
Terkadang manusia tidak sadar, bahwa “guyonan” atau “candaan” bisa menyebabkan terpelesetnya tindak tutur seseorang yang dapat mengarah pada “dugaan penistaan agama”. Misalnya seorang pemuka agama tertentu yang pernah menuturkan: “Boleh bayar 2,5% tapi sembahyang lima kali sehari, iya dong enak aja cuma 2,5% mau seminggu sekali. Eee beda kelas!”.
Demikian ujaran tersebut dituturkan dalam salah satu paparannya. Tentu kasus seperti ini penting untuk dicermati, termasuk para penyampai pesan keagamaan lainnya, tidak terkecuali para muballigh. Biidznillaah, kini Ukhtukum fillaah Dinda Kholifah, M.Li berhasil menuntaskan telaahnya dalam masalah ini. Dengan mengambil judul: “Ujaran Kebencian Sara dan Penistaan Agama Pada Khotbah Pendeta Gilbert Lamoindong; Kajian Pragmatik dalam Hukum” berhasil diujikan dan dipertahankan pada Sidang Magister Linguistik Terapan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Al-Azhar Indonesia dalam rentang studi selama tiga semester.

‘Alaa kulli haal.. Dihaturkan selamat dan sukses, semoga berkah serta ada dalam lindungan Rabbul ‘Aalamiin. “Jadilah manusia yang senantiasa mengambil kemanfaatan setiap saat, maka berenanglah di tengah samudera kemanfaatan ilmu yang lebih luas!!”. Allaahumma faqqihnaa fid diin. ~Gurumu