Oleh : Teten Romly Qomaruddien
Beberapa hari ke depan, negeri ini genap 78 tahun. Setiap waktunya tiba, beragam pesta dan perlombaan pun digelar. Semua ini mengingatkan diri ini menerawang masa ke belakang ketika masih di bangku SD dan Sekolah Menengah, juga masa di Pesantren tentunya.
Aneka lomba dan pentas ditawarkan, diri yang masih bocah ini pun mencoba mengambil peran sebagai anak bangsa; kalau lomba gambar lebih senang menggambar pahlawan pejuang yang ulama seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Tuanku Imam Bonjol atau Mohammad Natsir [bapak Mosi Integral, arsitek NKRI]. Kalau disuruh lomba peran, maka lomba pidato kemerdekaan dan drama perjuangan yang diambil. Dengan penuh penghayatan, lagu kebangsaan, pembacaan teks proklamasi dan pembukaan UUD 1945, serta do’a penutup menjadi tugas biasa dari Bapak dan Ibu Guru.
Benar nasihat bijak yang disampaikan tokoh terakhir tadi yang digoreskan dalam buku monumentalnya yang sarat makna. Menurutnya, “Mengisi kemerdekaan, bagi kita adalah satu tindakan di dalam rangkaian bersyukur dan berterima kasih. Kita bersyukur kepada Tuhan yang telah mengaruniai kita hasil yang begitu hebat berupa Indonesia Merdeka dalam masa yang begitu pendek, yakni 5 tahun saja. Republik Indonesia yang sudah kita punyai ini, kita yakni bahwa ia adalah kurnia Tuhan yang harus kita syukuri. Banyak yang kurang dalam Republik kita ini. Banyak cacat-cacatnya. Banyak yang kita tidak puas melihatnya. Akan tetapi dengan segala cacat yang melekat pada Republik ini, kita harus terima Republik ini dengan rasa syukur nikmat. Bagi umat Islam mensyukuri nikmat itu, adalah suatu kewajiban. Tetapi harus diinsafi bahwa bersyukur atas nikmat itu, bukanlah semata-mata bergembira ria dengan melepaskan segala insting-insting untuk mencapai sebanyak-banyak kesenangan dan kemewahan. Bersyukur nikmat artinya, ialah menerima dengan insaf akan apa yang ada, dengan segala kandungannya berupa kelemahan dan kekuatan yang terpendam di dalamnya. Diterima dengan niat untuk memperbaiki. Memperbaiki apa yang belum baik, memperkuat mana yang belum kuat serta menyempurnakan mana yang belum sempurna. Itulah artinya bersyukur nikmat …” (Lihat: Capita Selecta 2, “Revolusi Indonesia”, PT. Abadi dan Yayasan Capita Selecta, Jakarta: Cet. Kedua 2008, Cet. Pertama 1957).
Sederhananya, dalam konteks gebyar dan semarak kemerdekaan, sebagai pihak yang terlibat dalam riuh pesta kemerdekaan jangan sampai menjadi anak bangsa dan generasi umat yang kufur nikmat. Oleh karenanya, menghadirkan program edukatif yang mampu menghidupkan kesadaran sejarah dan perjuangan, menghindari acara penuh hura-hura yang mengundang dosa dan kemaksiatan, menyiapkan aktivitas penuh khidmat yang mencerahkan bangsa, serta melahirkan berbagai event yang lebih menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai agama yang luhur. Semua ini merupakan keniscayaan dalam memetakan semarak hari proklamasi yang aman secara syar’i dan aman pula secara NKRI. Merdeka itu memang indah walaupun tidak mudah.
✍️ Digoreskan di waktu dhuha (15/08/ 2023), dalam rangka melengkapi materi Inspirasi Pagi “Dialog Umat” di MQFM Bandung.
Mengungkapkam rasa syukur bisa diaplikasikan dengan meningkatkan kualitas ibadah kita.
Mensyukuri kemerdekaan sebetulnya banyak yg kita bisa lakukan sederhana nya diantaranya telah d bahas oleh Dr.teten RQ di atas yg urgent adalah bagaimana memperkokoh menyatukan beragam pemikiran untuk tujuan yang mulia yaitu Ridho Ilahi hingga sampai Kpd titik temu kembali Kpd Allah SWT dlm kondisi berserah diri…
Alhamdulillah,luar biasa ustadz tulisan nya menggugah dan menginspirasi untuk generasi kekinian khususnya kami kaum milenial agar kedepannya,kita mengisi kemerdekaan ini dgn penuh makna dan dedikasi tinggi lebih lebih tambah bersyukur lagi kepada Allah swt.zat pemberi nikmat kemerdekaan.semgh tuhan Allah SWT limpahkan Rahmat dan rasa syukur untuk kt sekalian.Aaamiiin merdeka