Senin, Desember 9MAU INSTITUTE
Shadow

GERHANA ANTARA MITOS, MU’JIZAT ‘ILMU DAN AJARAN AGAMA.

GERHANA ANTARA MITOS, MU’JIZAT ‘ILMU DAN AJARAN AGAMA
Oleh:
H.T. Romly Qomaruddien, MA.

Gerhana merupakan peristiwa alam yang sudah dikenal di seluruh dunia sejak lama. Allah ‘azza wa jalla menciptakan matahari, bulan, bumi dengan segala isinya dan seluruh bintang gemintang, benda-benda langit di angkasa raya dengan segala pengaturannya menjadi tanda-tanda kebesaran Dzat yang Maha Pencipta. Adanya malam, bergantinya siang, menjadi siklus yang teratur dan menjadi bahan pelajaran bagi mereka yang menggunakan akal fikiran. Keselarasan wahyu dengan pembuktian keilmuan menjadi sesuatu yang berpadu, jauh dari khayalan dan mitos-mitos yang tidak berdasar, yang dapat menjerumuskan manusia ke alam perasaan dan kejumudan, bahkan kesesatan.

MITOS GERHANA

Hampir di seluruh negara, tentu memiliki cerita khurafat yang berbeda, tak terkecuali di pelosok nusantara, gerhana begitu melegenda dalam cerita lama secara beranak pinak turun temurun. Di Bali orang menyebutnya kepayang, di mana seorang raksasa bernama kala ratu berusaha menelan matahari dan bulan. Agar raksasa itu terusir, maka dipukulkan antan pada lesung sehingga ramai. Tatar Sunda menyebutnya samagaha, dengan meyakini panon poe dan bulan sedang kawinan. Agar mereka segera bubaran, maka dipukullah bunyi-bunyian. Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya grahono, dengan keyakinan buta ijo akan menelan matahari dan bulan. Untuk menggagalkannya dipukullah tundan atau kentongan secara bersahutan, dengan tidak lupa membawa ember berisi air agar bisa melihatnya. Bagi masyarakat Makasar, mereka menyebut gerhana bulan dengan bulan abunting [bulan sedang kawin], maka perjaka dan gadis pun keluar rumah dan berdoa sambil memukul kentongan sebagai tanda kebahagiaan segera datang. Adapun gerhana matahari, mereka menyebutnya sikanrei mata alloa [matahari sedang baku hantam]. Agar terhindar dari malapetaka, maka harus berlindung ke rumah dengan memukul kentongan. Jauh sebelum itu, kaum Shabiyah [penyembah bintang] meninggalkan warisan keyakinan bahwa Syamas [dewa Matahari] sedang bertandang ke Qamrah [dewi rembulan] yang mengakibatkan bumi menjadi gelap. Demikianlah K.H.E. Abdurrahman memaparkan dalam Recik-recik Dakwah (1993) dan A.D. Elmarzdedeq dalam Parasit ‘Aqidah; Selintas Perkembangan dan Sisa-sisa Agama Kultur (tp. tahun).

MU’JIZAT ‘ILMU

Al-Qur’an sebagai kitab hidayah, menjadi sumber ilmu yang sempurna dan mampu memantik para ahli fikir untuk menemukan sesuatu yang ditelitinya. Demikian pula dengan gerhana, di mana terjadinya tidak lepas dari tanda-tanda keagunganNya. Di antara ayat-ayat yang menunjukkan hal ini adalah:

  1.  “Sesungguhnya dalam penciptaan langit-langit dan bumi, serta perputaran malam dan siang, sungguh menjadi tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang memiliki akal pikiran” [Qs. Ali ‘Imraan/ 3 : 190].
  2. “Dan Kami telah menjadikan untuk malam dan siang dua tanda-tanda; Maka Kami gelapkan sebagai tanda malam dan kami jadikan terang sebagai tanda siang …” [Qs. Al-Isra’/17:12]
  3.  “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya adalah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kalian bersujud pada matahari, dan janganlah pula kepada bulan. Tetapi bersujudlah kepada Allah yang telah menciptakannya, jika kamu hanya kepadaNya saja menyembah” [Qs. Fushshilat/ 41: 37].
  4.  Dan masih banyak ayat-ayat kejadian alam [al-kaun] lainnya.

Semua itu semata-mata untuk mengingatkan agar bersyukur, betapa gagah dan perkasa serta Kuasanya Allah atas apa yang telah diciptakanNya [menciptakan bumi 50x penciptaan bulan, menciptakan bumi 500.000.000 km² luasnya, menciptakan matahari 1.250.000 besarnya bumi dan benda-benda lainnya]. Yang lebih menakjubkan, semua benda-benda besar ini berputar pada porosnya dan bergelayutan tanpa bertabrakan [Lihat Makloemat Toean Hassan Tentang Gerhana sebagaima dikutip Hadi Nur Ramadhan]

Di sisi lain, manusia pun dapat menemukan apa saja yang ditelitinya. Andaikan disertai keimanan yang tulus kepada Penciptanya, maka mereka itulah sejatinya yang disebut ulul albaab, yaitu orang-orang yang mampu menyelaraskan tafakkur [ayat alam], tadabbur [ayat al-Qur’an] dan tadzakkur [selalu mengingat Allah dengan sepenuh iman]. Mereka itulah para pewaris ilmu yang sebenarnya.

SYARI’AT AGAMA

Sebagaimana dijelaskan ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa bahwa Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوْا، وَصَلُّوْا، وَتَصَدَّقُوْا

“Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bershadaqah…” (HR. Al-Bukhari : 1044).

Hadits yang mulia tersebut, merupakan jawaban atas peristiwa meninggalnya putera Rasulullaah yang bernama Ibrahim di tahun ke-10 H. [29 Syawwal/ 27 Januari 632, pukul 08.30 menurut perhitungan Mahmud Fasya al-Falaki sebagaimana dinukilkan H.A. Zakaria dari Al-Fathur Rabaani].

Berikutnya, amalan syari’at ini bukan sekedar jawaban sesaat, melainkan tuntunan dan teladan sepanjang masa dari seorang Nabi akhir zaman. Merenungkan kembali tanda-tanda kekuasaanNya [al-aayaat] dengan berdo’a, bertakbir, shalat dan bershadaqah, semoga Alloh limpahkan keberkahan, ampunan dan kekuatan iman. Aamiin yaa Rabbal ‘Aalamiin …
_______

Penulis adalah: Anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam (Komisi ‘Aqidah), Anggota Fatwa MIUMI Pusat (Perwakilan Jawa Barat), Wakil Sekretaris KDK MUI Pusat, Ketua Bidang Ghazwul Fikri & Harakah Haddaamah Pusat Kajian Dewan Da’wah dan Ketua Prodi KPI STAIPI-UBA Jakarta

 

Print Friendly, PDF & Email

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!