GERHANA; ANTARA MITOS, MUKJIZAT ILMU DAN SYARI’AT
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Dialah Allah ‘azza wa jalla, yang dengan kekuasaanNya diciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Tidak terkecuali penciptaan matahari (as-syams) dan bulan (al-qamar) dengan segala keistimewaan keduanya. Di antaranya terjadinya gerhana matahari (kusuf) dan gerhana bulan (khusuf) merupakan dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Dzat Maha pencipta.
Demikian pula yang akan terjadi siang ini, bertepatan dengan hari Kamis, 29 Rabi’ul Akhir 1441 H./ 26 Desember 2019 M. yang secara astronomi kontak awal gerhana dimulai jam 10:03:6 – 12:34:22 WIB., pertengahan gerhana terjadi jam 11:49:39 – 13:51:22 WIB. dan kontak akhir gerhana terjadi pada jam 13:48:56 – 15:00:07 WIB. (Lihat: Surat Edaran Persatuan Islam, Tentang Gerhana Matahari Cincin, No. 1673/ JJ-C.3/ PP/ 2019).
Keputusan lainnya, berdasarkan Press Release Kementrian Agama RI tertanggal 19 Desember 2019, serta Maklumat Majlis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah No. 02/ MLM/ I.1/ A/ 2019 dan Ormas lainnya.
MITOS GERHANA
Hampir di seluruh negara, tentu memiliki cerita khurafat yang berbeda, tidak terkecuali di pelosok Nusantara, gerhana begitu melegenda dalam cerita lama secara beranak pinak turun temurun. Di Bali orang menyebutnya dengan kepayang, di mana seorang raksasa bernama kala ratu berusaha menelan matahari dan bulan. Agar raksasa itu terusir, maka dipukulkan antan pada lesung sehingga suasana menjadi ramai. Tatar Sunda menyebutnya dengan samagaha, dengan meyakini panon poe dan bulan sedang berkawinan. Agar mereka segera bubaran, maka dipukullah bunyi-bunyian. Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan grahono, dengan keyakinan buta ijo akan menelan matahari dan bulan. Untuk menggagalkannya dipukullah tundan atau kentongan secara bersahutan, dengan tidak lupa membawa ember berisi air agar bisa melihatnya. Bagi masyarakat Makasar, mereka menyebut gerhana bulan dengan bulan abunting (bulan sedang kawin), maka perjaka dan gadis pun keluar rumah dan berdoa sambil memukul kentongan sebagai tanda kebahagiaan segera datang. Adapun gerhana matahari, mereka menyebutnya dengan sikanrei mata alloa (matahari sedang baku hantam). Agar terhindar dari malapetaka, maka harus berlindung ke rumah dengan memukul kentongan. Jauh sebelum itu, kaum Shabiyah (para penyembah bintang) meninggalkan warisan keyakinan bahwa Syamas (dewa Matahari) sedang bertandang ke Qamrah (dewi rembulan) yang mengakibatkan bumi menjadi gelap. (Lihat: K.H.E. Abdurrahman dalam Recik-recik Dakwah [1993] dan A.D. Elmarzdedeq dalam Parasit ‘Aqidah; Selintas Perkembangan dan Sisa-sisa Agama Kultur [tp. tahun]).
MUKJIZAT ILMU
Al-Qur’an sebagai kitab hidayah, menjadi sumber ilmu yang sempurna dan mampu memantik para ahli fikir untuk menemukan sesuatu yang ditelitinya. Demikian pula dengan gerhana, di mana terjadinya tidak lepas dari tanda-tanda keagunganNya itu. Di antara ayat-ayat yang menunjukkan hal ini adalah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit-langit dan bumi, serta perputaran malam dan siang, sungguh menjadi tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang memiliki akal fikiran.” (QS. Âlu ‘Imrân/ 3: 190).
“Dan Kami telah menjadikan untuk malam dan siang dua tanda-tanda; Maka Kami gelapkan sebagai tanda malam dan Kami jadikan terang sebagai tanda siang …” (QS. Al-Isra’/ 17: 12).
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya adalah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kalian bersujud pada matahari, dan janganlah pula kepada bulan. Tetapi bersujudlah kepada Allah yang telah menciptakannya, jika kamu hanya kepadaNya saja menyembah.” (QS. Fushshilat/ 41: 37).
Dan masih banyak ayat-ayat kejadian alam (kauniyah) lainnya. Semua itu semata-mata untuk mengingatkan agar bersyukur dan memujiNya, betapa gagah dan perkasa serta Kuasanya Allah atas apa yang telah diciptakanNya (menciptakan bumi 50x penciptaan bulan, menciptakan bumi 500.000.000 km² luasnya, menciptakan matahari 1.250.000 besarnya bumi dan benda-benda lainnya). Yang lebih menakjubkan, semua benda-benda besar ini berputar pada porosnya dan “bergelayutan” tanpa bertabrakan (Lihat: Makloemat Toean Hassan Tentang Gerhana sebagaima dikutip Hadi Nur Ramadhan dalam Dokumentasi Tamaddun).
Di sisi lain, manusia pun dapat menemukan apa saja yang ditelitinya. Andaikan disertai keimanan yang tulus kepada Penciptanya, maka mereka itulah sejatinya yang disebut ûlul albâb, yaitu orang-orang yang mampu menyelaraskan tafakkur (merenungkan ayat alam), tadabbur (mendalami kandungan ayat al-Qur’an) dan tadzakkur (selalu mengingat Allah ‘azza wa jalla dengan sepenuh iman). Mereka itulah para pewaris ilmu yang sebenarnya.
AJARAN SYARI’AT
Sebagaimana dijelaskan Ummul Mukminîn ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ bahwa Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوْا، وَصَلُّوْا، وَتَصَدَّقُوْا
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bershadaqah …” (HR. Al-Bukhari: 1044).
Hadits yang mulia tersebut, merupakan jawaban atas peristiwa meninggalnya putera Rasûlullâh yang bernama Ibrahim di tahun ke-10 H. (29 Syawwal/ 27 Januari 632, pukul 08.30 menurut perhitungan Mahmud Fasya al-Falaki sebagaimana dinukilkan H.A. Zakaria dari kitab Al-Fathur Rabâni).
Berikutnya, amalan syari’at ini bukan sekedar jawaban sesaat, melainkan tuntunan dan teladan sepanjang masa dari seorang Nabi akhir zaman. Merenungkan kembali tanda-tanda kekuasaanNya (al-âyât) dengan berdo’a, bertakbir, shalat, mendengarkan khutbah gerhana dan bershadaqah, harapannya adalah semoga Allah Rabbul ‘âlamîn melimpahkan keberkahan, ampunan dan kekuatan iman kepada hamba-hambaNya. Âmîn yâ Rabbal ‘Âlamîn …
_____
Penulis adalah: Anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam (Komisi ‘Aqidah), Anggota Fatwa MIUMI Pusat (Perwakilan Jawa Barat), Wakil Sekretaris KDK MUI Pusat, Ketua Bidang Ghazwul Fikri & Harakah Haddâmah Pusat Kajian Dewan Da’wah dan Ketua Prodi KPI STAI Persatuan Islam Jakarta