Sabtu, November 2MAU INSTITUTE
Shadow

“KARANTINA JIWA” DI PENGHUJUNG BULAN MULIA

“KARANTINA JIWA” DI PENGHUJUNG BULAN MULIA
Oleh:
H.T. Romly Qomaruddien, MA.

Tanpa terasa gerbang penutup bulan mulia sudah dibuka, perlahan tapi pasti sesuai jadwal yang telah ditentukan Rabb-nya. Ada pertemuan, tentu akan ada perpisahan. Sudah tentu, memaksimalkan kesempatan yang tersisa merupakan sikap yang tepat dan benar untuk menjadikan suasana akhir lebih terasa indah dan mengesankan. Benar para ulama kita mengingatkan:

Imam Ibnu Rajab al-Hanbaly rahimahullaah berkata:

يا عباد الله إن شهر رمضان قد عزم على الرحيل ولم يبق منه إِلّا قليل فمن منكم أحسن فيه فعليه التمام ومن فرط فليختمه بالحسنى

“Wahai hamba-hamba Allah, sungguh bulan Ramadhan ini akan segera pergi dan tidaklah tersisa waktunya kecuali sedikit, maka siapa saja yang sudah berbuat baik di dalamnya hendaklah ia menyempurnakannya dan siapa saja yang telah menyia-nyiakannya hendaklah ia menyudahinya dengan yang terbaik”

Imam Ibnul Jauzy rahimahullaah berpesan:
إن الخيل إذا شارفت نهاية المضمار بذلت قصارى جهدها لتفوز بالسباق، فلا تكن الخيل أفطن منك فإن الأعمال بالخواتيم، فإنك إذا لم تحسن الاستقبال لعلك تحسن الوداع

“Seekor kuda pacu jika sudah berada mendekati garis finish ia akan mengerahkan seluruh tenaganya agar meraih kemenangan, maka jangan sampai kuda lebih cerdas darimu. Karena sesungguhnya amalan itu ditentukan oleh penutupnya … Untuk itu, jika kamu termasuk dari yang tidak baik dalam penyambutan, maka semoga kamu bisa melakukan yang terbaik saat perpisahan”

Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah bertutur:

العبرة بكمال النهايات لا بنقص البدايات.

“Yang akan menjadi ukuran adalah kesempurnaan akhir dari sebuah amal, dan bukan buruknya permulaan”

Imam Hassan al-Bashry rahimahullaah menasihatkan:

أحسن فيما بقي يغفر لك ما مضى، فاغتنم ما بقي فلا تدري متى تدرك رحمة الله…
“Perbaiki apa yang tersisa bagimu, maka Allah akan mengampuni atas apa yang telah lalu, maka manfaatkan sebaik-baiknya apa yang masih tersisa, karena kamu tidak tahu kapan rahmat Allah itu akan dapat diraih kembali”

Sungguh menggetarkan tutur sapa mereka yang penuh pesona, mendorong kita ummat Muhammad shalallaahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan perburuan yang mendebarkan di malam-malam istimewa. Itulah matematika ‘asyrul awaakhir, yakni sepuluh hari dan sepuluh malam terakhir yang di dalamnya ada malam seribu bulan yang disebut lailatul qadar.

Malam kemuliaan, adalah malam yang menakjubkan di mana hanya Allahlah yang Maha tahu, siapa-siapa saja orang yang berhak mendapatkannya. Sirrun min asraarillaah, yaitu sebuah peristiwa rahasia di antara rahasia-rahasia Allah ‘azza wa jalla.

Ragam cara ditawarkan, agar amalan menjadi lebih sempurna; mulai dari meningkatkan khidmat amalan, melipat gandakan tilawah, munajat dan berdzikir dengan menghidupkan malam-malamnya (terutama malam-malam ganjil), berdiam diri lebih banyak di masjid-masjid dengan adab i’tikaf yang telah dicontohkan sang panutan manusia termulia sepanjang zaman. Bahkan shahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallaahu ‘anh pernah bersumpah, sungguh dirinya mendengar Rasulullaah menyebutkan di antara malam ganjil itu, malam ke-27 tuturnya di mana waktu itu paginya mentari bersinar tanpa terik yang menyilaukan. Demikian Imam Muslim meriwayatkan.

Walau kita hanya bisa menerka, tidak bisa menentukan pastinya. Yang jelas, upaya “mengkarantina jiwa” di penghujung bulan mulia, merupakan tawaran yang Maha kuasa untuk mencapai amal yang lebih sempurna.

Bukankah ibunda kita semua, Ummul Mu’minien ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa telah melontarkan pertanyaan penasarannya kepada Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam tentang sikap apa yang sebaiknya apabila seseorang merasakan tanda-tanda malam kemuliaan itu datang menyapa. Allaahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annie; “Wahai Allah … Sesungguhnya Engkau Maha pemaaf, mencintai orang yang memohon maaf, maafkanlah kesalahan-kesalahanku”. Itulah kalimat-kalimat emas yang mesti terucap dari lisan-lisan orang yang penuh harap akan ridhaNya sebagaimana terbentang dalam kitab-kitab sunnah yang dinyatakan shahih oleh para ulama. At-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim dan lainnya.

Semoga Rabbul ‘Aalamien menjadikan kita ada dalam barisan yang berhak mendapatkan anugerahNya. Aamiin yaa Mujiebas saailiin …
_______

✍ Dari al-faqier ilaa ‘afwi Rabbih mohon maaf dan sama-sama memberikan semangat, “selamat meraih kemulian dan menggapai keberkahan” 🌾🌙🕋🕌🌺🥀

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!