Selasa, September 10MAU INSTITUTE
Shadow

RINDUKAN SUJUD DI SAJADAH AL-AQSHA

RINDUKAN SUJUD DI SAJADAH AL-AQSHA

Oleh:

H.T. Romly Qomaruddien, MA.

 

Dalam sebuah pertemuan ketika mabit di Mina [hari tarwiyah] tahun 2003, kafilah haji Dhuyuuf Khaadimul Haramain as-Syarifain mendapatkan pelayanan tambahan di mana setiap titik kumpul disiapkan guide [muthawwif] dari para ulama yang ditugaskan langsung oleh Kementrian Agama Kerajaan Saudi Arabia.

 

Di antara khidmatnya, adalah secara bergiliran ulama-ulama yang terdiri dari para dosen dan pengurus lembaga-lembaga ke-Islaman yang ada di dua tanah suci itu memberikan taujieh-taujiehnya; terutama menyangkut pelaksanaan ibadah haji, keutamaan-keutamaan amal dan pentingnya menjaga kemabruran haji.

 

Di sela-sela halaqah, sering kali sang muthawwif yang ulama itu memberikan kesempatan bertanya tentang pelbagai masalah agama serta menjadikan forum itu sebagai ajang curhat ilmiah mengenai pengalaman dan problem dakwah di negerinya masing-masing. Seorang peserta dari Indonesia -dengan bahasa Arab yang tidak begitu fashih- menanyakan beberapa hal praktek-praktek ibadah yang secara umum dilakukan atas rekomendasi para ulama setempat [shalat tarawih, adzan shubuh 2x, tatswieb di adzan fajar shadiq, adab-adab ziyarah kota suci dan lain-lain]. Muthawwif pun menjawabnya dengan penuh bijak dengan qaidah-qaidah adab ikhtilaf yang menyejukkan.

 

Ketika sang muwajjih itu menjelaskan hadits: “Laa tusyaddur rihaalu illaa ‘alaa tsalaatsati masaajida; al-masjidil haraam wa masjidiy haadzaa wa masjidil aqshaa” Artinya: “Tidak dibenarkan memaksakan dengan sangat untuk bepergian, kecuali ke tiga mesjid; masjid al-haram [mekkah], masjidku ini/ an-nabawiy [madinah] dan masjid al-Aqsha [Palestina]” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

 

Peserta yang bertanya dengan bahasa Arab, namun menggunakan “lahjah sundawiyyah” itu mengejarnya dengan pertanyaan: “Kalau ziyarah ke dua mesjid [masjid al-haram dan masjid an-nabawiy] bagi yang menunaikan haji dan ‘umrah itu sudah banyak dilakukan, lalu bagaimana dengan masjid satu lagi [al-aqsha], mungkinkah satu paket itu ditunaikan secara beriringan mengingat keutamaannya?.” Dengan penuh senyum sambil mengacungkan jarinya, diiringi tekanan suara yang lebih keras dari sebelumnya, beliau pun menjawabnya: “minal mumkin … idzaa ittafaqatil ummah bikalimatin waahidah … hurriyatul aqsha”[artinya: “Mungkin saja, apabila ummat Islam bersepakat dalam satu jumlah kalimat ini, bebaskan al-aqsha”].

 

Kemuliaan dan keberkahan shalat di Masjid Nabawiy sama halnya 1000x shalat di masjid yang lain, shalat di Masjidil Haram sama halnya 100x shalat di masjid Nabawiy dan shalat di Masjidil Aqsha sama halnya 500x shalat di masjid-masjid lain. Demikianlah nabi akhir zaman pesankan bagi ummatnya.

 

Yaa Rabb, mudahkan ummat-Mu untuk bersujud tersimpuh di dua kota suci-Mu … Yaa Rabb, kami merindukan untuk bisa bersujud di sajadah Aqsha-Mu.

 

Kini Aqsha-Mu bukan sekedar ada dalam bayang-bayang bangsa terkutuk Zionist Israel, namun si Rasis Donald Trump berpidato dengan pongahnya dengan sesekali melempar senyum sinisnya tengah menabuh genderang perang dan ingin memaksakan kehendaknya memindahkan Tel Aviv ke Jerussalem-Mu.

 

Allaahummasydud wath’ataka ‘alaa a’daaika wa a’daaid diin minal kaafiriina wazh zhaalimiina was shuhyuu’iyyiina … Aamiin … (#TenRomlyQ)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!