Oleh: Teten Romly Qomaruddien

Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk [ahsanu takwiin], diberikan anugerah Allah ‘azza wa jalla berupa organ tubuh yang sempurna, di antaranya pendengaran [as-sam’u], penglihatan [al-basharu] dan hati [al-fu’aadu]. Dengan ketiganya itulah cakrawala pengetahuan bisa diketahui, padahal sebelumnya manusia tidak mengetahui apa-apa. Al-Qur’an mewartakan dalam firman-Nya:
وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberikanmu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl/ 16: 78).
Tiga organ penting yang telah menjadi potensi dasar yang diperankan manusia [at-thaaqah al-insaaniyyah] ini; mulai dari fungsi ketajaman pendengaran, fungsi ketajaman penglihatan dan fungsi ketajaman hati. Semua itu menjadi media pembuka ilmu pengetahuan bagi manusia yang utama; Baik secara audio yang berkaitan dengan suara dan bunyi yang didengar, secara visual yang berkaitan dengan cahaya dan bentuk yang dapat dilihat, serta penginderaan [sensation] yang berkaitan dengan berbagai sensasi fisik seperti sentuhan, rasa, bau, dan suhu yang bisa dirasa.
Dalam ayat tersebut, ada banyak kandungan makna yang bisa diambil. Di antaranya menyadarkan manusia bahwa Allah ‘azza wa jalla tidak semata-mata memberikan anugerah-Nya pada manusia sejak lahir berupa ketiganya, melainkan ada maksud yang dikehendaki-Nya. Maka hal penting berikutnya adalah bagaimana memahami kata “bersyukur” dalam ujung ayat tersebut? Jawabannya adalah tertuju pada pemaknaan bahwa bersyukur tersebut harus ditafsirkan sebagai action, yakni aksi nyata manusia berikutnya dalam memaksimalkan pemberian Dzat maha kuasa. Dari penerimaan informasi yang dihasilkan melalui pendengaran dan penglihatan yang membentuk sensasi, proses berikutnya diorganisir oleh fikiran sehingga membentuk persepsi. Maka dari proses inilah pengalaman bermakna berupa temuan ilmu bisa lahir.

Untuk menunjukkan betapa ketiga organ tersebut teramat penting sebagai kunci terbukanya ilmu, Dzat pemberi ilmu memberitahukan bahwa menghilangkan peranan ketiganya merupakan bahaya yang diwaspadakan dan wajib dihindari. Karena itulah, Allah ‘azza wa jalla mewanti-wantikan dalam firman-Nya:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’/ 17: 36)
Dalam konteks pembahasan ilmiah, ketiganya merupakan media yang benar-benar dijadikan perhatian para akademisi Muslim sepanjang sejarah. Imam Ibnu Jarir at-Thabari [w. 310 H.] pemilik kitab Jaami’ul Bayaan Fii Tafsiiril Qur’aan menukilkan riwayat dari perkataan Qatadah [ulama Tafsir Taabi’in yang wafat 118 H.] sebagai berikut:
لاتقل رأيت وأنت لم تر، و سمعت وأنت لم تسمع، وعلمت وأنت لم تعلم.
“Janganlah kamu terlalu mudah mengatakan raaytu [aku melihat] padahal dirimu tidak melihat, mengatakan sami’tu [aku mendengar] padahal dirimu tidak mendengar dan mengatakan ‘alimtu [aku mengetahui] padahal dirimu tidak mengetahui.”
Sementara Syaikh ‘Abdurrahman Nashir as-Sa’di, ulama Tafsir abad ini dari kota ‘Unaizah [w. 1376 H.] menuturkan dalam kitab tafsirnya:
خَصَّ هٰذِهِ ٱلْأَعْضَاءَ ٱلثَّلَاثَةَ لِشَرَفِهَا وَفَضْلِهَا، وَلِأَنَّهَا مِفْتَاحٌ لِكُلِّ عِلْمٍ؛ فَلَا يَصِلُ لِلْعَبْدِ عِلْمٌ إِلَّا مِنْ أَحَدِ هٰذِهِ ٱلْأَبْوَابِ ٱلثَّلَاثَةِ.
“Allah menyebutkan secara khusus tiga anggota tubuh ini [pendengaran, penglihatan, dan hati] karena kemuliaan dan keutamaannya, serta karena ketiganya adalah kunci bagi setiap ilmu. Tidaklah ilmu bisa sampai kepada seorang hamba kecuali melalui salah satu dari tiga pintu ini.” (Lihat: Taysiirul Kariimir Rahmaan Fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan , 1416 H., hlm. 516-517)

Sungguh Rabbul ‘Aalamiin Maha kuasa atas segala yang diciptakannya; Tidak ada sesuatu yang menjadi kehendak-Nya, melainkan ada fungsi dan peran yang direncanakannya. Tiga media pembuka ilmu yang diberikan kepada manusia, adalah salah satu dari keajaiban-Nya. Memelihara dan menjaganya di dunia, serta mempertanggung jawabkan ketiganya kelak di hari akhir merupakan kewajiban umat manusia. Belajarlah baik untuk mendengar sebagaimana kita belajar baik dalam berkata-kata, belajarlah baik untuk melihat sebagaimana kita belajar baik dalam merasa, dan belajarlah baik untuk merasa sebagaimana kita belajar baik dalam menginginkan segalanya. Wa maa yadzdzakkaru illaa ulul albaab
MaasyaAllah.. Jazaakumullahu Khoiron