HUSNUZ ZHAN BILLAAH; KIAT TEPAT MENJEMPUT TAQDIR-NYA
Oleh:
HUSNUZ ZHAN BILLAAH; KIAT TEPAT MENJEMPUT TAQDIR-NYA
Berangkat dari sebuah pepatah Arab yang menasihatkan pada kita, di mana hidup ini diibaratkan dengan lembaran kisah drama yang berubah-ubah. Setiap episode memiliki alur cerita yang berbeda-beda, demikian pula dengan kehidupan kita masing-masing yang memiliki keragaman taqdir yang berbeda-beda pula.
مثل الحياة مثل قصة قصيرة، فلا تقف عند الشطر الحزين منها
“Kehidupan ini seperti cerita pendek, maka janganlah engkau berhenti pada episode yang menyedihkan.”
Agar hidup jauh dari bayangan gelap dan selalu melihat sisi yang terang, maka yang mesti dilakukan seseorang itu menjaga keseimbangan. Artinya adalah; senang atau pun susah, bahagia atau pun sengsara, dan sumringah atau pun gelisah. Semua itu kembali kepada dirinya sendiri bagaimana cara ia menyikapinya.
Sederhananya, tidaklah jauh berbeda dengan orang yang tengah menyeduh kopi kesukaannya. “Belajar hidup dari segelas kopi; penuh atau pun kurang tergantung yang mengisinya, terasa nikmat atau tidak tergantung berselera atau tidak orang yang meminumnya. Senyawanya adukan dan takaran yang tepat, serta kekhasan aromanya sangat menentukan kelezatan yang bisa disyukuri.”
Menarik rasanya apabila kita libatkan pandangan Abu Hamid al-Ghazali tentang hubungan antara kelezatan hidup [al-ladzaat] dengan kebahagiaan hidup [as-sa’aadah]. Keduanya menunjukkan, bahwa satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Menurutnya, al-ladzaat adalah nikmat yang bisa disentuh, dikunyah, pokoknya melibatkan sesuatu yang ada materinya. Adapun nikmat yang bersifat getaran batin dan dirasakan dalam bentuk aura, firasat, rindu dan sebangsanya, itulah yang disebut as-sa’aadah. Apabila keduanya dapat diraih; disentuh ada fisiknya, dirasa ada getaran batinnya, dan tercium aromanya. Maka itulah varian kenikmatan tersendiri melebihi dari keduanya.
Kenikmatan apa pun bentuknya, dalam bingkai ushuuluddiin tidak dapat dilepaskan dari ketetapan Rabbul ‘Aalamiin yang memiliki kehendak atas segenap makhluqNya, selain dorongan ikhtiar dari manusia sebagai makhluqNya itu. Di sinilah agama yang mulia mengajarkan apa yang disebut dengan husnuz zhan billaah, yakni pentingnya menumbuhkan dan merawat rasa berbaik sangka pada Dzat Maha pencipta.
Untuk lebih menajamkan mata batin, memunculkan rasa syukur akan hakikat nikmat yang diberikanNya, semoga untaian mutiara hikmah berikut dapat hadir memenuhi dahaga jiwa pada setiap insan yang tengah berharap kelapangan.
Nikmat Tuhanmu yang manakah, yang akan engkau dustakan?
“Semakin engkau berbaik sangka pada Tuhanmu, maka Tuhanmu akan semakin sayang padamu. Kasih sayangNya tidak terbatas, sedangkan kasih sayang makhluqNya sangat terbatas.”
Nikmat Tuhanmu yang manakah, yang akan engkau dustakan??
“Peliharalah bahagia walau sedikit, niscaya akan menyelamatkanmu. Buanglah luka walau sedikit, karena ia akan mencederai jiwa seumur hidupmu!!”
Nikmat Tuhanmu yang manakah, yang akan engkau dustakan???
“Bertahan pada rasa percaya yang tersisa, masih jauh lebih baik dari pada engkau harus menguburnya. Mengelola yang sedikit dengan sepenuh tulus dan ikhlas akan lebih menyelamatkan jiwa dari pada merancang amarah yang tidak berkesudahan. Tulus dan ikhlas datang dari Allah ‘azza wa jalla dan taqwamu, sementara amarah datang dari syaitan dan fujurmu. Sikap lapang adalah kemenangan jiwa, sedangkan sikap sempit dada adalah kekalahan yang sesungguhnya.”
Sungguh benar, husnuz zhan billaah merupakan kiat tepat dalam menyambut kasih sayang [rahmah], kehendak [iraadah], dan ketetapanNya [qudrah]. Fa-biayyi aalaai Rabbikumaa tukadzdzibaan???
✍️ Goresan jentik jemari ini ditulis bakda shalat shubuh seiring turunnya rahmat hujan dari langit mendung Bekasi dan sekitarnya, salam takzhim dan semangat selalu untuk semua!!! (@Kamis, 04 Agustus 2022)