Senin, Desember 9MAU INSTITUTE
Shadow

GELOMBANG JUANG ULAMA SUMATERA BARAT YANG KUKENAL

GELOMBANG JUANG ULAMA SUMATERA BARAT YANG KUKENAL
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien

Melanjutkan catatan perjalanan Merak-Bakauhuni Lampung, kemudian terselang rehat panjang di atas kendaraan bis hingga Palembang, alhamdulillaah jauhnya jarak tempuh menuju Jambi bisa melanjutkan catatannya sambil sekali-kali melirik pemandangan indah hamparan perkebunan sawit sepanjang jalan.

Bayangan pun menerawang jauh ke alam masa silam, bagaimana ulama-ulama terdahulu [khususnya yang terlahir dari ranah Minang] berpacu dalam gelombang dakwah. Kulak-keloknya jalan yang menguji adrenalin Pak Sopir MMJ Trans yang membawa rombongan Rakornas 2022 Dewan Da’wah di kota Padang, membuat diri ini pun tak mau ketinggalan untuk menemaninya dengan sekedar mencurahkan apa yang pernah diketahui dari literatur yang sempat dibaca atau diceritakan langsung oleh pelaku sejarahnya. Jadi, maksud kata yang “kukenal” dalam judul tulisan ini, maksudnya “yang pernah aku baca atau pernah diceritakan”. Dengan segala keterbatasan bacaan dan ingatan, al-faqir haturkan goresan jentik jemari ini seputar tokoh-tokoh ulama dimaksud.

1. Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi

Seorang Syaikh asal ranah Minang yang menjadi ulama Mekkah. Ulama masyhur ini telah banyak melahirkan para ulama Nusantara lainnya, di antaranya K.H. Ahmad Dahlan Kauman dan Hadhratus Syaikh Hasyim Asy’ari Jombang. Demikian pula Syaikh Ahmad Yasin al-Fadangi, yang telah turut serta dalam menyuburkan keulamaan di ranah Minang ini.

2. Tiga Haji

Sejak belajar mengkaji pergerakan dakwah pembaharuan di tanah air, yang paling menarik dan terkesan adalah sosok “tiga haji” yang sangat legendaris dalam ikhtiar pemurnian ajaran Islam [ashaalatul Islaam]. Mereka itu adalah Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piabang. Ketiganya merupakan ulama Sumatera Barat yang sangat gigih dengan dakwah Tauhid-nya, setelah kepulangan mereka dari tanah suci.

3. Harimau Nan Salapan

Ada banyak versi tentang siapa Harimau Nan Salapan? Yang jelas, disebut harimau, karena mereka da’i-da’i militan dalam perjuangan Tauhid, dan jumlah anggotanya delapan orang. Mereka adalah: Tuanku Nan Renceh, Tuanku Pasaman, Tuanku Rao, Tuanku Tambusai, Tuanku Lintau, Tuanku Mansiangan, Tuanku Pandai Sikek dan Tuanku Barumun. Dalam sumber yang lain, rincian nama-nama mereka berbeda, bahkan sebagian sejarahnya telah banyak yang terdistorsi.

4. Tuanku Imam Bonjol

Seorang ulama dengan nama asli Muhammad Syahab dari Bonjol, dan dikenal dengan Tuanku Imam. Perlawanannya terhadap kolonial Belanda tak diragukan, gerakannya dalam menjalankan misi pemurnian agama sangat gigih. Karena itulah, Tuanku Nan Renceh memberikan kepercayaan kepadanya, dan kaumnya dikenal dengan sebutan “kaum Paderi” [kaum ulama].

5. Perguruan Thawalib

Banyak ulama terlahir dari perguruan ini, beranak pinak dari generasi kakek hingga generasi cucu. Qaddarallaah, lahir para ulama berbagai disiplin ilmu dengan beragam karya tulisnya. Sangatlah tepat, apabila para ahli pendidikan memposisikan perguruan ini sebagai lembaga pembaharuan pendidikan Islam modern. Tak terkecuali seorang ulama perempuan Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah el-Yunusiyah, pendiri Diniyyah Puteri Padang Panjang sangat berpengaruh dalam reformasi pendidikan ini.

6. Dt. Sinaro Panjang

Tokoh ulama intelektual, politisi santun, dan negarawan handal bergelar Dt. Sinaro Panjang ini, dialah Allaahu yarhamh Dr. Mohammad Natsir [ulama Persatuan Islam, pendiri PENDIS, tokoh Masyumi, Perdana Menteri NKRI, penggagas mosi integral, pendiri Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, dan sederet amanah khidmat lainnya, baik dalam dan luar negeri]. Seperti tokoh lainnya, semisal Sayyid Abul A’la al-Maududy [Pakistan], Sayyid Abul Hassan Ali al-Hasani an-Nadawy [India], dan tokoh dunia lainnya mendapatkan King Faishal Award. Sangatlah wajar, tokoh ulama Mufti Kerajaan Saudi Arabia Syaikh ‘Abdul ‘Aziez bin Baz dan Presiden fiqih dunia Prof. Dr. Syaikh Yusuf al-Qaradhawy sangat menghargainya.

7. K.H. Mohammad Isa Anshary

Sosok ulama yang dikenal “singa podium”, sekalipun khidmat jihadnya lebih banyak di tanah Pasundan, dan aktif sebagai Pimpinan Pusat Persatuan Islam dan Masyumi Jawa Barat, namun beliau berasal dari Sumatera Barat. Gelora semangat juang dan ghairah dakwahnya, terekam jelas dalam bukunya Mujahid Dakwah dan ‘Aqidah, Imamah, dan Jamaah. Perlawanan total terhadap faham marxisme, sosialisme, dan komunisme ditunjukkan dengan gigihnya, di mana Muktamar ‘Alim Ulama di Palembang mendaulatnya sebagai Ketua Front Anti Komunis.

8. Buya Hamka

Ulama pujangga dengan segudang prestasi, lembut berair-air namun tegas dalam bersikap. Itulah Buya Hamka, ulama otodidak yang menggondol sejumlah penghargaan akademik dari dalam dan luar negeri. Kemampuan narasi dan pilihan diksi goresan penanya, membuka akal sehat dan membuai jiwa seperti ditunjukkan sejumlah karyanya; mulai tafsir monumental Al-Azhar hingga buku Sejarah, dari buku Psikologi hingga Novel penggugah jiwa. Tokoh Muhammadiyah yang jadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia pertama ini, terkenal dengan sikapnya yang tak mau melunak dalam hal haramnya perayaan Natal bersama bagi ummat Islam. Tokoh Muhammadiyah lain yang tak kalah gigihnya di zaman ini, adalah Buya AR. Sutan Manshur.

9. K.H. Abdul Hamid Hakim

Tak kalah hebatnya, ulama yang satu ini dengan berbagai buah karyanya. Sejumlah buku daras pesantren disusunnya, bahkan sampai hari ini banyak lembaga pendidikan Islam yang menjadikan buku-buku karyanya sebagai pegangan wajib. Sebagai ulama yang pernah duduk di Majelis Ulama Persatuan Islam (1930an), maka Kitab Ushul Fiqih [Mabaadi’ Awwaliyah, As-Sulam, dan Al-Bayaan] dijadikan buku pegangan di Pesantren Persatuan Islam, di samping Perguruan Thawalib Padang Panjang. Ada pula ulama sezaman lain yang sangat piawai dalam penulisan buku-buku sejarah, di antaranya Buya H. Zainal Abidin Ahmad yang menulis terkait “Piagam Madinah” yang sangat memukau.

10. K.H. Sirajuddin Abbas

Tokoh ini sangat dikenal sebagai ulama PERTI yang sangat berpegang pada madzhab Syaafi’i secara fiqih, sedangkan secara ‘aqidah lebih kepada pandangan Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah-nya Asy’ariyah sangat kentara pada buku-buku yang disusunnya. Di antaranya: I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, 40 Masalah Agama, dan Thabaqatus Syaafi’iyyah; Ulama Syafi’i dan Kitab-kitabnya dari Abad ke Abad.

11. K.H. Sulaiman Rasjid

Sebenarnya, ulama yang satu ini lahir di Lampung Barat. Selain ditunjuk sebagai pegawai Penyidik Hukum agama pada pemerintahan kolonial Belanda, juga terlibat perlawanan bersenjata melawan penjajah Jepang di Kalianda Lampung Selatan. Berbagai kedudukan penting dan akademik diraihnya; mulai sebagai pendiri dan Rektor Raden Intan Lampung hingga staf ahli Kementrian Agama di Jakarta. Mengapa ulama fiqih yang satu ini dimasukkan di sini, karena penulis buku daras populer Fiqih Islam ini, masih tercatat sebagai alumni Thawalib Padang Panjang sebelum melanjutkan studinya ke tingkat Mu’allim dan Takhashshush Ilmu Fiqih di Al-Azhar Mesir.

12. K.H. Mohammad Rusyad Nurdin

Ulama kampus ini memiliki pembawaan yang sejuk, walaupun berasal dari Sumatera Barat namun sangat “nyunda” dalam sikapnya. Pergaulannya sejak muda di kota kembang Bandung, Ustadz Rusyad yang akrab membersamai para aktivis muda kampus, menjadikan dirinya sering dipanggil “Profesor” Rusyad. Sebagaimana dituturkan shahabat perjuangannya asli Garut K.H. Eman Sar’an, di kala mudanya mereka sama-sama merintis Pemuda Persatuan Islam. Banyak kader muda yang mengidolakannya saat itu; H. Amin Djamaluddin dari Jakarta [asal Bima], H. Daud Gunawan dari Bandung [asal Sumatera Barat], K.H. Entang Muchtar, ZA. dari Garut, dan sejumlah tokoh muda lainnya dari berbagai ormas. Untuk lebih memahami sosok ini, selanjutnya bisa dibaca dalam buku Profil Seorang Muballigh yang diterbitkan oleh Korp Muballigh Bandung [KMB].

13. Dt. Palimo Kayo

Seorang ulama tangguh Masyumi yang pernah menjadi Duta Besar RI di Iraq ini, merupakan tokoh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia yang berdiri tak lama setelah berdirinya Dewan Da’wah Pusat. Banyak khidmat dakwah yang dirintisnya, termasuk RSI YARSI Sumatera Barat. Disusul tokoh berikutnya Buya H. Mas’oed Abidin, Dt. Tan Kabasaran, serta sejumlah tokoh ulama sezaman lainnya yang belum dapat al-faqir sajikan.

Masih banyak tokoh lain dari para ulama Sumatera Barat yang belum bisa dihaturkan, semoga apa yang disajikan dapat mewakili atas kerinduan pada “ghairah juang” untuk diteladani sebagai pewarisan nilai. Sebagaimana yang kita tadabburi, Kalam suci telah mengisyaratkan bahwa “Apa yang telah mereka usahakan, maka pahalanya untuk mereka. Dan apa yang kalian lakukan, itu kembali pada usaha kalian”. Meminjam ungkapan Musthafa al-Ghulaiyni, Gharasas saabiquuna fa akalnaa, afalaa naghrisu liya’kulal laahiquuna; “Para tokoh terdahulu sudah menanam, maka kita pun memetik hasilnya. Akankah kita mampu menanam, untuk bisa dipetik oleh generasi yang akan datang”. Wallaahu yahdiinaa ilaa shiraathil mustaqiim


✍️ Goresan ini al-Faqir haturkan, khususnya bagi para peserta Rakornas dan umumnya para pembaca setia ikhwah fillaah MadrasahAbi-umi.Com

Print Friendly, PDF & Email

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!