MENYELAMI “FALSAFAH ATIKAN” PRAKTIS KI SUNDA
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Suatu hari seperti biasanya, Guru kami Ustadzuna KH. Mohammad Iqbal Santoso Syihab mengirimkan pesan-pesan singkatnya; terkadang dengan kata-kata singkat, dialog guyonan, bahkan meme yang lucu dan mendidik. Sentilan sentilunnya yang kadang membuat diri ini tersenyum, tertawa lebar, bahkan yang memotivasi diri agar introspeksi pun ada, tanpa harus merasa digurui.
Di antara kiriman yang pernah diterima murid adalah pepatah terkait pendidikan Ki Sunda berikut ini:
“Budak teh modalna ti bapak, modelna ti indung. Hayang budak soleh moal bisa dadakan, tapi kudu didikan. Ngadidikna kudu dilakonan jeung dileukeunan. Nu paling penting, didik ku cinta jeung conto. Omat kudu sabar ulah kasar, make elmu lain make nafsu”.
Berulang kali murid membacanya, ngak berani menghapusnya, karena ini adalah nashihat, yang di dalamnya ada ilmu yang bermanfaat (al-‘ilmun nâfi’) untuk bahan renungan, khususnya bagi mereka yang merasa insan pendidik. Beberapa kaidah penting yang dapat dipetik adalah:
Bapak adalah Modal Dasar yang Pertama dan Utama
Kata “bapak” dalam bahasa Arab sering dipanggil أب dibaca abun, artinya “bapak ideologis” di mana siapa pun orangnya (bapak sendiri, paman, uwak, guru, orang yang dihormati), bahkan lingkungan dapat disebut abun apabila mereka memiliki daya pengaruh dan menggiring pada perubahan. Sedangkan “bapak biologis”, Al-Qur’an menyebutnya dengan والد dibaca wâlidun, artinya seorang bapak atau ayah yang menyebabkan seseorang lahir ke muka bumi ini.
Ibu adalah Model Pertama bagi Anaknya
Tidaklah salah apabila dikatakan bahwa seorang ibu itu cerminan madrasah pertama. Kata ام dibaca ummun artinya “seorang ibu” yang di dalamnya mengandung makna “kepemimpinan”. Ummun (seorang ibu), amâmun (posisi di depan), imâmun (pemimpin) dan umamun (jamak dari ummatun, artinya komunitas yang dipimpin). Karenanya, tidak ada pemimpin di muka bumi ini, melainkan terlahir dari perut seorang ibu. Sifat kepemimpinan, selalu berada di garda depan, tugasnya adalah untuk memimpin ummat. Kalaulah harus mencari seorang model, maka ibulah yang selayaknya dijadikan model pertama dalam kehidupan.
Pendidikan bukanlah Proses Dadakan
Ada banyak tahapan pendidikan yang mesti dilalui; dari tahapan masa anak lahir (wilâdah), kanak-kanak (thufûlah), masa remaja dan pemuda (syabâbah), masa manusia dewasa (rujûlah) dan masa tua (syuyûkhah). Semua itu, menunjukkan bahwa pendidikan mencakup di dalamnya semua lapisan usia. Sebahagian para ahli ilmu, bahkan memulainya dari masa kandungan hingga masa berjumpa dengan Tuhannya. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memaparkan dalam kitabnya Tuhfatul Wadûd Biahkâmil Maulûd.
Melakoni Proses adalah Keniscayaan
Untuk hasil yang optimal, keberhasilan sebuah pendidikan sangat ditentukan oleh sebuah proses yang tidak sebentar, melainkan proses panjang membentang dengan segala upayanya dalam mencapai tujuan yang ditargetkan. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS disebutkan, yakni: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Cinta dan Contoh adalah Kunci Pendidikan
Mendidik dengan cinta, maksudnya mendidik dengan penuh kasih sayang (rahmah). Dan mendidik dengan contoh, maksudnya mendidik dengan penuh keteladanan (qudwah). Keduanya bukanlah perkara yang harus menjadi benturan mana yang lebih utama dari keduanya, apalagi dibenturkan. Melainkan keterpaduan satu sama lainnya. Sinergis keduanya menjadi kata kunci keberhasilan sebuah proses pendidikan. Imam Abu Hâmid al-Ghazali merincikan prinsip-prinsip ini dalam risalahnya Ayyuhal Walad.
Bersabar dan Tidak Kasar adalah Kunci Pengajaran
Kalaulah ada amalan yang mudah untuk diucapkan, namun sangatlah sulit untuk dipraktekkan, di antaranya adalah sabar. Demikian pula dalam aktivitas belajar mengajar, kesabaran orang tua di rumah atau seorang guru di sekolah sangat menentukan keberhasilan belajar. Dalam berbagai kasus belajar, seringkali orang tua gagal memahami anaknya dan guru gagal memahami muridnya. Karenanya, sudah populer di kalangan ahli pendidikan bahwa tidak ada murid yang bodoh, melainkan adalah “guru gagal memahami murid dan murid belum mendapatkan guru yang cocok.”
Ilmu Pendidikan itu Sangat Penting
Pendidikan dengan segala variasinya; mulai dari sekedar transfer ilmu guru ke murid (ta’lîm), bimbingan dan momongan guru yang telaten (tarbiyah), penanaman kebiasaan yang baik (tahdzîb), pembiasaan prilaku yang santun dan menjunjung moral tinggi (ta’dîb), mengasah kebeningan hati dan kebersihan jiwa (tazkiyah). Semua itu, merupakan pelajaran penting untuk dikaji lebih dalam hingga melahirkan berbagai disiplin ilmu pendidikan. Sebahagian para ulama menyebutnya dengan Fiqih Pendidikan.
Semoga Rabbul ‘âlamîn membimbing kita menjadi guru-guru hebbat yang penuh berkah dan mampu menjadi unsur perubah untuk hidup yang lebih baik. Allâhummanfa’nâ bimâ ‘allamtanâ wa ‘allimnâ mâ yanfa’unâ wa zidnâ ‘ilman
______
*) Disampaikan dalam Pengantar diskusi Materi Kuliah Filsafat Pendidikan Islam di Jurusan Pendidikan Agama Islam STAI Persatuan Islam Jakarta