MENDULANG MUTIARA KETAATAN DARI PARA PELITA ZAMAN
Oleh:
Teten Romly Qomaruddien
Ada banyak ungkapan kata di jagat raya ini, namun tak akan mampu mengalahkan kalam mulia dalam Kitaabullaah dan Sunnah nabi-Nya. Kalau pun ada bentangan kalimat terurai dari cerdik pandai yang diberi hikmah, itulah mereka para pelita zaman yang terus menebar narasi iman, menyalakan obor kemuliaan.
Untaian kalimatnya laksana mutiara ratna mutu manikam, menyeruak ke seluruh relung batin yang teramat dalam. Terlebih ketika mereka bertutur akan makna sebuah ketaatan; yakni ketaatan hakiki tanpa kepalsuan dan pencitraan, ketaatan yang terdorong dari panggilan jiwa akan pentingnya ketundukkan makhluuq yang lemah di hadapan Rabbul khalqi yang Maha gagah.
Misalnya Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullaah pernah bertutur: “Semakin bersih hati seseorang, maka akan semakin lembutlah dirinya. Jika telah lembut hatinya, maka ia akan semakin naik [derajatnya di sisi Allah ‘azza wa jalla]. Jika dirinya telah naik derajatnya, maka ia akan merasakan [manisnya iman]. Jika dirinya telah merasakan [manisnya iman], maka ia akan menjadi pribadi yang unggul. Jika dirinya telah menjadi pribadi yang unggul, maka ia akan larut dalam kerinduan [pada ketaatan]. Apabila rindu telah menerpa dirinya, maka ia akan semakin bersungguh-sungguh [mujaahadah]. Apabila dirinya terus bersungguh-sungguh dalam segenap usahanya, maka akan berhembus padanya wewangian surgawi. Akhirnya ia akan merasakan kepuasan dalam ketaatan dan menjadi manusia yang paling berbahagia. Ya Allaah … jadikanlah kami sebagai orang yang lembut hatinya, yang tinggi derajatnya, yang mampu merasakan manisnya iman, dan menjadi pribadi unggul, dimasukkan dalam barisan para perindu, serta barisan orang yang bersungguh-sungguh dalam mengejar ketaatan terhadap-Mu.”
Dalam narasi yang berbeda, sang Imam menasihati: “Jika hati disinari dengan cahaya ketaatan, maka awan kebaikan akan datang menaungi kepadanya dari segala penjuru mata angin. Maka pemiliknya pun akan berpindah-pindah, dari satu ketaatan menyebar menuju ketaatan lainnya.”
Lalu, beliau pun memaparkan: “Tiada henti seorang hamba membiasakan diri dengan ketaatan; mengikatnya dengan erat, menyapanya dengan sentuhan cinta, dan membuat jiwa terkesan. Maka Allah yang Maha suci akan mengirimkan para malaikat dengan rahmat-Nya; mengajaknya untuk taat, memotivasinya, serta mengajaknya untuk segera bergegas beranjak dari dipan-dipan tempat tidur dan tempat duduknya menuju ketaatan.” (Lihat: Al-Jawaabul Kaafi Liman Sa’ala ‘anid Dawaais Syaafi)
Ulama lainnya, Abu Yahya Malik bin Dinar al-Mashri rahimahullaah pernah memberikan wejangan: “Jadikanlah ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla sebagai transaksi jual beli!! Maka keuntungan akan datang menghampirimu tanpa mengumpulkan modal terlebih dahulu.”
Itulah dahsyatnya makna sebuah ketaatan, di mana seorang hamba begitu sangat yakin akan kebaikan dan kebenaran Rabb-nya. Siapa pun kita, dengan segala martabat dunia yang satu sama lain berbeda, akan sangat membutuhkan teman abadi yang akan mendampingi hingga alam barzakh kelak. Benar pepatah Arab mengingatkan:
إذا ثقلت عليك الطاعة … فتذكر أنها أنيستك في القبر
“Apabila ketaatan teramat sangat memberatkanmu … Maka engkau harus ingat!! Sesungguhnya dia teman abadimu di alam kubur”.
Semoga Rabbul ‘Aalamiin memberikan kemudahan untuk terbukanya pintu ketaatan, dan kelapangan jiwa untuk selalu tercerahkan oleh petunjuk Dzat yang Maha kasih sayang. Wallaahu yahdiinaa ilaa hidaayatir Rahmaan
✍️ Goresan pena ini merupakan lanjutan dari judul sebelumnya: “Ketika Taat Terasa Berat”, di samping nasihat Guru-Murid yang dikirimkan melalui berbagai petikan bahasa Arab yang al-faqir mencoba menuliskan kembali dalam bentuk narasi yang saling berkesinambungan.***