Sabtu, Maret 22MAU INSTITUTE
Shadow

USTADZ AHMAD NAJIYULLAH YANG ADINDA KENAL

USTADZ AHMAD NAJIYULLAH YANG ADINDA KENAL
Oleh:
Ketua Bidang Pendidikan dan Ilmiah KM-LPDI Jakarta

Tepatnya tahun 1993-1994, adinda masih duduk di semester 2 Lembaga Pendidikan Da’wah Islam (LPDI) Jakarta, sebuah masa yang adinda rasakan banyak kenangan manisnya. Walau sedikit ada pengalaman pahit, namun kenangan manisnya jauh lebih banyak in syaa Allah. Sebuah masa yang sedang-sedangnya dahaga jiwa membutuhkan hikmah, yaitu ilmu dan pengalaman di mana menyadap ilmu para senior menjadi kebutuhan yang diburu.

Dengan mengucap rasa syukur, adinda masih dipertemukan dengan muharrik-muharrik da’wah yang luar biasa semangatnya (tanpa menyebutkan satu persatu). Barisan senior yang tidak asing lagi, hampir ustadz-ustadz yang terlibat mengajar di kampus perjuangan Kramat dengan spesifikasi masing-masing begitu terkesan dalam ingatan sebagai pewarisan nilai. Semoga yang sudah tiada, mendapatkan maqaaman mahmuudan di sisi Allah ‘azza wa jalla, adapun yang kini masih ada senantiasa diberikan kesehatan, kesejahteraan dan bimbingan ridha-Nya.

Hari ini, kita kembali diingatkan oleh yang Maha Kuasa tentang berita duka sala satu di antara dosen kita, yaitu Ustadz Ahmad Najiyullah. Tentang laki-laki asal Bekasi ini, adinda punya cerita tersendiri, in syaa Allah dapat bermanfaat untuk adinda ambil hikmah.

Di samping dikenalkan oleh para ustadz senior di Kramat Raya 45 melalui LPDI, juga dikenalkan abang-abang senior dalam halaqah khusus bersama Ustadz Muzayyin ‘Abdul Wahhab di ruangan yang sekarang menjadi kantor BMI Kramat berhadap-hadapan dengan Hudaya Safari.

Setiap “pendatang baru”, maksudnya kalau ada ustadz atau aktivis yang baru datang studi (khususnya dari Timur Tengah) langsung dipanggil, ta’aruf dan dibedah ilmu dan pengalamannya. Tidak terkecuali Ustadz Najiyullah.

Yang pertama, mengenal beliau di ruangan kelas LPDI bersama para aktivis muda dengan membedah karya terjemahan beliau sendiri, yaitu buku Fathi Yakan dengan judul As-Syabaab wat Taghyier.

Kedua, Tidak lama berselang, ketika beliau masih menjadi anggota Biro Luar Negeri Dewan Da’wah dan merangkap menjadi Ketua WAMY Maktab Jakarta, buku spektakuler pun diterjemahkannya. Yaitu Al-Mauwsuu’at al-Muyassarah fiel Adyaan wal Madzaahib wal Ahzaabil Mu’aashirah oleh Dr. Mani’ Al-Juhany dkk. (WAMY Internasional) dan disunting oleh Ustadz Abu Ridha (Dosen Ghazwul Fikri LPDI waktu itu). Tidak lama kemudian, adinda pun menemukan buku kecil yang mengkritisinya, semakin menambahkan ramainya perhelatan.

Ketiga, sebuah buku “Panduan Pengelolaan Darul Aitam” yang diterjemahkan dari Baituz Zakaat Kuwait, di mana Darul Aitam menjadi bagian program binaan Biro Luar Negeri Dewan Da’wah.

Lama tidak berjumpa, dua tahun yang lalu qaddarallaah bertemu di Lampu Merah Pintu Tol Bekasi Timur. Setelah beliau menayakan gimana kabar para masyayikh di Kramat sehat dan lain-lain, perjumpaan singkat itu masih sempet berdiskusi terkait buku-buku yang layak dirujuk sebagai panduan “Madrasah Ghazwul Fikri.” Beliau pun berjanji, akan memberikannya. Namun demikian, walau belum kesampaian, paling tidak beliau sudah menyebutkan judul-judul dan pengarangnya.

Terlepas dari segala plus minus sebuah perjalanan panjang, adinda selalu “mengambil manfaat” dari sebuah pengalaman. Yang adinda tidak lupa, adinda pernah “menegur” beliau terkait pemakaian simbol dakwah di lapangan. Alhamdulillaah, beliau pun menerimanya dengan baik. Dengan menghaturkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun semoga Ustadz mendapatkan tempat yang mulia di sisiNya. Aamien ….. (#TenRomlyQ, LPDI dalam Kenangan)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!