APAPUN PROFESI KITA BEKERJA ADALAH IBADAH DAN AMANAH
Oleh:
H.T. Romly Qomaruddien, MA.
A. Iman dan Amal Shalih Landasan Profesionalisme Kerja
1. Mendapatkan kemenangan yang nyata
Dalam al-Qur’an kita jumpai bimbingan dan arahan seperti ini:
فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُدْخِلُهُمْ رَبُّهُمْ فِي رَحْمَتِهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih, maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmatNya. Itulah kemenangan yang nyata.” (QS. Al-Jatsiah/ 45: 30).
2. Dipuji Allah ‘azza wa jalla sebagai khairul bariyyah
Manusia beriman dan bekerja dengan baik, sehingga melahirkan banyak karya besar yang bermanfaat bagi sesamanya. Mereka itulah “sebaik-baiknya makhluq.”
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan melakukan pekerjaan yang baik, mereka itu adalah sebaik-baik makhluq.” (QS. Al-Bayyinah/ 98: 7).
3. Dianugerahkan Allah ‘azza wa jalla keberuntungan yang besar
Orang-orang yang beriman dan bekerja secara baik akan memperoleh keberuntungan atau kebahagiaan yang besar.
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang salih, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Buruj/ 85: 11).
4. Ketekunan itu bagian dari amal shalih
Istilah bekerja dengan menggunakan kata ‘amal dalam al-Qur’an, bukan saja dipakai dalam arti beramal atau bekerja untuk kehidupan akhirat, melainkan juga untuk bekerja bagi kehidupan dunia.
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلًا يَاجِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ. أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang salih. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Saba’/ 34: 10-11).
5. Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam mencintai mereka yang bekerja secara profesional
Manusia yang bekerja dengan diiringi etos kerja yang tinggi dan profesional mendapatkan kecintaan Nabi akhir zaman
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبرني والبيهقي)
Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia mengerjakannya dengan profesional.” (HR. Thabrani, No. 891, Baihaqi, No. 334).
B. Bekerja itu adalah Ibadah dan Amanah
1. Ibadah (‘arab: ‘ibaadat) berasal dari bahasa Arab yang berarti ketaatan, penghambaan, penyembahan dan pengagungan. Menurut Ibnu Taimiyyah, ibadah adalah nama yang menggabungkan setiap perkara yang disukai dan diridhai Allah ‘azza wa jalla (baik perkataan atau perbuatan lahir dan batin).
2. Ibadah dalam Islam bukanlah bersifat ritual semata (seperti shalat, shaum, haji dan sebagainya), melainkan termasuk bersifat sosial -fungsional (termasuk di dalamnya keseharian di masyarakat, mencari nafkah, hingga mengurus negara).
3. Kerja merupakan kesungguhan seseorang dalam melakukan suatu perkara demi mendapatkan sesuatu yang lain dengan penuh amanah dan tanggung jawab. Sesuatu duniawy disebut ujrah (artinya: upah, jasa), sedangkan sesuatu ukhrawy disebut ajrun (artinya: ganjaran, pahala).
4. Konsep kerja, ibadah dan amanah merupakan tugas dan tanggungjawab demi meraih “pendapatan” yang diridhai Allah ‘azza wa jalla (terkait di dalamnya; boleh dan tidak boleh dilakukan, mana halal dan mana haram, bahkan terkait syurga atau neraka).
5. Ciri-ciri pekerja dan pekerjaan yang dianggap sebagai ibadah, di antaranya:
a. Pekerjaan yang disertakan dengan niat yang ikhlash.
b. Mendapat keridhaan Allah jalla jalaaluh.
c. Pekerjaan itu mestilah perbuatan yang dibolehkan menurut syara’
d. Tidak mengabaikan dan meninggalkan perkara-perkara wajib.
e. Menghasilkan kerja yang berkualitas.
f. Dilaksanakan dengan penuh tekun, sigap dan bersungguh-sungguh.
g. Berasaskan prinsip syariah seperti halnya amanah, adil dan bertanggungjawab.
h. Menghindarkan diri dari perasaan yang bisa merusak amalan (riya’, sum’ah, ‘ujub, takabbur, dan lain-lain).
Islam mengajarkan ummatnya senantiasa mengamalkan budaya kerja yang unggul dengan bersandarkan iman dan akhlaq. Bagi yang menyadari hakikat ini, mereka akan berusaha meningkatkan kualitas dan produktivitasnya setiap masa tanpa rasa jemu. Mereka akan sadar bahwa bekerja itu bukan sekadar tanggungjawab terhadap diri, keluarga, masyarakat dan negara semata, melainkan amanah Allah ‘azza wa jalla.
Betapa banyak di antara kita (pekerja) yang sadar tentang perkara ini. Banyak komunitas pekerja yang memandang remeh mengenai pekerjaan, bekerja sambil lalu, curi kesempatan, menggunakan fasilitas jabatan untuk kepentingan peribadi. Shalat di waktu kerja, sedangkan waktunya shalat diisi berbual kosong tanpa makna.
Membersihkan harta hasil dari jerih payah kita, hingga kita dan keluarga menikmatinya dengan nyaman dan aman. Benarlah firman Allah yang Maha kuasa: “Makanlah (wahai orang-orang yang beriman) dari apa yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada kamu dari benda-benda yang halal lagi baik dan bersyukurlah akan nikmat Allah, jika benar kamu hanya menyembah Allah semata.” (QS. An-Nahl/ 16: 70).
Semoga keberkahan senantiasa tercurah bagi kita, sebagai ummat Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wa sallam yang tengah sama-sama berjuang, beribadah dan menunaikan amanah untuk meraih kemuliaanNya. Sekalipun masing-masing kita berbeda garapan dan bidangnya; Ada yang di Mesjid, ada yang di Sekolah. Ada yang bertugas memanage, ada pula yang beroperasi di lapangan. Ada yang bertugas Mengajar menjadi Guru dengan ilmunya, ada pula yang berkeringat deras guna menyiapkan perangkat dan sarana belajarnya.
Kita bersyukur, apabila kita bisa bersinergi tanpa dikotomik, bahu membahu menjunjung kemuliaan di atas Li i’laai kalimatillaah hiyal ‘ulyaa, yakni meninggikan kalimat Allah yang Maha Tinggi. Berkah diri kita, berkah pula keluarga. Maju sekolah kita dan makmur pula masjidnya. Apabila rumah tempat kita berpulang, masjid dan lingkungan pendidikannya tempat kita berkhidmat dan lingkungan sekitar tempat kita mendewasakan diri benar-benat kita ikat dengan taqarruban ilallaah, maka semakin terbukanya pintu-pintu keberkahan langit merupakan keniscayaan. Allaahummaj’alnaa jamaa’atan jam’an marhuuman wa taj’alna firqatan tafarruqan madzmuuman
_______
✍ Goresan pena ini disampaikan pada acara Shilaturrahim dan Pengajian Karyawan Yayasan Syi’ar Bangsa – Sekolah Islam Al-Azhar Sumarecon Kota Bekasi
Masyaa Allaah
Alhamdulilah terima kasih