STAY AT HOME; KIAT AMAN PERTEGUH IMAN SAMBIL PERKUAT IMUN
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Gerakan tinggal di rumah, kini menemukan momentumnya. Bukan semata-mata karena menghindari kemadharatan, namun di dalamnya mengandung hikmah yang tidak kecil nilainya bagi kehidupan.
Berarti benar apa yang diajarkan selama ini oleh agama yang mulia, di mana Al-Qur’ânul ‘Azhîm menuturkan firman Allah ‘azza wa jalla:
وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۢ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا وَجَعَلَ لَكُم مِّن جُلُودِ ٱلْأَنْعَٰمِ بُيُوتًا تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ ۙ وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَآ أَثَٰثًا وَمَتَٰعًا إِلَىٰ حِينٍ
“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikanNya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).” (QS. An-Nahl/ 16: 80)
Sungguh ayat tersebut mengisyaratkan, bahwa “tempat tinggal” yang baik, bukan sekedar berfungsi sebagai tempat bermalam (bait), tempat singgah (manzil), ataupun tempat kita berfokus dalam melakukan segala aktivitas rumah (dâr). Melainkan tempat yang menjamin rasa aman, nyaman dan ketenteraman (sakanan) bagi yang menghuninya.
Jangankan manusia, yang secara karakter merupakan “makhluq berkebutuhan banyak” untuk menjalani kehidupannya, di mana tempat tinggal adalah jawaban untuk dapat menyelesaikan beragam urusan dan mendapatkan ketenangan. Demikian pula dengan kawanan hewan yang sama-sama membutuhkan keamanan dan kenyamanan, maka kehadiran rumah menjadi jawabannya.
Dengan nama yang berbeda; sebutan “Sarang” buat hewan yang terbang dan melata semisal burung, lebah dan ular. Atau “kandang” buat hewan berkaki semisal sapi, kerbau, kambing dan lainnya. Atau “rumah” dengan segala variannya; gubuk dan saung yang sudah menjadi sebutan manusia kita. Semua itu mengarahkan bahwa tempat tinggal merupakan unsur penting dalam mengarungi kehidupan.
Disebutkan dalam Al-Qur’an dengan buyût (jamaknya dari bait) untuk tempat tinggalnya lebah sebagai berikut:
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
“Dan Tuhanmu mewahyukan (mengajarkan) kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.” (QS. An-Nahl/ 16: 68)
Untuk meyakinkan betapa rumah, sarang atau pun kandang itu benar-benar menjanjikan rasa aman, Allah ‘azza wa jalla memperkenalkannya dengan sebutan maskan seperti yang terdapat dalam ayat ini:
حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَاأَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai kawanan semut-semut, masuklah kalian ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak terinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml/ 27: 18)
Dalam ayat yang lain, Allah ‘azza wa jalla pun menyebutkan dengan istilah masâkin thayyibah untuk tempat kenikmatan yang tiada bandingannya di sorga sebagaimana firmanNya:
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) sorga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di sorga `Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah/ 9: 72)
Demikian pula, Allah ‘azza wa jalla menyebut ka’bah sebagai baitullâh (rumah Allah), yakni tempat berkumpul yang menjanjikan rasa aman seperti dalam firmanNya:
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman …” (QS. Al-Baqarah/ 2: 125)
Namun, terkadang Allah pun menyebut kata bait disandarkan pada salahsatu hewan serangga untuk menggambarkan bahwa tidak jarang sebuah rumah dirasakan tidak memiliki rasa aman, tidak menentramkan bagi penghuninya dan sangat rapuh. Itulah sarang laba-laba, sehingga sebahagian kalangan kita menghubungkan fikiran yang sedang kacau dan gundah dengan istilah “fikiran kalangkabut” (bahasa Arab: kal ‘ankabût, artinya seperti sarang laba-laba)
… وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“… Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah (rapuh) adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabût/ 29: 41)
Betapa Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah manusia teladan sepanjang zaman dalam menjadikan rumah sebagai central kebaikan. Hal ini bisa dibaca dalam sejumlah kutaibat yang menjelaskan hubungan rumah dengan berbagai fenomena kehidupan, termasuk kehidupan zaman kini. Syaikh Sa’îd Hawwa melukiskannya dalam risalah kecil berjudul Qânûnul Baitil Muslim; “Panduan Menata Rumah Islami” (1993), Syaikh Muhammad Shâlih al-Munajjid dalam Arba’ûna Nashîhatan Li Ishlãhil Buyût; “40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga” (1998), Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim dalam Yaum Fî Baitir Rasûl; “Bertamu ke Rumah Rasûlullâh” (2001) dan Syaikh Isham bin Muhammad as-Syarif dalam Mukhâlafât Fî Buyûtinâ; “Berbagai Penyimpangan di Rumah Kita” (2007).
Sekalipun mushibah dan wabah tidak kita inginkan, namun bagi orang beriman selalu ada hikmah untuk diambil pelajaran. Di antaranya, dengan diberlakukannya “Stay at Home”, yakni tinggal di rumah secara serempak, anggota rumah dapat memanfaatkan berkumpulnya keluarga untuk saling mengisi dan mengingatkan satu sama lain apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing sebagai penghuni rumah (ahlud dâr).
Dengan berkumpul, “cita rasa” rumah sebagai taman kebahagiaan dapat dirasakan kembali kehangatannya; di samping dapat saling menasehati, belajar bersama, bercerita dan guyonan keluarga pun terasa lebih menghidupkan suasana seiring ditemani “kuliner dan apotek rumahan” sajian khas bikinan bunda atau uminya anak-anak. Sungguh, keberadaan rumah benar-benar menjadi sarana peneguh iman dan sekaligus menjadi sarana penambah kuatnya imunitas keluarga. Dengan demikian, benar apa yang dituturkan sabda nabiNya dalam sebuah hadits hasan dari Abu Musa radhiyallâhu ‘anh berikut ini:
سلامة الرجل في الفتنة أن يلزم بيته
“Keselamatan seseorang di tengah-tengah fitnah (mushibah; chaos, wabah dan lain-lain) adalah berlindung di rumahnya.” (HR. Ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus, Shahîhul Jâmi’ no. 3543 dan Sunan Ibnu Abi ‘Ashim no. 1021). Wallâhu a’lam bis shawwâb
_____
*) Goresan dan jentikan jemari ini ditulis dalam rangka turut andil Memutus Mata rantai Penularan Wabah Coronavirus Covid-19
Masya Allah ..Ust Teten Jazakallohu Khoiron Jaza…tulisan yg bagus..dan bwrmanfaat..