DHA’ ‘AINAIYKA BIL HADAF; “HADAPKAN KEDUA MATAMU TERTUJU TAJAM MEMANDANG KE DEPAN …”
Kata-kata itulah yang masih terngiang di telinga ini begitu sangat dekatnya. Dituturkan penuh semangat dan kedalaman jiwa … Retorika yang lincah dengan aroma literasi yang kuat, begitu menghunjam membedah cakrawala ilmu yang begitu luas. Perawakannya yang tidak besar, namun tidak sekecil apa yang tersimpan dalam benak fikirannya.
Pakaiannya yang khas; terkadang stelan safari, terkadang pula kemeja plus peci hitamnya (sesekali terkadang dengan kepala terbuka). Dengan memainkan jari dan jempol ke ujung daun telinga kanannya sambil berjalan di depan para mahasiswanya, keluarlah bahasan deras mengalir dari lisannya. Kami mengenalnya, kalau sudah demikian adanya, itu tandanya pembahasan diskusi kelas semakin menghangat, bahkan “memanas”. Siapakah gerangan? Siapa lagi, kalau bukan Ustâdzunal Fâdhil Mohammad Nabhan Husein (kadang ditulis lengkap dengan tambahan KH. Drs.).
Beliau, seorang pria asal Palembang yang cukup berani menerjang arus pemikiran pada masanya, bahkan semenjak aktif di kemahasiswaan. Tidak terkecuali polemik pemikiran dengan Prof. Dr. Nurcholis Madjid yang sempat dimuat di majalah Media Dakwah secara bersambung, di samping perdebatan panjangnya dengan tokoh-tokoh inti kaum Syi’ah seperti halnya Jalaluddin Rahmat.
Kerapkali syair-syair para ulama hebbat dialunkannya mengawal kaidah-kaidah ilmu ke-Islaman yang dihafalnya dengan fashih; mulai dari kaidah ushûluddîn sampai ushûl fiqih mengiringi alunan tilawahnya yang merdu, namun menggelora.
Beliau salah satu mentor berfikir kami sejak kami mengenalnya secara langsung pada daurah-daurah dan halaqah-halaqah tahun 1991-an, sampai akhirnya berlanjut hingga tahun 1995-an saat masa-masa indah turut berselancar ilmu di kampus perjuangan Kramat Raya 45 bersama kawan-kawan seangkatan dan sahabat perjuangan lainnya. Lembaga Pendidikan Dakwah Islam, yang disingkat LPDI Jakarta, memang begitu ngangenin dan membuat hidup lebih hidup dalam belajar.
Pada saat gencar-gencarnya “Revolusi Iran”, ustadz Nabhan bercerita, “Bapak (maksudnya Pak Natsir) pernah memanggil saya seraya bertanya: “Menurut saudara, apakah Syi’ah itu benar sesat?” Saya pun menjawab spontan: “benar pak”. “Saudara bisa membuktikan?” sergah Pak Natsir. “Bisa pak” jawab saya (ustadz Nabhan). Pak Natsir pun membekali ustadz Nabhan dengan beragam kitab-kitab pokok ulama Syi’ah yang didatangkan langsung dari negeri sumbernya untuk dipelajari lebih mendalam.”
Begitulah cara seorang bapak mengajari anak-anak ideologisnya yang semakin memperlihatkan indahnya suasana kaderisasi dan makna belajar yang sesungguhnya. Demikian pula hal serupa terjadi dan dialami oleh anak-anak ideologis lainnya dengan kisah yang beragam.
Sebagai pemikir yang telah teruji, Ustadz Nabhan begitu piawai memerankan dirinya sebagai pengkaji yang handal. Di antara dedikasi yang ditunjukannya adalah sejumlah karya yang pernah digarapnya, baik tulisan langsung pribadinya atau buku-buku terjemahan yang waktu itu masih langka. Adapun buku-buku yang dapat ditelusuri untuk kita kaji hari ini adalah:
1. “Berbagai penyimpangan ummat Islam”, terjemahan dari karya Dr. Muhammad Albahy (1986)
2. “Kebangkitan Kebudayaan Islam”, terjemahan dari karya Dr. Musthafa as-Siba’i (1987)
3. “Islam dan Filsafat Sejarah”, terjemahan dari karya Abdul Hamid Shiddiqi (1987)
4. “Fiqih Sunnah 9”, terjemahan karya Sayyid Sabiq (1987)
5. “Pertentangan antara Syi’ah dan Sunnah”, tulisan langsung bersama Ustadz Drs. H. Dahlan Bashri Thahiri, Lc., MA. dan Prof. Dr. Moh. Rasyidi yang diterbitkan Media Dakwah (1989)
6. “Negara dalam Sunnah Rasulullah”, terjemahan dari karya Dr. Fathi Osman (1990)
7. “Konsepsi Sejarah Dalam Islam”, terjemahan dari karya Sayyid Quthub (1992)
8. “Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin”, terjemahan dari karya Prof. Dr. Yusuf Qaradhawi (1994)
9. “Sari Sejarah Perjuangan Rasulullah SAW.”, terjemahan dari karya Dr. Musthafa As-siba’i (2000)
10. “Seputar Kontroversi Imam Mahdi”, tulisan langsung yang diterbitkan Khairul Bayan (2003)
11. “Reformasi Pemahaman Rukun Iman: Tafsir Topikal At-Tafaasir”, tulisan langsung yang diterbitkan Majlis Tafsir Indonesia (2007)
Semoga goresan lintasan masa silam ini, dapat diambil pelajaran yang berharga bagi kita. Allâhumma faqqihnâ fid dîn… (Perjalanan Bogor-Bekasi, @TenRomlyQ., Ahad Sore, 09/ 02/ 2020)