Sabtu, Januari 18MAU INSTITUTE
Shadow

SEMINAR “BERBISNIS SEJAK USIA MUDA” DIGELAR DI PESANTREN

SEMINAR “BERBISNIS SEJAK USIA MUDA” DIGELAR DI PESANTREN

Di antara program penguatan pesantren, adalah “motivasi berniaga”, baik bagi para santri Mu’allimien (‘Aliyah) atau pun bimbingan untuk para guru. Program ini diadakan, dalam rangka menumbuhkan semangat berniaga yang baik, di samping tugas pokok sebagai pengajar dan pembelajar di pesantren.

Dalam pembukaannya, Mudier Pesantren Persatuan Islam Cibatu Garut H.T. Romly Qomaruddien, MA.menyampaikan pesan iftitahnya sebagai berikut:

1. Sesuai dengan temanya; “Berbisnis Sejak Usia Muda”, merupakan materi penting untuk para santri dan guru-guru di pesantren. Mengapa demikian? Menurutnya, yang pertama; Bisnis sejak usia muda, merupakan budaya yang baik sejak Nabi akhir zaman masih belia. Walau harus menempuh ribuan mil, Muhammad Al-Amin (berikutnya menjadi Rasulullaah shalallaahu ‘alahi wa sallam) sudah turut serta terlibat dalam perniagaan bersama pamannya Abu Thalib hingga ke negeri Syam, bahkan dilirik pengusaha wanita kaya raya Khadijah binti Khuwailid (berikutnya menjadi Ummul Mu’minien) yang mempercayakan hartanya untuk dikelola. Kedua; Selain itu, karakteristik keperibadian yang melekat dalam dirinya; jujur, disiplin, dedikasi tinggi, memiliki keteladanan, pandai memanfaatkan momentum/ peluang, pendekatan personal yang tepat sasaran dan ditanamkannya prinsif-prinsif syari’ah dalam bertransaksi membuat dirinya tampil sebagai pebisnis yang mengagumkan. Tidaklah keliru apabila seorang Afzalur Rahman (Cendikiawan asal Pakistan) menulis buku: Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Buku ini pun sangat menyedot perhatian para ekonom, pegiat bisnis dan penentu kebijakkan. Rame-ramelah mereka menyambut penerbitan buku ini sejak tahun 1997 yang diterbitkan Yayasan Swarna Bhumi Jakarta.

2. Al-Qur’anul Kariem, menyebutkan kata tijaaratan (artinya: perniagaan) untuk semua perkara baik yang dapat mendatangkan rahmat Allah jalla jalaaluh dan menjauhkan dari adzabNya yang teramat pedih. Demikian pula untaian do’a yang senantiasa membimbing orang beriman dengan kalimat tijaaratan lan tabuur (artinya: perniagaan yang tidak merugi). Lagi-lagi kata tijaaratan menjadi kata yang dipilih Allah untuk menunjukkan adanya dorongan kuat.

3. Secara kelembagaan, program motivasi ini layak ditindak lanjuti, mengingat antara da’wah, tarbiyah dan ekonomi keummatan sangat penting di mana kesejahteraan para du’aat perlu perhatian yang cukup agar terjadi keseimbangan perjuangan.

4. Ada banyak contoh yang bisa diambil pelajaran, ada beberapa lembaga pendidikan (khususnya pesantren) yang sudah mengarahkan ke arah entrepreneur secara spesifik; ada Pesantren Peternakan, Pesantren Pertanian, bahkan ada yang sudah sangat mapan dalam pemasokkan sayur mayur ke swalayan-swalayan. “Thariqah Sayuriyah” pun tersemat begitu populer pada pondok pesantren ini.

5. Namun demikian, setiap pesantren tetap harus istiqamah dalam menjalankan khittah kepesantrenannya, yakni pencapaian akhir untuk apa “anak santri” itu dididik. Karenanya, dahulu sempat mengemuka sebuah pemeo: “Silahkan anda ke pasar, biar kami yang mengajar …”. Nasihat ini menunjukkan bahwa apa pun yang menjadi target anak didik harus fokus sesuai cita-cita awwal dan kurikulum yang disepakati. Menghapal kaidah-kaidah “peternakan”, jangan menghilangkan semangat menghapal dan memahami “kaidah-kaidah nahu-sharaf, tafsier, hadits, fiqih-ushul fiqih”, apabila targetnya tafaqquh fied diin.

Dalam paparan berikutnya, “Pendidikan Kewirausahaan” disampaikan Dr. Ir. H. Wawan Lulus, MSc. AD (Lektor Kepala Program Magister Manajemen IKOPIN). Motivator lulusan Belgia ini menegaskan:

1. Karakteristik masa depan anak didik/ santri dapat dipetakan sejak dini melalui kekhasan masing-masing yang satu sama lain berbeda. Menurutnya, ada pola didik yang berbeda antara negara-negara maju dan negara berkembang. Di antaranya kultur dalam mendefinisikan “tingkah laku” anak didik, termasuk dalam pencarian bakat, tak terkecuali budaya bisnis. Menurutnya, mengapa negara dengan SDA yang melimpah bisa jatuh menjadi negara miskin, bahkan menjadi “pasar empuk” bagi negara-negara raksasa ekonomi dunia. Salah satunya adalah, pendidikan jiwa kewirausahaannya lemah. Dalam catatannya, Indonesia termasuk memiliki jumlah wirausaha paling kecil di Asia Tenggara.

2. Setelah diskusi panjang, apakah kewirausahaan itu dapat dididik atau hasil keturunan?. Bila jawabannya “beunghar atau kaya itu turunan”, maka pendidikan tidak akan bermanfaat.

3. Kata kunci untuk “menemukan pintu rizqi”, adalah ketekunan dan semangat berjuang. Menurutnya, belum ada teori yang menyebutkan kalau untuk menjadi sukses itu karena turunan. Sekedar contoh di dunia sekarang, seorang gadis desa anak petani asal Bali, Dewi Fransesca yang hanya seorang pelayan restoran bisa berhasil dan menjawab kemelut ekonomi yang melanda Italia tahun 2008. Justeru dirinya berhasil menjadi wirausahan di Rocca Di Papa dengan membuka wisma di alam pegunungan yang indah. Di kala masyarakat Italia paceklik, sebaliknya dirinya meraup keuntungan yang berlimpah. Wisma yang dikelolanya secara baik diserbu para pengunjung 2 tahun sebelum pemakaian. Kepiawaiannya dalam memadukan interior alam Bali dengan iklim Italia membuat tempat ini ngak pernah sepi, terutama para honey mooners yang selalu memburu tempat ini. Inilah yang disebut oleh pemateri “faktor X”.

4. Mengutip pandangan Malcom Gladwell (2008), pakar peneliti kesuksesan ini menuturkan: “Kesuksesan manusia menemukan karya-karya besar, ternyata tidak ditentukan oleh tingginya skor IQ yang dimiliki manusia, latar belakang keluarga, tanggal lahir, darah biru atau bukan, melainkan oleh dedikasi suci dalam mencari pintu keluar dari berbagai labirin kesulitan”, ungkapnya.

5. Jiwa entrepeneur adalah jiwa tulus, yakin dan kerja keras. Jiwa yang terus “mengetuk-ngetuk” pintu agar terbuka. Jiwa yang tidak diam dan terus berjuang. Jiwa ini tidak merujuk pada ramalan-ramalan kosong seperti banyak diyakini kaum klenik (hoki atau fengshui), melainkan kerja keras dan dorongan spiritual yang tidak boleh lepas. Dalam ajaran Islam, dorongan spiritual itu adalah berdo’a kepada yang Maha pemberi rizqi (Ar-Razzaaq) dan Maha kaya (Al-Ghaniy).

Demikian hikmah yang dapat dipetik, semoga bermanfaat. Terutama para santri dan asatidz serta du’at semua yang sama-sama mengharapkan kebahagian dan kesejahteraan dunia dan akhiratnya. Wa man yattaqillaaha yaj’al lahu makhrajan wa razaqahu min haitsu laa yahtasibu. Semoga …
__________________

Penulis adalah: Mudier Ma’had dan Pengasuh Kajian madrasahabi-umi.com

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!