INDIA OH INDIA … SIKAPMU TAK “SEINDAH” NYANYIANMU
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Kebengisan demi kebengisan kini tengah dipertontonkan kepada dunia, di mana pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan para ekstrimis Hindu seolah dibiarkan oleh pihak berwenang setempat.
Tingkah brutal mereka, tidak hanya mencoreng mukanya sendiri yang sering mendudukkan sebagai negeri yang menjunjung tinggi demokrasi dan meneriakkan toleransi. Namun, lebih dari sekedar itu meruntuhkan peradaban yang pernah dibangun sejarahnya sendiri. Keberadaan kaum Muslimin sejak zaman sulthan-sulthan Muslim benua ini, seolah sirna tanpa jejak. Dan akhirnya, dunia pun menjadi tahu bahwa mereka sebenarnya anti kebhinekaan. Padahal, secara statistik kaum Muslimin di India terbilang cukup banyak. Bahkan perlu diingat, pusat literasi Islam Lucknow pimpinan Sayyid Abul Hassan Ali al-Hasani an-Nadawi (Lembaga Nadwah Islam) ada di Srinagar India.
Konflik yang melibatkan kaum Muslimin di negeri ini, sebenarnya telah terjadi sejak lama. Hal ini sangat terlihat pada sikap New Delhi terhadap komunitas Muslim Jammu-Kasymir sebagai “taman sorga” yang disengketakan di benua ini.
Sebagai negara tetangga, Pakistan termasuk negeri Muslim yang sangat menaruh perhatian dalam masalah Kasymir ini. Tahun 1990, Qazi Hussain Ahmad dari Jamâat al-Islâmi (Gerakan Da’wah Islam besutan Sayyid Abul A’la al-Maududi) mengusulkan agar 5 Februari menjadi hari libur nasional di Pakistan. Untuk menghormati para pejuang Kasymir yang gugur dalam konflik, PM. Nawaz Sharif merealisasikannya tahun 1991 sebagai hari solidaritas Kasymir.
Menanggapi tragedi kemanusiaan dan aksi terorisme akhir-akhir ini di India, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat memandang perlu mengundang tokoh-tokoh Ormas Islam untuk menyatakan sikap bersama. Di antaranya:
1. MUI menilai aksi teror itu dilakukan pendukung Perdana Menteri India Narendra Modi dari Partai Bharatiya Janata. “Perbuatan tersebut melanggar prinsip dan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) yang tertera di dalam Piagam HAM dan terjadi pembiaran oleh pemerintah yang berkuasa”.
2. MUI juga mendesak Pemerintah India menegakkan keadilan bagi Ummat Islam India dan mencabut UUD kewarganegaraan yang bersifat diskriminatif terhadap umat Islam India (Citizenship Amandment Act/ CAA). MUI menilai Undang-undang tersebut merupakan pemicu utama terjadinya tindak kekerasan terhadap Muslim India.
3. MUI mewajibkan ummat Islam Indonesia memboikot seluruh produk-produk India, jika masih terjadi kekerasan terhadap Muslim India dan MUI meminta Pemerintah Indonesia memutus hubungan diplomatik dengan Pemerintah India.
4. MUI juga meminta ummat Islam Indonesia agar mewujudkan Ukhuwwah Islamiyah terhadap kaum Muslim India dengan memberikan bantuan moral dan material”.
Pertemuan yang dipimpin oleh KH. Mahyuddin Junaidi, MA. (Wakil Ketua Umum MUI Pusat), KH. Abdullah Jaidi (Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi MUI Pusat), Nadjamuddin Ramly (Wakil Sekjen MUI Pusat), seyogianya dihadiri oleh Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat dan pihak Kementerian Luar Negeri RI. Namun sangat disayangkan, pihak Dubes membatalkan untuk hadir dalam acara ini, padahal 61 Ormas Islam yang menerima undangan MUI Pusat sangat menantikan kehadirannya. Ternyata, India oh India … sikapmu tak “seindah” nyanyianmu. Wallâhul musta’ân ... (@Catatan hari Kamis, 12/ 03/ 2020 di Aula Utama Gedung MUI Pusat)