Minggu, Maret 23MAU INSTITUTE
Shadow

RAMADHAN SEBAGAI BULAN LITERASI DAN TAFAQQUH FID DIIN

Oleh: Teten Romly Qomaruddien

Ada banyak keutamaan dan kesempatan bagi umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam memaksimalkan setiap derap langkah dan waktu di bulan Ramadhan; Mulai dari peningkatan amal ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla [at-tarqiyyah fii ‘ubuudiyyatillaah], menggiatkan amal sosial dengan aktivitas yang mensejahterakan umat [al-mujaahadah fii a’maalil khair bi izdihaaril ummah], serta memakmurkan keilmuan Islam dengan pendalaman agama [at-ta’miirul ‘ilmiyyah fit tafaqquh bid diin].

Rangkaian ibadah sebagai paket Ramadhan; Shaum di siang hari, qiyaamu ramadhaan di malam hari, ifthaar shaum dan bersantap sahur, menghidupkan tilawah Al-Qur’an, berburu laiylatul qadar, i’tikaf sepuluh hari dan malam terakhir [al-‘asyrul awaakhir], hingga menunaikan umrah di bulan Ramadhan. Semua ini merupakan amalan rutin yang tidak dapat dipisahkan dari bulan mulia. Tidak terkecuali, memperbanyak infaq-shadaqah, membersihkan harta dengan menunaikan kewajiban zakat, serta menyempurnakan Ramadhan dengan mengeluarkan zakat fithri yang diberikan kepada para mustahiq di hari penuh kebahagiaan pada hari pertama bulan Syawwal sebelum menunaikan shalat ‘idul fithri di tempat terbuka.

Selain kesungguhan berjuang di jalan Allah ‘azza wa jalla seperti halnya berbagai pembebasan [futuhaat] negeri-negeri oleh kaum Muslimin yang telah akrab dengan sejarah perjalanan Ramadhan, ada pula kesungguhan memakmurkan suasana ilmiah dengan mendalami kembali ajaran agama sebagaimana orang-orang shalih terdahulu; Imam Abu Zakariya an-Nawawi ad-Dimasqi [w. 676 H.] merampungkan kitab popularnya Riyaadus Shaalihiin di bulan Ramadhan, Imam Ibnu Hajar al-Haitsami [w. 972 H.] menyelesaikan Syarah as-Syamaail al-Muhammadiyyah karya Imam Tirmidzi di bulan Ramadhan, dan Imam Abdul Wahhab as-Sya’rani [w. 973 H.] menuntaskan kitabnya Al-‘Uhuud al-Muhammadiyyah di bulan Ramadhan. (Lihat: Abdurrahman al-Baghdadi, Peristiwa-peristiwa Penting di Bulan Ramadhan, 2012).

Ramadhan sebagai bulan literasi sangatlah beralasan, dikarenakan Al-Qur’an yang mulia turun pertama kali dengan membawakan diksi literatif; Yakni berupa perintah “membaca” dan mengajarkan “menulis” dengan qalam, bahkan mengajarkan kepada manusia sesuatu yang tidak diketahuinya.. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

إقرا باسم ربك الذي خلق، خلق الإنسان من علق، إقرأ وربك الأكرم، الذي علم بالقلم، علم الإنسان مالم يعلم

“Bacalah dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha mulia. Yang mengajar [manusia] dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq/ 96: 1-5)

Selain itu, Ramadhan dikatakan sebagai bulan literasi disebabkan seluruh kitab samawi yang diturunkan kepada para Nabi yang diamanatinya terjadi di bulan mulia tersebut. Shahabat Watsilah bin al-Asqa radhiyallaahu ‘anh menuturkan bahwa yang diturunkan bukan sekadar Al-Qur’an semata, melainkan Shuhuf Ibrahim, Taurat, Injil dan Zabur. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، و أُنْزِلَتْ التَّوْارَةُ لِسِتٍّ مَضَيْنِ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الْاِنْجِيْلُ لِثَلَاثِ عَشَرَةَ مَضَتْ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الزَّبُورُ لِثَمَانِي عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ،

“Mushhaf Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam diturunkan pada pertama bulan Ramadhan, kitab Taurat diturunkan pada hari keenam Ramadhan, Injil diturunkan pada hari ke-13 Ramadhan, dan Zabur diturunkan pada hari ke-18 Ramadhan.” (HR At-Thabrani dan Al-Baihaqi dalam Kitab Syu’abul Imaan, dan Imam Al-Asbahani dalam Kitab At-Targhib. Syaikh Al-Albani mencantumkan dalam Silsilah al-Ahaadiits as-Shahiihah, no. 1575).

Seiring dengan kemuliaan Ramadhan, kesadaran manusia untuk lebih memahami ajaran agamanya dan lebih memiliki kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Dzat penciptanya membuat ledakan jiwa dan “revolusi mental” kian merebak menghiasi bulan mulia dari masa ke masa; Gelombang keinginan belajar Al-Qur’an [mulai dari sekadar membaca, tahsin, tajwid, hingga menghafal dan memahami tafsirnya], mempelajari Islam atas dasar ilmu, memahami Sunnah Nabi, serta ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya kian menjadi trend masyarakat Muslim modern saat ini. Kesadaran akan pentingnya ajaran Islam [al-wa’yul Islaami] semacam ini, menjadi modal utama bagi kebangkitan kaum Muslimin yang sesungguhnya. Kebangkitan tanpa diiringi “bangkitnya kepahaman agama” dan pembaharuan yang benar, merupakan ketidak sempurnaan. Demikian Syaikh Nashir Abdul Karim mengingatkan dalam penuturan kitabnya Haajatus Shahwah ilal Fiqhi fid Diin [1996].

Beragam program madrasah Ramadhan pun ditawarkan, kajian demi kajian disajikan dengan berbagai kemasan yang berbeda; Dari kuliah zhuhur hingga kuliah shubuh, dari kumpulan [liqaa’at, halaqah] jelang maghrib hingga tadarrus one day one juz atau one day one hadits. Dari “Pesantren Ramadhan” tingkat dasar dan menengah, hingga “Daurah Ilmiah Intensif” bagi orang dewasa. Selain pengkajian buku-buku saku [kutaibaat] yang praktis, juga menu kajian berkala untuk 30 hari [kurang lebih] disusun sedemikian apiknya oleh para ulama zaman ini. Lembaga Pengkajian dan Informasi Daar Isybiliya mengumpulkan tulisan Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam kitab Majaalisu Syahri Ramadhaana [Riyadh, 1416 H.], Lembaga Riset Mu’assasah al-Haramain al-Khairiyyah menyusun kitab Ad-Duruus ar-Ramdhaaniyyah [Riyadh, 1420 H.], Daarul Qaasim Lin Nasyr menyajikan kitab Arba’uuna Darsan Liman Adraka Ramadhaana [Riyadh, 1421 H.], dan karya-karya lainnya.

Semoga dengan datangnya bulan mulia, hidayah berupa ilmu dan pengetahuan yang Allah ‘azza wa jalla anugerahkan semakin menjadikan kita lebih mencintai Islam dan ajaran-ajarannya. Benar apa yang Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tuturkan dalam sabdanya:

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الْأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ

“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka Allah pahamkan dia terhadap agama. Aku hanyalah orang yang membagi-bagikan, sedangkan Allah yang memberinya. Dan senantiasa umat ini akan tegak di atas perintah Allah, mereka tidak akan celaka karena adanya orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datang keputusan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037, dari shahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anh).

Print Friendly, PDF & Email

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!