TIGA KODE ETIK MUSLIM YANG WAJIB DIJAGA DI TENGAH PRAHARA
Di sela-sela waktu dhuha dalam penantian keberkahan, Guru kami Al-Faadhil KH. ‘Abdul Wahid ‘Alwy, MA. hafizhahullaah melayangkan nashihatnya, agar kita yang tengah dihadapkan berbagai musykilah keummatan dapat menghadapinya dengan penuh hiasan kemuliaan. Khawatir boleh, bahkan harus. Namun, panik jangan!!! ujarnya. Siapa pun kita, dalam masa-masa ketidak wajaran suasana, ketidak menentuan sikap, maka bukan hal yang mustahil bara fitnah sesama ummat bisa berubah menjadi kobaran yang mengoyak ukhuwwah.
Di era keterbukaan, di zaman perubahan dan percepatan ini, memperhatikan kode etik universal bagi seorang Muslim adalah keniscayaan yang wajib ‘ain adanya. Semua kita, wajib memelihara dan menjaganya. Minimalnya, menurut santri Ustadz ‘Abdul Qadir Hassan rahimahullaah ini ada tiga mutiara penting:
Pertama; Tidak menyampaikan sesuatu, kecuali setelah ada landasan/ dasar/ bukti/ data yang kuat, akurat, ilmiah, dan cukup lengkap. Di samping memperbanyak tabaayun, yakni chek and re-chek, juga kalau pun harus disampaikan, maka sampaikanlah dengan lisan yang terjaga dan akhlaq yang mulia. Bukankah Rasul panutan pernah menuturkan:
ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا أو ليصمت
“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia bertutur dengan baik, atau diam!!!” (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anh)
Kedua; Senantiasa memelihara sikap untuk mendahulukan husnuz zhhann, yang dibungkus dengan semangat dakwah, orientasi bervisi akhirat, dan menjunjung rasa kemanusiaan
Ketiga; Hendaknya memperhatikan kembali hablun minallaah dan hablun minannaas secara serasi dan seimbang. Yang pertama hubungannya ke atas dengan yang menciptakan kita dan semua makhluqNya, sedangkan yang kedua sesama makhluqNya, khususnya manusia … Semoga!!! … 💫☪️😊💟✒️ (@TenRomlyQ)