Kamis, Oktober 10MAU INSTITUTE
Shadow

TAFAKKUR SEJENAK 78 TAHUN INDONESIA MERDEKA

Oleh : Teten Romly Qomaruddien

Jika membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], maka kita akan menemukan bahwa makna kemerdekaan itu adalah keadaan berdiri sendiri [bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya] atau kebebasan. Padanan kata bebas ini dalam bahasa Arab disebut juga al-hurr, dengan bentuk verba-nya kebebasan [al-hurriyah]. Namun ada juga yang menggunakan kata istiqlaal, disebut ‘iedul istiqlaal artinya hari kemerdekaan.

Dalam Al-Qur’an, minimalnya ada tiga bentuk kemerdekaan yang dapat kita renungkan, yaitu: Kemerdekaan dalam kisah Nabiyullaah Ibrahim ‘alaihis salaam yang membebaskan diri dari pencarian yang keliru dalam menentukan kebenaran wujudnya Tuhan Dzat Pencipta [Lihat QS. Al-An’aam/6: 76-79], kemerdekaan dalam kisah Nabiyullaah Musa ‘alaihis salaam tentang terbebasnya kaum Bani Israil dari kezhaliman dan belenggu penjajahan rezim Fir’aun [Lihat: QS. Al-Baqarah/2: 49], dan kemerdekaan pada kisah Nabi akhir zaman Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berhasil membawakan umat manusia melalui misi profetik-nya dengan tilaawah, tazkiyah, dan ta’liimul kitaab wal hikmah sehingga mereka mampu keluar dari alam kegelapan menjadi alam terang benderang [Lihat: QS. Ali Imraan/3: 164].

Bentuk yang pertama, lebih menitik beratkan pada kemerdekaan akal sehat dalam memilih dan memilah, serta menentukan kebenaran yang Maha benar. Yang kedua, menunjukkan keterbebasan dari segala bentuk arogansi dan anashir jahat yang membuat terjadinya tindak kesewenang-wenangan yang dipertontonkan orang-orang angkuh di muka bumi [al-mustakbiruuna fil ardh] karena merasa paling berkuasa. Dan yang ketiga, menunjukkan kemerdekaan yang sempurna dan terukur dalam mengemban misi perubahan secara gradual [alphabetis, manhajiyah] untuk mewujudkan masyarakat berkeadilan dan berkeadaban.

Bentuk kemerdekaan yang terakhir itu, dipaparkan Al-Qur’an secara rinci dengan mengkisahkan pembabakan kemenangan demi kemenangan yang diraih kaum Muslimin; Mulai perjuangannya di Mekkah 13 tahun, kemudian mereka berhijrah dan menata kehidupan selama 10 tahun hingga menggapai “kemenangan sementara” [fathan qariiban] di Madinah. Setelah mereka kokoh, perjuangan pun berlanjut membebaskan Mekkah yang masih dikuasai kaum kafirin hingga meraih “kemenangan yang nyata” [fathan mubiinan] berupa “Fathu Makkah”. Tentu saja, apa yang diperjuangkannya benar-benar akan menuai hasil kegemilangan yang sesungguhnya berupa pahala yang melimpah [fauwzan ‘azhiiman] di negeri akhirat.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, beragam tema kemerdekaan telah dimunculkan; Mulai dari “Indonesia Merdeka Ayo Kerja” [2015], “Indonesia Kerja Nyata” [2016], “Indonesia Kerja Bersama” [2017], “Kerja Kita Prestasi Bangsa” [2018], “Menuju Indonesia Unggul” [2019], “Indonesia Maju” [2020], “Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh” [2021], “Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat” [2022], dan “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju” [2023]. Itulah perjalanan sembilan tahun terakhir “Indonesia Merdeka”. Semuanya itu mengisyaratkan selama kita sebagai anak bangsa masih mau berkiprah, mengisi kemerdekaan ini dengan segenap tumpah darah, serta upaya dan ikhtiar yang maksimal, maka terwujudnya cita-cita bangsa yang adil dan beradab akan menjadi kenyataan.

Namun apalah artinya semua itu, kalau kemerdekaan yang ada hanya baru bisa dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, kalau di berbagai belahan bumi zamrud khatulistiwa ini masih banyak yang merasa terampas haknya sebagai anak bangsa yang merdeka.

Alaa kulli haal, bagi kaum Muslimin hendaknya semangat kemerdekaan yang hakiki wajib diisi dengan rasa syukur dan terus meningkatkan amaliah nyata dan berharga bagi agama, nusa dan bangsa. Bukankah makna kemerdekaan sejati adalah “Membebaskan manusia dari penyembahan sesama hamba menuju penyembahan untuk Maha Pencipta semata“. Mulailah kita berlaku adil sejak dari hati dan pikiran, agar tahun 2024 berikut seterusnya warna dan aroma kemerdekaan benar-benar berpihak kepada kebenaran. Wallaahu yahdiinaa ilaa shiraathil mustaqiim.

_____________✍️ Tulisan ini digoreskan di waktu dhuha sebagai bahan jawaban pada diskusi group dan majlis ilmu dalam menyoal makna kemerdekaan (Pusdiklat Dewan Dakwah Bekasi Jawa Barat, 10 Agustus 2023).

Print Friendly, PDF & Email

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!