Rabu, November 13MAU INSTITUTE
Shadow

MADRASAH DAKWAH BINAA-AN DAN DIFAA’AN; KIAT JITU LAWAN ISLAMOPHOBIA

MADRASAH DAKWAH BINAA-AN DAN DIFAA’AN; KIAT JITU LAWAN ISLAMOPHOBIA
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien

Memupuk rasa takut yang berlebih, hingga melahirkan stigma kebencian dan pandangan ekstrim terhadap Islam, serta ajarannya merupakan kesalahan besar dalam menilai Islam. Ketika Islamophobia dikobarkan di beberapa negara Barat dan banyak memangsa korban yang tidak sedikit, justeru masyarakat dalam ketidak tahuan mereka terhadap agama ini.

Dengan lantang dan memukau, Imran Khan delegasi Pakistan menyampaikan pidatonya atas nama OKI di sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB]. Tak segan-segan, dirinya mengajak seluruh peserta sidang lainnya untuk bisa memahamkan masyarakat dunia memahami ajaran Islam yang sebenarnya. Dan itu adalah tugas kita semua, ujarnya. Menyinggung soal pelecehan dan penghinaan terhadap Nabi akhir zaman, ia tegaskan berkali-kali: “Muhammad ada di hati, karena itulah ummat Islam marah ketika Nabi mereka dihinakan”.

Sekalipun sikap antipati terhadap yang berbau Islam, sebenarnya sudah ada sejak zaman di mana dakwah ini dikumandangkan pertama kali, bahkan sejak zaman para Nabi. Namun pada kenyataannya, sejarah membuktikan betapa Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sosok realistis yang mengajarkan pentingnya menghargai kebinekaan dalam kehidupan bernegara yang menghargai konstitusi bersama. Piagam Madinah, merupakan bukti sejarah tak terbantahkan.

Dalam menegakkan supremasi hukum, bukankah sang Rasul pernah memenangkan persidangan untuk orang Yahudi ketika si Yahudi tersebut ada di pihak yang benar. Itulah cerminan Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika harus menjalankan hukum di wilayah kekuasaannya; Dirinya lebih berpihak pada keadilan, bukan pada pertimbangan yang lainnya.

Melalui sidang umumnya [general assembly], PBB akhirnya mengeluarkan sebuah resolusi penting yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari internasional melawan Islamophobia. Ini semua menunjukkan, siapa pun pelakunya yang hari ini menunjukkan kebencian terhadap agama ini berarti melanggar kesepakatan dunia.

Dalam konteks tanah air, Majlis Ulama Indonesia [MUI], tanggal 30 Maret 2022, merespon berita gembira ini dengan menggelar sebuah webinar yang dihadiri oleh para tokoh ormas Islam Indonesia dan para tokoh penting lainnya. Webinar dengan tema “Turn Back Islamophobia; Pengarusutamaan Moderasi Untuk Menangkal Islamophobia” ini, di samping menyambut gembira dan mengapresiasi atas terbitnya resolusi PBB, juga menggali pikiran dan memperkokoh komitmen ummat Islam Indonesia dalam melawan Islamophobia.

Beberapa keputusan penting yang perlu dicatat dari webinar itu adalah:

Pertama, keberhasilan SU PBB melahirkan resolusi ini adalah sebuah momentum penting secara global bahwa Islamophobia yang dilakukan oleh banyak kelompok kepentingan di manapun adalah sebuah kebodohan dan kesalahan besar.
Kedua, bagi semua negara anggota PBB, penetapan tanggal 15 Maret sebagai hari internasional melawan Islamophobia adalah momentum penting untuk semakin memperkokoh PBB benar-benar menjadi sebuah badan internasional yang efektif dan kuat terutama dalam menciptakan perdamaian dunia.
Ketiga, bagi negara anggota OKI termasuk Indonesia, resolusi ini juga merupakan ruang dan kesempatan besar untuk melakukan langkah-langkah strategis baik sendiri maupun bersama-sama secara kolaboratif.
Keempat, Islamophobia adalah juga satu bentuk lain dari ekstrimisme yang sangat membahayakan bagi siapapun. Namun demikian, menangkal dan melawan Islamophobia ini juga harus dilakukan dengan cara-cara yang manusiawi dan beradab, tidak dengan cara-cara ekstrim dan zhalim.

Berangkat dari itu, maka pada prinsipnya semua elemen ummat dan bangsa berhak ikut andil dalam menyokong seruan “Lawan Islamophobia” ini. Apabila seluruh ormas Islam dan para tokohnya telah bersepakat, lalu diikuti oleh beragam komunitas lintas profesi lain yang peduli akan pentingnya membina hubungan sinergi antara agama dan negara, harmoni antara ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dapat segera mendesak pihak berwenang dalam melahirkan Undang-undang Anti Islamophobia. Apa yang dilakukan Majlis Ulama Indonesia [MUI], Forum Ulama Ummat Indonesia [FUUI] Jawa Barat, Ormas-ormas Islam, dan diskusi-diskusi Komunitas peduli lainnya merupakan sikap konkrit dukungan atas segera terwujudnya Undang-undang tersebut.

Sisi lain yang tak boleh diabaikan oleh para aktivis dan gerakan dakwah adalah pembinaan pemahaman ummat terhadap agama ini, itulah madrasah dakwah binaa-an yang misi utamanya adalah tarbiyah dan tashfiyah, yakni mencerdaskan intelektual, spiritual, dan emosional ummat.

Madrasah tersebut dirasakan akan timpang dan kurang sempurna, apabila tak dilengkapi dengan madrasah lainnya, yakni melakukan misi penangkalan, pembelaan, dan pembentengan dari segala bentuk tantangan dan ancaman terhadap ‘aqidah dan syari’ah ummat. Yang kedua ini, disebut madrasah dakwah difaa’an.

Dengan menghadirkan para pemateri, yaitu KH Athian Ali Da’i, Lc MA, HM. Rizal Fadillah, SH., Dr. Hadiyanto A. Rachim, M.I.Kom. Dr. H. Ferry Juliantono, H. Abdullah al-Katiri, SH. dan H. Mohammad Ro’inul Balad yang mengingatkan bahwa Resolusi PBB “To combat Islamophobia” adalah nilai penting sebagai “amanat dunia” untuk lebih menghargai Islam dan umat Islam di manapun berada. Demikian pertemuan tokoh ulama ummat dari Masjid Al-Lathief Bandung [01/06/22] menyerukan.

Halaqah lainnya, dengan sebahagian pemateri yang sama, pembahasan yang sama digelar di galeri seni Rumah Mataram Pondok Indah kediamannya Ahmad Dhani Prasetyo [13/06/22]. Hadir dalam perhelatan tersebut sejumlah tokoh kritis yang tak asing lagi; KH. Dr. Anwar Abbas, M.Ag., Prof. Dr. Refly Harun, Gus Aam, Habib Mukhsin al-Aththas, Buya Risman Muchtar, Hj. Neno Warisman, Dr. Nahrawardaya, dan puluhan aktivis dakwah muda lainnya; Abu Taqi Mayestino, Dzulqarnain el-Maduri, Syamsul Arifin Nababan, Dr. Bukhori Muslim, David Chalik, dan sejumlah aktivis muda lainnya. Selain beberapa aktivis yang tak disebutkan, ada juga beberapa aktivis dan tokoh yang seyogianya hadir namun berhalangan karena sedang di luar kota dan luar negeri.

Acara ini diharapkan, bisa menjadi sharing pandangan untuk turut serta dalam memberikan masukan sebagai langkah konkrit dalam rangka menyuarakan “Stop Islamophobia” di mana pun berada, juga memberikan dukungan kepada pihak-pihak terkait yang tengah menyiapkan naskah akademik demi terwujudnya UU Anti Islamophobia yang diharapkan hadir di tengah-tengah ummat. Walladziina jaahaduu fienaa lanahdiyannahum subulanaa

Print Friendly, PDF & Email

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!