Minggu, Mei 18MAU INSTITUTE
Shadow

DIKSI DAN NARASI RAMADHAN MEMANG ‘AJIB

Oleh : Teten Romly Qomaruddien

Tidak ada diksi dan narasi yang apabila dikaitkan dengan bulan mulia Ramadhan, melainkan akan terasa elok, indah nan mempesona. Mulai pemaknaan, kandungan hikmah, hingga filosofis kehidupan. Setiapkali Ramadhan datang menyapa, tidak bosan-bosannya para cerdik pandai membincangnya.

Banyak ‘ibaarat, tamtsiil, dan pujian para ahli ilmu akan kedudukannya yang teramat istimewa; ada yang mengibaratkan sebagai bulan “panen raya”, ada yang mengumpamakannya seperti Nabiyullaah Yusuf ‘alaihis salaam di tengah dua belas anak-anak Nabiyullaah Ya’qub ‘alahis salaam, serta kiasan-kiasan lainnya.

Semua itu menunjukkan, betapa kehadiran bulan yang satu ini bukanlah “rutinitas biasa” yang hampa makna, melainkan sarat dengan beragam keistimewaan yang tidak terduga. Aktivitas “menahan” dalam ibadah ini, bukanlah sekadar menahan dari perkara haram seperti keharaman pada umumnya semata, perkara yang asalnya halal pun bisa menjadi haram karenanya apabila dilakukan bukan pada waktunya.

Maka sangatlah wajar, apabila ulama dan ilmuwan dengan keragaman kecenderungan dan profesi ilmiahnya memiliki perspektif yang berbeda-beda akan keajaibannya. Sebagai contoh yang sangat mudah dipahami, kita bisa bertadabbur dengan mendalami makna-makna yang terkandung dalam kalimat demi kalimat yang ada pada teks hadits Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dituturkan shahabat berikut ini:

Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anh berkata, “Ketika telah datang bulan Ramadhan, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan memberikan kabar gembira kepada para shahabatnya:

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ ، فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah ‘azza wa jalla mewajibkan atas kalian berpuasa [shaum] padanya. Pintu-pintu langit dibuka dan pintu-pintu jahannam ditutup. Serta setan-setan yang jahat pun dibelenggu. Padanya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang terhalang dari kebaikannya maka sungguh ia telah terhalang.” (H.R. Imam An-Nasai, riwayat ini dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Bani)

Mengapa disebut syahrun mubaarakun, yakni bulan penuh berkah?; Hal ini menunjukkan Ramadhan bukan bulan sembarang bulan. Akan tetapi bulan yang di dalamnya mengandung “birkah”, yakni kolam multi manfaat dan mashlahat yang menghimpun parit-parit kebajikan.

Mengapa dikatakan tuftahu fiihi abwaabus samaa’i, bukankah menembus langit itu bukan perkara gampang yang mudah dilakukan?, bahkan sekaliber panutan Nabi akhir zaman sekalipun bisa menembus sidratul muntahaa harus dibersamai Malak Jibril ‘alahis salaam; Ini pun memberi makna bahwa “dibukanya pintu-pintu langit” menunjukkan betapa dahsyatnya amaliah Ramadhan di mana do’a-do’a para pengamalnya yang benar-benar melaksanakan pantang untuk ditolak disisiNya.

Sama halnya dengan kalimat tughlaqu fiihi abwaabul jahiim, yakni pintu-pintu neraka jahannam ditutup. Juga tughallu fiihi maradatus syayaathiin, di mana para setan dibelenggu; Ini pun sama, perkara tutup buka pintu neraka atau diborgol dan dilepasnya para setan itu bukanlah persoalan biasa, melainkan anugerah “luar biasa” yang sangat tidak biasa sama sekali.

Semua keistimewaan tersebut merupakan implikasi, atau buah yang dipetik dari hasil cocok tanam yang penuh iman dan keikhlasan [iimaanan wa ihtisaaban] yang bisa menyebabkan turunnya pengampunan yang luas [maghfirah] Allah ‘azza wa jalla tentunya.

Sungguh benar dan nyata adanya, apa yang dilukiskan Syaikh Shaalih bin ‘Abdillah Hammad al-‘Ushaimi rahimahullaah [ulama muda Riyadh dari Ummul Qura yang disebut-sebut memiliki 1000 Guru dan seorang Musnid], beliau bertutur tentang kesempatan langka Ramadhan ini [disampaikan hari Selasa, 22 Sya’ban 1444 H.]:

محبة الخير للناس، وترغيبهم فيه، وتقريبهم إليهم؛ علامة على متانة الدين، وطيب النفس، وكمال العقل، وصدق النصح. فاغتنموا قرب رمضان في حثهم على الخير، ودلوهم إلى أبوابه، ويسروا لهم سبله، فإن لكم أجورهم

“Kecintaan akan kebaikan sesama manusia, memotivasi dan mendekatkan mereka kepada kecintaan itu; merupakan tanda kokohnya agama seseorang, beningnya jiwa, primanya kecerdasan akal, dan tulusnya nasihat. Maka ambillah momentum dekatnya Ramadhan dengan menganjurkan kebaikan kepada mereka, menunjukkan pintu-pintunya, dan memudahkan jalan-jalan untuk menempuhnya. Dengan demikian maka pahala telah menanti kalian, sebagaimana pahala yang diraih oleh orang yang mengamalkannya.”


✍️ Tulisan ini digoreskan dari “Diskusi Linguistik Ramadhan” (waktu Dhuha) bersama santri Madrasah Abi-Umi Institute sebagai bahan materi Khutbah Jum’at di Masjid Raya Al-Azhar Sentra Primer Jakarta Timur

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!