Kamis, Oktober 10MAU INSTITUTE
Shadow

INNÂ LILLÂHI WA INNÂ ILAIHI RÂJI’ÛN; KYAI AHLI TAFSIR ITU MENINGGALKAN KITA

INNÂ LILLÂHI WA INNÂ ILAIHI RÂJI’ÛN; KYAI AHLI TAFSIR ITU MENINGGALKAN KITA
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien

Di dunia dakwah dan tarbiyah tanah air, siapa yang tidak mengenal sosok memukau beliau; di samping tutur katanya lembut, namun tidak kehilangan sikap tegasnya. Beliaulah Ustâdzunal Fâdhil KH. Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA. yang sejak pagi tadi diumumkan bahwa beliau dipanggil ke haribaanNya pada jam 06.30 WIB di kediamannya Komplek Pondok Pesantren YAPIDH Kampung Pedurenan, Jatiluhur, Jatiasih, Bekasi Kota Jawa Barat.

Pria asal Pati Jawa Tengah ini (lahir 24 Juni 1962), memiliki ciri khas kalau sedang mengajar Tafsir. Setiap hempasan napas, lantunan Kalam Allah ‘azza wa jalla yang keluar bertubi-tubi dari lisannya menggiring para pendengar (jamaah, santri dan mahasiswa) dibuat larut dalam alur ayat yang dibacakannya. Walau suasana dirasa sakral, namun terkadang beliau memunculkan guyonan bahasa Arab yang di-Indonesiakan (seperti ketika menasehati santri jangan pacaran, kata wa lâ yatafaccarûn kerap muncul disusul dengan riuhnya gergerran seisi kelas). Kepiawaian dan kefashihannya dalam ilmu-ilmu ke-Islaman tidak diragukan karena beliau menyelesaikan S1, S2, hingga S3 di Jâmi’ah Imam Su’ûd Saudi Arabia.

Setiap masuk kelas, bisa dipastikan seluruh papan tulis dipenuhi oleh goresan spidol berbentuk uraian skematik yang sangat detail (mengingatkan diri ini pada guru tercinta Ustâdzunal Fâdhil Muzayyin Abdul Wahhab kalau sedang mengajar Sîrah Nabawiyyah, polanya sama).

Pesan penting yang perlu kita catat dari taushiyah beliau, di antaranya:

Dalam hal tarbiyah, beliau pernah menyampaikan petuah di hadapan para santrinya yang akan lulus di Pesantren Darul Hikmah Bekasi: “Silahkan kalian berkuliah di mana saja, kampus mana saja di seluruh dunia … Asal kalian ingat satu hal, sebagai santri lulusan pondok pesantren, kalian adalah sufârud da’wah, duta-duta dakwah.”

Dalam hal dakwah, beliau pernah berbagi tips kepada para mahasiswa, agar tetap istiqamah di jalan dakwah. Karena menurutnya, banyak aktifis dakwah berguguran di jalan dakwah disebabkan lemahnya komitmen seseorang pada syari’at Allah. Tips yang disampaikannya adalah: pertama; hendaknya memperbaharui semangat dakwah, kedua; dakwah harus menyertai dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, ketiga; mempersiapkan mental dakwah, keempat; mempersiapkan kaderisasi, dan yang kelima; mempunyai orentasi da’wah ilallâh (kepada Allah). Demikian disampaikan pada Studium General mengawali perkuliahan di kampus dakwah STID Mohammad Natsir tanggal 9 September 2017.

Tidak kalah pentingnya, semasa al faqir jadi mahasiswa, beliau memberikan tugas agar mahasiswa meringkaskan bukunya (tentang “Hijrah” dan “Al-Hayât” dalam pandangan Al-Qur’ân). Dua buku tersebut merupakan karya ilmiah beliau selagi merampungkan strata dua dan strata tiganya.

Al-hamdulillâh wa qaddarallâh … Alfaqîr diberikan kesempatan bisa belajar bersama beliau dan mendapatkan tugas yang sampai hari ini tidak dapat dilupakan. Adapun makalah yang ditulis berupa ringkasan (ikhtishâr) berbahasa Arab yang sampai pagi ini masih tersimpan dengan rapih dengan judul: Asâlîbul Qur’ânil Karîm fî Hatstsil Mu’minîna ‘alal Hijrah.

Tidak banyak yang ingin disampaikan selain ucapan: “Semoga Rabbul ‘Âlamîn menempatkan hambaNya pada tempat maqâman mahmûdan” ... Âmîn yâ Rabbal ‘Âlamîn.” (@Ahad waktu Dhuha; tanggal 5 April 2020)

Print Friendly, PDF & Email

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!