KELAHIRAN NABI AKHIR ZAMAN; TINJAUAN AL-QUR’AN, BIBLE DAN SEJARAH
Oleh:
H.T. Romly Qomaruddien, MA.
Tepatnya tahun 1418 H., 22 tahun yang lalu, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Jakarta Raya bersama Ikatan Keluarga Masjid Indonesia (IKMI) Jakarta menyelenggarakan Seminar Sehari terkait Sejarah Kelahiran Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun para pemateri yang dihadirkan, tiga da’i senior Dewan Da’wah yang piawai di bidangnya; Rifyal Ka’bah, MA. (Pakar Studi Islam, waktu itu belum Prof. Dr.), KH. Drs. Ramly Nawai (Kristolog, Dosen senior IAI Al-Ghuraba Jakarta) dan KH. Drs. Moh. Nabhan Husein (Dosen senior LPDI Jakarta, Pendiri Majlis Tafsir Indonesia). Kini ketiganya, telah berpulang ke rahmatullaah. Semoga Allah ‘azza wa jalla menempatkan mereka pada maqaaman mahmuudan-Nya.
Untuk mengambil manfaat terhadap ilmu yang pernah disampaikannya, mutiara terpendam ini kembali kami haturkan:
A. Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi wa Sallam dalam Al-Qur`an
Nama “Muhammad” dalam Al-Qur`an disebut empat kali, yaitu:
“Dan Muhammad itu tidak lain, melainkan seorang Rasul …” (QS. Ali Imraan/ 3: 144)
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, melainkan utusan Allah dan pengakhir para Nabi …” (QS. Al-Ahzaab/ 33: 40).
“Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah), mengajarkan kebajikan serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad …” (QS. Muhammad/ 47: 2).
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia …” (QS. Al-Fath/ 48: 29).
Dan satu kali dengan sebutan “Ahmad”, yaitu dalam QS. As-Shaf/61: 6 yang berbunyi: “Dan (ingatlah) ketika ‘Isa putra Maryam berkata: Wahai Bani Israil, sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku yang namanya “Ahmad” …”
Di lain ayat, terkadang Al-Qur`an menggunakan kata “Nabi”, seperti: “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami telah mengirimmu …” (QS. Al-Ahzaab/ 33: 45), juga kata ganti “kamu” atau “dia”, seperti: “Kami telah banyak sekali memberikan karunia kepadamu.” (QS. Al-Kautsar/ 108: 1) dan ayat yang menyebutkan: “Ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullaah, kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan …” (QS. Al-Hujuraat/ 49: 7).
Menarik untuk dicermati, bahwa sebelumnya Nabiyullah ‘Isa yang membawa Injil dari Allah pernah mewartakan kedatangan Muhammad dengan nama Ahmad. Dengan sifat-sifatnya yang mulia dan terpuji; lembut, penuh kasih, pemaaf, suka bermusyawarah dan menolong. Benar dan jujur (shiddiq), dapat dipercaya (amaanah), selalu menyebarkan kebaikan dan petunjuk (tabliegh) dan cerdas (fathaanah) telah mengantarnya menjadi Nabi yang “lebih terpuji” (Muhammad artinya terpuji dan Ahmad artinya “lebih terpuji”) dibandingkan Nabi-nabi yang lain. (Al-Ashfahani, hlm. 130).
Di sisi lain, Al-Qur`an pun menyebutkan bahwa Allah ‘azza wa jalla telah mengirim seorang Nabi yang ummi kepada ummatnya yang ummi pula. (QS. Al-Jumu’ah/ 62: 2).
Dikatakan ummi, memiliki pengertian: Pertama, realitanya Nabi Muhammad tidak bisa membaca dan menulis sepanjang hidupnya. Karena itu, dirinya mengangkat Zaid bin Tsabit radhiyalkaahu ‘anh menjadi petugas yang dapat membacakan, menerjemahkan dan membalas surat-surat yang sampai kepada dirinya. Kedua, Nabi Muhammad tumbuh di tengah masyarakat yang tidak mengenal kitab suci sebelumnya. Semua ini merupakan kehendak Allah, di mana tidak ada alasan bagi orang-orang yang mengingkari kitab suci Al-Qur`an untuk menuduh bahwa Al-Qur`an itu bikinan Muhammad.
B. Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi wa Sallam dalam Bible
Berita kedatangan Nabi akhir zaman, bukan hanya diakui oleh para pembaca Bible hari ini, melainkan semenjak Muhammad menerima wahyu pertama di gua Hira. Salah satu saksi kunci di antara pembaca Al-Kitab itu adalah Waraqah bin Naufal (saudara sepupu Khadijah isteri Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam) yang menjadi pendeta di masa itu.
Dalam beberapa temuan Kristolog hari ini, juga semakin menguatkan data-data itu, di mana Nabi Musa telah mewartakan sebagaimana dalam Kitab Ulangan Pasal 18 ayat 18-19 berbunyi: “Seorang Nabi akan Aku bangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka seperti engkau ini. Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya dan ia akan mengatakan kepada mereka segala apa yang Aku perintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Aku tuntut pertanggung jawaban.”
Demikian pula ciri-ciri dan kriteria Nabi yang akan muncul itu telah disebutkan pula dalam Al-Kitab sebagai berikut:
1. “Ia bukan berasal dari Bani Israil, tetapi dari Bani Ismail.” (Ulangan 18: 16-20, 34: 10, Mazmur 14: 17 dan Mateus 21: 42).
2. Serupa dengan Nabi Musa (Ulangan 18: 16-20).
3. Bukan keturunan Dawud (Mazmur 110: 1).
4. Ia dan risalahnya diberkati untuk selamanya (Mazmur 45: 3). Berperang dengan pedangnya untuk membela agamanya (Mazmur 45: 2-5).
4. Bangsa-bangsa tunduk di bawah kekuasaannya (Mazmur 45: 2-5).
5. Risalahnya menghapus syari’at terdahulu (Mateus 21: 42-43).
6. Datang setelah Nabi Yahya-Yohannes Pembabtis (Markus 1: 7).
7. Risalahnya lengkap (Yohanes 14: 25, Markus 1: 7).
8. Risalahnya terakhir dan kekal (Yohanes 14: 6).
9. Memuliakan Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam (Yohanes 16: 12-14).
10. Ia seorang yang Ummi atau buta huruf (Yeyasa 29: 12).
11. Ia datang dari tanah Hejaz (Hebakuk 3: 3).
12. Dan ia datang dari bangsa yang tidak mengaku sebagai bangsa pilihan (Yeyasa 65: 1).
Kalau demikian, siapa yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut kalau bukan Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wa sallam.
C. Kelahiran Hingga Peringatan; Sebuah Tinjauan Sejarah
Berbicara kelahiran Nabi, sejujurnya para penulis sejarah masih berselisih mengenai tanggal pastinya. Namun menurut riwayat yang masyhur, Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah. Itulah yang lebih populer di kalangan kaum muslimin, bagaimana pun ini adalah sebuah tanggal yang diperkirakan yang menjadi konsensus (ijma’, kesepakatan) di kalangan ummat dan bukan sebuah kepastian.
Sekali pun demikian, kesepakatan ini tetap dihargai. Akan tetapi, para ahli sirah tidak menemukan bahwasanya Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam memperingati hari kelahirannya, demikian juga para shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan generasi setelah mereka dari para Imam petunjuk. Kalau pun ada yang mengkaitkannya dengan peristiwa kelahirannya, itulah shaum sunnah di hari Senin sebagaimana dikuatkan oleh riwayat Imam As-Suyuthi.
Adapun sejak kapan dan siapa yang pertama kali mempelopori perayaan kelahiran Nabi, tidak diketahui dengan pasti. Yang jelas para ahli sejarah selalu mengkaitkannya dengan dua peristiwa: Tradisi Syi’ah dan Perang Salib.
Bermula pada masa Dinasti Fathimiyyah yang Syi’ah dengan pemerintahan Wazir al-Afdhal (487-515 H./ 1095-1121 M.) yang bukan sekedar merayakan Nabi, melainkan kelahiran ‘Ali, Fatimah dan bahkan kelahiran sang Amir. Pengaruh ajaran ini masih tetap berlanjut hingga Mesir Modern, di mana peringatan Maulid Sayyidina Husain (putera Ali bin Abi Thalib) serta wafatnya di Karbala diperingati lebih meriah dari pada Maulid Nabi.
Riwayat lain menyebutkan, baik sewaktu masih berpusat di Tunis tahun 909 M. lalu pindah ke Kairo dengan Khalifah IV Al-Muiz (952-975 M.) sampai Khalifah V Al-‘Aziz (975-996 M.) telah melakukan usaha-usaha resmi untuk menyebarkan ajaran Syi’ah. Salah satunya pesta besar-besaran ulang tahun kelahiran Nabi di seluruh negeri yang berada dalam kekuasaan Dinasti Fathimiyyah, termasuk Mekkah, Jeddah dan Yaman.
Sedangkan di kalangan Sunni, perayaan kelahiran Nabi dilakukan di Arbala` tahun 604 H./1207 M. oleh Al-Malik Muzhaffar ad-Din Kukburi (salah seorang saudara Shalahuddin al-Ayyubi). Diterangkan oleh Ibnu Khalikan (w. 681 H./ 1282 M.) bahwa pergolakan perang salib yang berlangsung 200 tahun, telah menyebabkan akulturasi kebudayaan antara pengaruh Kristen dan pengaruh Islam. Orang-orang kristen telah membawa berbagai hal yang positif dari peradaban dan kebudayaan Islam ke Eropa. Bagi ummat Islam, beberapa kebiasaan Kristen selama kurang lebih dua abad itu telah meninggalkan bekas pada tradisi baru. Pengaruh yang jelas adalah perayaan kelahiran Nabi dengan mencontoh perayaan Natal Jesus Kristus yang dalam Islam dikenal dengan ‘Isa al-Masih.
Nampaknya, kalau mengingat perjuangan dan gigihnya Sulthan Shalahuddin al-Ayubi ketika mengembalikan ummat kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullaah dari kekeliruan tradisi Fathimiyyah yang Syi’ah dan heroiknya Sulthan dalam mengusir tentara Salib dari bumi Islam, kiranya menjadi bahan renungan dan mawas diri bagi kaum muslimin hari ini. Pemaknaan terhadap “mengingatnya kita” akan kebesaran dan perjuangan Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam hendaknya menjadi dorongan kuat untuk mengamalkan sunnah-sunnahnya. Mencintai Nabi berarti memelihara sunnahnya dari berbagai kekeliruan dan menyayangi Nabi berarti menjaga ajarannya dari berbagai penyimpangan.
_____
Penulis ikhtishar adalah: Anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam (Komisi ‘Aqidah), Anggota Fatwa MIUMI Pusat (Perwakilan Jawa Barat), Wakil Sekretaris KDK MUI Pusat, Ketua Bidang Ghazwul Fikri & Harakah Haddaamah Pusat Kajian Dewan Da’wah dan Ketua Prodi KPI STAIPI-UBA Jakarta.