Minggu, November 10MAU INSTITUTE
Shadow

MENSYUKURI NIKMAT PERJUANGAN DAN MENYIAPKAN BEKAL UNTUK MASA DEPAN (Mutiara Mimbar Jum’at Wadhhah ‘Abdurrahman Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah)

MENSYUKURI NIKMAT PERJUANGAN DAN MENYIAPKAN BEKAL UNTUK MASA DEPAN (Mutiara Mimbar Jum’at Wadhhah ‘Abdurrahman Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah)

Disarikan dari Khutbah Jum’ah KH. Abdul Wahid Alwy, MA. pada tanggal 13 Sya’ban 1440 H./ 19 April 2019 oleh:
Teten Romly Qomaruddien

Dengan idzin Allah jalla jalâluh, dengan kuasaNya Al-Faqîr dapat menyimak untaian mutiara khuthbah sang guru dan sekaligus orang tua kita Ustâdzunal Fâdhil Abdul Wahid ‘Alwy hafizhahullâh (Wakil Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia) yang berkesempatan menjadi khathib di majlis mulia dan ranah persemaian da’wah di kawasan Komplek Pusdiklat Dewan Da’wah Jl. Kampung Bulu Setiamekar Tambun Selatan Bekasi Jawa Barat ini.

Tidak kurang dari 10 Mutiara Hikmah yang dapat disarikan dari tutur katanya yang berat, karena dorongan jiwa yang menusuk sukma tentunya. Adapun sepuluh nasihat emas (kalimat dzahabiyah) yang dimaksud, adalah sebagai berikut:

1. Dengan diawali memetik QS. Al-Mulk/ 67: 1 – 2, lalu beliau menegaskan: “Bahwa kekuasaan (al-mulk) itu tidak lepas dari milik Allah Dzat yang Maha kuasa (qadîr). Demikian pula, kehidupan hari ini dan kematian kelak merupakan sama-sama ujian (balâ) dari Allah yang Maha gagah dan pengampun. Manusia hanya diuji untuk menunjukkan usahanya, siapa yang paling baik perbuatannya (ahsanu ‘amalan).”

2. Setelah memetik hadits Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam riwayat Imam Muslim dari Abi Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallâhu ‘anh, menurutnya hadits tersebut mengingatkan: “Bahwa kehebatan seorang mukmin itu apabila mendapatkan sesuatu yang menyenangkan, dia bersyukur dan apabila menimpanya sesuatu kesulitan, maka dia bershabar.”

3. Dengan senantiasa mensyukuri nikmat imân, nikmat Islâm dan nikmat ihsân, maka kita harus yakin: “Bahwa kemenangan atau pun kekalahan, keduanya merupakan kuasa Allah yang telah diujikan untuk orang-orang yang beriman.”

Beliau pun mengingatkan, peristiwa pembebasan kota Mekkah (fathu makkah) merupakan cerminan “fiqih kemenangan” yang ditunjukkan seorang pemimpin besar yang penuh keteladanan. QS. An-Nashr/ 110: 1 – 3 mencatat peristiwa haru-biru itu, di mana memaha sucikan Allah (tasbîh), memujiNya (tahmîd) dan tetap memohon ampunan kepadaNya (istighfâr) merupakan sikap termulia ketika meraih kemenangan.

4. Apa pun yang telah diusahakan seorang mukmin, tidaklah lepas dari keagungan Allah. Apa pun yang bakal terjadi, itu pun tidaklah lepas dari kuasaNya. Lalu beliau menuturkan dengan memetik QS. Al-Insyirâh/ 94: 7 – 8. Dengan demikian, menurutnya: “Tugas kita berikutnya, adalah melanjutkan pekerjaan dan senantiasa berharap yang terbaik menurut Allah.”

5. Dalam kondisi apa pun, ummat Islam harus pandai mengambil pelajaran. Hal ini telah ditunjukkan Allah jalla jalâluh dalam berbagai peristiwa sejarah semisal perang uhud. Menurutnya: “Secara kasat mata, perang ini kaum Muslimin diuji dengan kekalahan. Namun ternyata, dibalik itu semua; gugurnya Hamzah bin ‘Abdil Muthalib radhiyallâhu ‘anh, tersungkurnya para shahabat ridhwânullâh ‘alaihim yang bersimbah darah, ternyata Allah berkehendak menjadikan mereka sebagai syuhadâ.”

6. Merupakan pedoman yang paling mulia, yakni pedoman yang menjamin keselamatan manusia di dunia dan akhiratnya. Dialah Kitâbullâh dan Sunnah nabiNya. Seraya menukilkan hadits riwayat Imam Muslim, Al-Hâkim dan Imam Mâlik rahimahumullâhu ‘alahim tentang “dua pusaka” Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam. Menurutnya: “Dalam kondisi bagaimana pun, pedoman ini jangan pernah ditinggalkan.”

7. Hal penting lainnya, adalah orientasi perjuangan. Dengan menukil QS. Al-Qashash/ 28: 77, beliau menguraikan: “Orientasi perjuangan seorang mukmin adalah menggapai akhirat, yakni kehidupan yang kekal abadi. Adapun kehidupan dunia hanyalah sementara. Karenanya, jangan bikin keonaran di muka bumi dan hendaknya berbuat ihsan sebagaimana Allah telah berbuat ihsan untuk manusia.”

8. Seiring bulan Rajab, di mana Allah tunjukkan keagungannya melalui peristiwa isrâ dan mi’râj. Menurutnya: “Tidak ada yang mampu menyangkal, betapa sorga Allah benar-benar nyata adanya dan sudah tercipta. Buktinya adalah Rasûlullâh diperkenankan dalam peristiwa itu untuk melihatnya.”

9. Harapan besar orang beriman di negeri akhir, adalah dapat berjumpa dan berkumpul bersama orang yang paling dirindukan dan dicintai melebihi kecintaan pada yang lainnya. Mengingatkan akan hadits mulia al-mar’u ma’a man ahabba riwayat Al-Bukhâri dan Muslim dari shahabat ‘Abdullâh bin Mas’ud radhiyallâhu ‘anh, beliau menegaskan: “Orang yang paling kita cintai itu, adalah guru kita, pembimbing kita dan pemimpin kita, yakni Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihi wa sallam.”

10. Terakhir, beliau mengajak berdo’a (dengan menukil QS. Âlu ‘Imrân/ 3: 26 – 27) agar ikhtiar yang telah diupayakan oleh seluruh lapisan Muslimin khususnya untuk kebaikan agama dan bangsa ini, Allah jalla jalâluh anugerahkan jawaban berupa pemimpin yang terbaik atas kehendakNya. Segala sesuatu tidak akan mungkin terjadi, melainkan atas kehendakNya.

اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26) تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ ۖ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ ۖ وَتَرْزُقُ مَن تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (27)

“Wahai Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).”
____

Penulis adalah: Pegiat dan khâdim (marbûth) Masjid Wadhhah ‘Abdurrahman Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah sejak tahun 1999

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!