PLEASE … JANGAN PUTUSKAN JALAN REZEKI MEREKA!!!// Qaddarallaah, tugas shalat tarawih malam ini tanpa membawa motor sendiri, atau diantar sama si bungsu. Alternatifnya mencari ojek online, supaya tidak susah mencari-cari alamat. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya datang pula sembari sang driver minta maaf. Dengan tersipu malu dan berharap “pengertian” diri ini sebagai konsumen, sang driver mengulang-ulang permohonan maafnya. Singkat cerita, kami pun berjalan menuju tempat tujuan dengan keadaan kurang nyaman; Secara fisik orang yang membawanya tampak wajah yang tengah dirundung masalah, secara fisik kendaraan apa adanya banyak ikatannya, belum lagi rantai roda yang mengkhawatirkan keselamatan dengan bunyi yang tidak wajar. Diri ini pun hanya bisa terdiam, dan hati mulai bergemuruh: “Apa bisa sampai tujuan atau malahan mogok di tengah jalan?”, gumam diri ini karena perjalanan lumayan jauh di pinggiran kota. Diiringi rintik-rintik hujan dan liku-liku jalan yang penuh lubang, sambil abang driver memacu motornya yang entah kapan sampainya, hati ini pun terdorong ingin bertanya: “Kira-kira nyampe ngak yah Mas?”. Belum sempat bibir ini mengucap, si Abang sudah lebih dahulu bilang: “Maaf pak Ustadz agak lama, mudah-mudahan nyampe yah!”. Kembali diri ini terdiam dan terbesit rasa was-was, sepertinya tidak akan sampai tujuan. Ketika jalanan agak stabil dan sedikit mulus, si Abang malah bercurah hati yang sangat memilukan: “Saya ini baru diberi kesempatan narik lagi pak Ustadz, setelah sekian lama ngak narik karena dilaporin konsumen akibat “pelayanan saya buruk”. Selain itu, saya juga sakit dan di rumah sedang tidak karuan; karena nyari duit sekarang susah, anak-anak dan isteri saya ngak kuat lagi membersamai saya. Akhirnya mereka pergi meninggalkan saya pak Ustadz, apakah mereka bakal kembali lagi? Apalagi sekarang lagi puasa”. Sontak diri ini, serasa diiris sembilu, dan jantung berdetak seketika merasakan apa yang tengah dirasakan si Abang. Jadwal shalat dan kultum tarawih pun hampir lupa, larut dalam cerita lara yang dibawakannya. Semula, diri ini pun mengajak makan untuk sama-sama berbuka shaum sambil turut serta menegarkannya agar shabar dan tawakkal, namun si Abang pun menolaknya, “Pak Ustadz khan mau ngisi tarawih?”, ujarnya datar. Maka “terapi jalanan” pun berlanjut, seiring pelan-pelannya perjalanan. Di balik terenyuh dan terkoyaknya hati ini, si Abang pun menutup ceritanya: “Yang namanya nasib orang khan ngak sama, rezeki pun demikian. Pengennya kita ya, kalau emang pelayanan saya ngak layak, bo jangan sampai memutus rezeki orang!!!”. Itulah potret sosial kehidupan nyata; Tidak jauh dari jangkauan mata, namun terkadang terasa jauh dari sentuhan nurani kita. Walaupun tentu tidak semua, tapi hal itu memang faktanya terjadi demikian. Semoga Madrasah Ramadhan semakin mengasah kepekaan jiwa kita untuk saling mengedepankan rasa “silih asah, silih asuh, dan silih asih” kepada sesama kita. Kebahagiaan mereka, adalah kebahagiaan kita juga!!! 💫😭💟😊✒️ (@TenRomlyQ)