang menjadi pangkal keimanan. Termasuk di dalamnya persoalan ta’wil dan ta’bir mimpi. Kalau Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sang Nabi panutan begitu sangat hati-hati dalam merespon pengaduan mimpi para shahabatnya, lalu apa kapasitas kita sebagai insan yang lemah “berani-beraninya” menafsirkan mimpi seorang hamba yang lemah pula?? Wal ‘iyaadzu billaah.
✍️ Tulisan ini digoreskan sebagai Kata Pengantar buku karya Ustadz H. Rahmat Ramadhan Amin, Lc., M.H. yang berjudul: “Penyimpangan Mimpi-mimpi Muhammad Qasim” yang diterbitkan LPPI Jakarta.
Assalamu’alaykum… kami minat memiliki buku ini sebagai sarana pembelajaran dan kehati-hatian terkait mimpi Muhammad Qasim.
Terima Kasih
Assalamu’alaykum… kami minat untuk memiliki buku ini sebagai sarana pembelajaran dan kehati-hatian terkait mimpi Muhammad Qasim.
Terima Kasih
Assalamu alaikum. Dimana membeli buku ini?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Kenalkan sy bpk Syamsul Arifin dari Mojokerto Jawa Timur
Sy Alhamdulilah sdh mengenal Muhammad Qasim dan mimpi2nya dari berbagai media sosial, dan Alhamdulilah jg sy yakin dan percaya dg mimpi2 itu…itu adalah mimpi2 yg benar ….dari sisi Allah SWT dan Rasulullah Saw jg….
Salah satu tanda kebenaran mimpi2 itu adalah….sdh ratusan mimpi2nya itu yang menjadi kenyataan dg Rahmat Allah….
Mengenal dan membaca mimpi2 Muhammad Qasim bagi sy pribadi dan jg para helper dari seluruh dunia bagi sy adalah sebuah karunia yang sangat besar.
Silakan bagi teman2 yg ingin bertanya, barangkali sy bs menjawabnya
samsularifin40976@gmail.com
Asallamualaikum
Semoga Buku Penyimpangan mimpinya Muhammad Qosim di ulas dan bukunya di ulas di medai sosial supaya Khalayak umum tau . bukan jadi ajang jual beli buku
Mas buku ini bisa dikirim di Malaysia kah kalau bisa nie number whatapps nya 0105651925