Jumat, April 19MAU INSTITUTE
Shadow

“TAQABBALALLAAHU MINNAA WA MINKUM”. Bila Ada Mutiara, Mengapa Harus Memilih Tembaga ?!?

TAQABBALALLAAHU MINNAA WA MINKUM
” … Bila Ada Mutiara, Mengapa Harus Memilih Tembaga ?!? …”

Oleh:
H.T. Romly Qomaruddien, MA.

“Euceu, akang, teteh, bibi, uwa … Abdi nyanggakeun samudaya kalepatan”. Lirih seseorang sambil memberikan tangannya untuk salaman (mushaafahah). Lalu gayung pun bersambut dengan jawaban: “Nampii … ku euceu ditarima kalayan ikhlas caang bulan opat welas”, tuturnya riang.

Demikianlah salahsatu pemandangan yang sering terjadi di tengah-tengah kita. Walau pun tidak bermaksud saling “melimpahkan” kesalahan, namun bila dimaknai dengan cermat justeru itulah maknanya. “Abang, kakak, tanteu, bibi … Saya serahkan kesalahan ini padamu semuanya”. Maka dijawabnya: “Aku terima kesalahanmu semuanya”. Aneh bukan? Mengapa kesalahannya dilimpahkan. Lebih aneh lagi, kesalahan itu diterima dengan senang hati. Jangankan harus menanggung kesalahan orang lain, kesalahan diri sendiri pun masih belum karuan nasibnya.

Beragam kata yang populer juga sangat banyak dan shah saja digunakan sebagai kearifan lokal yang sudah masyhur, bahkan telah menjadi adat istiadat yang melekat dan dianggap baik hingga menjadi hukum ‘(aadat muhakkamah).

Mulai dari kalimat minal ‘aaidien wal faaizien, kullu ‘aamin wa antum bikhairin atau paling tidak, ungkapan “mohon maaf lahir dan batin”. Tidak ada yang salah dengan kalimat-kalimat itu, namun tidak sempurna dan kurang memperlihatkan keberpihakannya terhadap sunnah nabawiyyah kalau tidak memperhatikan atsar berikut ini: “Adalah para shahabat Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam, apabila mereka bertemu dalam suasana hari raya, mereka saling mengucapkan taqabbalallaahu minnaa wa minkum (artinya: semoga Allah ‘azza wa jalla menerima amal ibadah kami dan kamu)” . Riwayat tersebut dari Jabier bin Nufair sebagaimana dikomentari Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitabnya Fathul Baari/ 2 : 446).

Dengan semangat menghaturkan tahni’ah ‘iedul fithri, semoga semakin bertambah semaraknya suasana shilaturrahim dan kehangatan lebaran yang bersyari’ah. “Kalaulah masih ada mutiara, mengapa harus mencari-cari tembaga … Kalaulah ada ungkapan yang lebih berharga dan sesuai sunnah nabiNya, mengapa kita harus sibuk mencari kata-kata lainnya ?!?”. Wallaahu a’lam bis shawwaab.
________________

Penulis adalah: Pengasuh kajian madrasahabi-umi.com

Print Friendly, PDF & Email

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!