MENJADI ORANG ASING ATAU MUSAFIR // Kehidupan laksana kurikulum. Demikian, Guru Besar Pendidikan asal Kota Kembang menegaskan. Memang benar, dalam hidup ini ada ragam sifat manusia yang bisa dipotret. Di antara yang disebut Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam; seolah-olah orang asing [ghariibun] atau musafir [‘aabiru sabiilin] sebagaimana HR. Al-Bukhari dari shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anh. Biasanya, yang namanya orang asing atau musafir akan lebih hati-hati dan bisa membawa diri. Selain itu, mereka hanya menjadikan dunia sebagai “tempat singgah sejenak” atau “tempat berteduh sementara”, di mana sewaktu-waktu akan ditinggalkan. Jadi jalma mah kudu bisa nitipkeun diri nyangsangkeun awak; “Jadi orang itu harus mampu menitipkan diri dan badan”, itulah pepatah para karuhun. Kata Ibnu Qayyim rahimahullaah: “Cinta, rindu, dan harap seyogyanya tertuju pada tempat asal Adam [yaitu sorga]”. Kam manzilin fil ardhi ya’lifuhul fataa, wa haniinuhu abadan liawwali manzilin; “Berapa banyak tempat tinggal di muka bumi yang dihuni seseorang, Namun selamanya kerinduan itu akan selalu tertuju pada rumah yang pertama”. π«ππΈβοΈ (@TenRomlyQ)