MENAKAR KEIKHLASAN// Di antara sekian maqam kehidupan yang paling berat, adalah keikhlasan. Apa pun aktivitasnya, kuncinya ada pada keikhlasan. Ikhlas sering dimaknai dengan analogi al-‘asalul khaalish, yaitu madu murni. Keikhlasan itu memang sulit dipegang, diraba, apalagi diterawang. Ia hanya bisa dirasa oleh hati yang bersih, ditangkap oleh rasa yang dalam, dan ditunjukkan dengan sikap perbuatan. Ikhlas bukanlah ranah diskusi yang membutuhkan logika dan retorika. Melainkan hanya bisa dibaca dengan indera batin yang bernama luthfun, yaitu kedalaman hati paling lembut. Karenanya, jangan katakan pada saudaramu: “Kamu harus ikhlas yaah!”, namun katakanlah: “Semoga Allah ‘azza wa jalla mengikhlaskan hatimu!”. Betapa misterinya sebuah keikhlasan, shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anh bertutur: “Orang yang ikhlas terhadap Rabb-nya, laksana seseorang yang berjalan di atas hamparan pasir. Kamu tak akan mendengar derap langkahnya, namun kamu akan melihat bekas jejaknya.” 💫💟✒️ (@TenRomlyQ)