Oleh : Teten Romly Qomaruddien
Ribuan nyawa telah dikorbankan, ribuan rumah penduduk telah diluluh lantakkan, ribuan tempat ibadah telah diratakan, ribuan fasilitas umum telah dihancurkan, ribuan tempat pendidikan telah ditelantarkan, dan sudah tentu masih banyak ribuan-ribuan lainnya yang terus berulang di setiap tahunnya. Yang jelas, bumi Palestina tidak pernah sepi dari pergolakan internasional selama hak-hak mereka masih terampas oleh tangan-tangan kotor durjana.
Bumi para Nabi [ardhul anbiyaa], bumi para shahabat dan orang-orang mulia [ardhus shahaabat wal fudhalaa], bumi para pejuang dan ulama [ardhul mujaahidiin wal ‘ulamaa], bumi pertahanan kaum Muslimiin [ardhur ribaath], bumi tempat di-mi’rajkannya sang Rasul [ardhul mi’raj], bumi tempat berkumpulnya kaum Muslimin [bilaadul mahsyar], dan gelar-gelar kemuliaan lainnya yang menunjukkan bahwa Palestina sebagai “Jantungnya negeri Syam” yang diberkahi. Alladzii baaraknaa haulahuu yang dimaksud adalah negeri tersebut, yang di dalamnya ada Baitul Maqdis tempat Masjidil Aqsha. (Lihat: Muhammad Shalih al-Munajjid dalam Thuubaa Lis Syaam).
Keutamaan masjid suci ini, disejajarkan oleh Manusia termulia Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam barisan masjid yang dianjurkan kepada kaum Muslimin untuk memiliki cita-cita penuh antusias berziarah ke tiga Mesjid [Masjid al-Haram Makkah, Masjid an-Nabawi Madinah, dan Masjid al-Aqsha Baitul Maqdis]. Siapa yang shalat di Masjid al-Haram dilipatkan pahalanya sebanding 100.000 kali shalat di masjid lain, siapa yang shalat di Masjid an-Nabawi dilipatkan pahalanya sebanding 1000 kali shalat di masjid lain, dan siapa yang shalat di Masjid al-Aqsha dilipatkan pahalanya sebanding 500 kali shalat di masjid lain.
Masjid yang terakhir itulah, selama enam belas bulan lamanya kaum Muslimin berqiblat ke arahnya. Tepat bulan Rajab tahun ke-2 H., atas perintah Allah ‘azza wa jalla Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menghadapkan mukanya ke arah Masjid al-Haram ketika shalat ‘ashar di Masjid Bani Salamah seiring turunnya ayat QS. Al-Baqarah/ 2: 144 Fawalli wajhaka syathral Masjidil Haraam ; “Maka hadapkanlah mukamu ke Masjid al-Haram”. Karena itulah, Masjid yang diwaqafkan shahabat mulia Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anh ini dinamai “Masjid dua qiblat” [Qiblatain].
Dengan demikian, sebutan Qiblatain sungguh menjadi catatan yang bukan sekadar mengandung makna historis saja, melainkan pahatan ideologis yang wajib terukir dalam jiwa setiap ummat Rasul panutan bahwa mereka memiliki dua qiblat yang wajib dijaga dan dipelihara. Namun, kini rasa memiliki kita terhadap kedua qiblat ini, dirasakan belum sebanding dengan pembelaan kita terhadap keduanya. Dengan terampasnya hak-hak bangsa Palestina sebagai penjaga amanah utama, maka andil kita pun sebagai ahlul qiblat belum terasa apa-apa dalam pembelaannya. Jangankan turut serta berada di garda depan bersama prajurit-prajurit berani “Thufan al-Aqsha”, sekadar mendo’akan mereka pun, kita masih sering lupa.
Kalaulah menengok sejenak pada perjalanan hidup Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kita akan menemukan bagaimana Sang Rasul bersikap terhadap orang-orang zhalim yang berbuat kebinasaan terhadap suatu kaum seperti yang dilakukan oleh kabilah Bani Sulaim dari Ri’lin, Dzakwan, dan ‘Ushayyah. Atau sikap perhatiannya terhadap Al-Walid bin Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Abbas bin Rabi’ah, serta kaum Muslimin yang dilemahkan oleh kaum musyrikin. Maka Rasul pun mendo’akan keselamatan bagi kaum Mukminin, sekaligus permohonan kebinasaan bagi para pelaku kezhaliman. Demikian Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhumaa. (Lihat: ‘Abdurrahman Ahmad Albana dalam Al-Fathur Rabaani, 3/ 306 dan 308).
Eskalasi perang semakin berkobar, bahkan PM Israel Benyamin Netanyahu mengumumkan bahwa perang ini akan berkelanjutan [unlimited war], negeri-negeri pendukung Zionis pun mulai menggandakan kekuatannya untuk “mengeroyok” bumi suci Palestina lebih dari biasanya. Waa Islamaa …???.
Sebagai pertanggung jawaban kita di yaumil hisaab kelak, bahwa kita turut andil dalam perjuangan besar ini, sudah sepantasnya munajat terbaik senantiasa kita alunkan dalam wirid dan sujud kita. Sungguh tidak beradab dan tidak elok rasanya, apabila kita membiarkan mulut manis kita kering dan bakhil untuk sekadar menyisipkan do’a-do’a terbaiknya. “Jangan biarkan mereka memanggul senjata dan berkuah darah mengusir musuh di medan tempur sendirian, sementara kita sibuk menghiasi obrolan dan diskusi kita dengan penuh nyinyiran dan kehinaan”.
اللهم أنج المستضعفين من المؤمنين في فلسطين و في كل مكان … واشدد وطأتك على القوم الظالمين
Allaahumma anjil mustadh’afiinaminal mu’miniina fii Falasthiina wa fii kulli makaan … Wasydud wath’ataka ‘alal qauwmiz zhaalimiin
“Yaa Allah!!! Selamatkanlah orang-orang beriman yang teraniaya di bumi Palestina dan negeri-negeri lainnya … Keraskanlah sangsi adzab-Mu sekeras-kerasnya terhadap orang-orang zhalim”.
✍️ Tulisan ini digoreskan sebagai kado kecintaan untuk saudara-saudara seiman yang tengah berjuang memelihara dan menjaga kesucian tanah yang diberkati (@Pasca mubahatsah Dewan Hisbah tentang Qunut Najilah, 12/ 10/ 2023).